Rais Syuriah PBNU: Hal yang Ilmiah Harus Juga Ditanggapi Secara Ilmiah

 
Rais Syuriah PBNU: Hal yang Ilmiah Harus Juga Ditanggapi Secara Ilmiah

LADUNI.ID, Jakarta - Dalam sebuah video yang diunggah oleh akun Youtube NU Channel, Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Ishomuddin memberikan tanggapan lengkap mengenai disertasi Milkul Yamin. Dalam video ini, dibahas mengenai bagaimana menanggapi sesuatu yang ilmiah, harus dengan juga disampaikan secara ilmiah. Berikut transkrip video tersebut.

***

Disertasi tersebut merupakan sesuatu yang ilmiah. Oleh karena itu bantahan-bantahannya pun apabila tidak menyetujui juga harus secara ilmiah. Sebuah disertasi yang kontroversial karena menyangkut persoalan hubungan seksual di luar perkawinan. Kita mengetahui bahwa di dalam Islam sendiri pada masa lalu, pada masa Qur’an diturunkan ada dua model hubungan seksual.

Yang pertama adalah, melalui perkawinan. Sebagaimana yang lazim hingga saat ini berlangsung di kalangan umat Islam, tentu memenuhi syarat-syarat dan rukun. Kemudian, ada yang disebut dengan istilah milkul yamin atau melakukan hubungan seksual dengan budak perempuan atau dikenal dengan al-imanah yang demikian ini dulu ketika dulu budak masih belum bisa diberantas memang dibenarkan di dalam al-Qur’an sendiri.

Di dalam al-Qur’an setidaknya ada dua ayat yang menjelaskan tentang milkul yamin ini. Namun, situasi sekarang bahwa perbudakan adalah merupakan sesuatu persoalan kemanusiaan yang tentu saja agama Islam setahap demi setahap tidak bisa secara sekaligus untuk melakukan pemberantasan perbudakan satu manusia atas manusia yang lain. Karena pada dasarnya setiap manusia itu adalah bebas.

Setiap manusia bukan budak bagi manusia yang lain.

Oleh sebab itu kemudian Islam secara bertahap melakukan pemberantasan dan penghapusan perbudakan manusia satu atas manusia yang lain.

Pembuktian bahwa Islam secara bertahap telah melakukan penghapusan terhadap perbudakan banyak ayat-ayat al-Qur’an yang dipraktikkan umat Islam pada masa lalu maupun hadits Nabi yang menjelaskan, misalnya tentang hukuman kaffarat udzma. Kaffarat jimak di siang hari bulan Ramadhan dengan sengaja yang hukumannya atau kaffarat yang nomor satu adalah memerdekakan budak.

Ini memberikan isyarat bahwa budak sesungguhnya diberantas di dalam ajaran agama Islam tidak seorang boleh memperbudak manusia yang lain.

Pada saat perbudakan itu masih ada, maka seorang laki-laki menggauli budaknya itu diperkenankan istilah ini di dalam Fiqih atau di dalam al-Qur’an atau di dalam fikih Islam disebut milkul yamin.

Sementara saat ini, situasi perbudakan itu sudah mengalami perubahan, sudah tidak ada lagi perbudakan satu manusia atas manusia lain. Kita ambil contoh untuk kehidupan berbangsa bernegara di Negara kita Republik Indonesia.

Perkawinan bahkan sudah diatur di dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan juga diatur di dalam kompilasi hukum Islam. Umat Islam semuanya hanya boleh melakukan hubungan seksual yang sah melalui perkawinan yang sah. Tidak melalui perzinahan.

Oleh karena itu, karena budak sudah tidak ada lagi, karena perbudakan orang Indonesia terhadap orang Indonesia yang lain sudah tidak ada lagi, maka milkul yamin ini dengan sendirinya tidak diperkenankan. Meskipun di dalam disertasi itu merupakan suatu pandangan dari Syahrur yang memperkankan. Tapi itu tidak cocok itu diterapkan di Negara kita Republik Indonesia.

Dari persepektif fikih saya berani mengatakan bahwa apabila situasi tanpa perbudakan dan milkul yamin itu dipraktikkan, maka itulah yang dimaksud dengan melakukan kebebasan seksual sebelum melakukan perkawinan. Sama dengan melakukan perbuatan zina.

Oleh karena itu, bantahan terhadap disertasi pun harus ditulis secara ilmiah dan itu saya kira merupakan syarat akademik yang tentu bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Namun, tentu sebuah disertasi tidak serta merta boleh dipraktikkan oleh umat Islam Indonesia karena perbudakan memang sudah diberantas dalam Islam dan tidak ada perbudakan lagi di Indonesia.

Kesimpulannya, milkul yamin tidak diperkenankan di negeri kita Republik Indonesia.

(Ditranskrip dari Video Tanggapan Rais Syuriah PBNU Terkait Disertasi Kontroversi)