Apakah Sah Sholat Orang yang Bertatto?

 
Apakah Sah Sholat Orang yang Bertatto?
Sumber Gambar: Foto Istimewa

Laduni.ID, Jakarta - Salah satu kewajiban utama bagi umat Islam adalah melaksanakan ibadah shalat sebagaimana diketahui bahwa dalil wajibnya shalat adalah Al-Qur'an, Sunah Nabi, dan Ijma para ulama. Agar shalat kita diterima oleh Allah SWT Islam telah mengatur tata caranya berupa syarat dan rukunnya. Salah satu syarat agar kita shalat kita diterima adalah dalam keadaan suci, baik suci dari hadas kecil maupun hadas besar. Lalu bagaimanakah hukum shalatnya orang yang bertato? sah atau tidak?

Tato adalah gambar atau lukisan pada kulit tubuh yang dibuat dengan cara menusuki kulit dengan jarum halus kemudian memasukkan zat warna ke dalam bekas tusukan itu. Dalam Kitab Al-Iqna' Fi Halli Alfazhi Abi Syuja' karya Imam Asy-Syarbini Al-Khathib dijelaskan bahwa:

"Tato adalah menusuk kulit dengan jarum hingga mengeluarkan darah kemudian ditaburi di atasnya dengan sejenis getah nila agar meninggalkan warna biru atau hijau sebab darah yang dihasilkan dari tusukan ke kulit dengan jarum tersebut"

Baca Juga: Tata Cara Shalat ketika di Perjalanan

Gambar tersebut atau tato dihukumi haram oleh para ulama ahli fiqih. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw yang dikutip dari Kitab Dalilul Falikhin karya Syekh Muhammad bin 'Allan As-Shadiqi disebutkan:

وَعَنْ اَبِيْ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ اَنَّهُ قَالَ: لَعنَ اللّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِِِمَاتِ وَالمُتَنَمِّصَاتِ وَالمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ المُتَغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ, فَقَالَتْ لَهُ إِمْرَاءَةٌ فِى ذَلِكَ، فَقَالَ: وَمَا لِى لأَلْعَنُ مَنْ لَعَنَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِى كِتَابِ اللهِ، قَال اللهٌ تَعَالَى: وَمَا آتَاكُمْ الرَسُولُ فَخُذُوه وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فانْتَهُوا. مُتَّفَقْ عَلَيْهِ

"Diriwayatkan dari Ibn Mas'ud ra bahwa beliau telah berkata: Allah melaknat para wanita yang bertatto dan para wanita yang minta ditatto, para wanita yang menyuruh wanita lain untuk mencabuti bulu alisnya agar menjadi tipis dan tampak indah dan para wanita yang merenggangkan gigi mereka sedikit untuk kecantikan dan para wanita yang mengubah ciptaan Allah. Ada seorang wanita yang berkata kepada beliau dalam hal tersebut, kemudian beliau berkata: "Bagaimana aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah saw, sedangkan hal itu disebutkan dalam Al-Quran", Allah ta’ala berfirman: Apa saja yang rasul datangkan kepadamu, maka ambillah dan apa saja yang Rasul melarang kepada kamu sekalian, maka hentikanlah"

Kemudian hadits Rasululllah Saw yang dikutip dari Kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah:

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّ الْوَشْمَ حَرَامٌ لِلأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ فِي لَعْنِ الْوَاشِمَةِ وَالْمُسْتَوْشِمَةِ، وَمِنْهَا حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَال لَعَنَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ. وَعَدَّهُ بَعْضُ الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ مِنَ الْكَبَائِرِ يُلْعَنُ فَاعِلُهُ. وَقَال بَعْضُ مُتَأَخِّرِي الْمَالِكِيَّةِ بِالْكَرَاهَةِ، قَال النَّفْرَاوِيُّ وَيُمْكِنُ حَمْلُهَا عَلَى التَّحْرِيمِ

"Mayoritas ahli fiqih berpendapat bahwa tato adalah haram berdasarkan sejumlah hadits shahih yang melaknat orang yang membuat tato atau orang yang minta ditato. Salah satu haditsnya adalah riwayat Ibnu Umar RA. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang menyambung rambut, orang yang meminta rambut disambung, orang yang membuat tato, dan orang yang membuat tato disambung. Sebagian ulama Malikiyah dan Syafi’iyah memasukkan tato sebagai dosa besar yang pelakunya dilaknat (oleh Allah). Sebagian ulama Malikiyah mutaakhirin menganggapnya makruh. An-Nafrawi menjelaskan bahwa makruh yang dimaksud adalah haram"

Bagi seorang muslim yang sudah terlanjur mentato tubuhnya, maka dia diwajibkan untuk bertaubat memohon ampun kepada Allah dan tidak akan mengulanginya serta berusaha untuk menghilangkan tato tersebut selama tidak membahayakan dirinya. Namun, jika dengan menghilangkan tato akan membahayakan dirinya maka cukup dengan melakukan taubat. Dengan begitu hukum shalat yang dilakukannya adalah sah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi menukil pendapat Imam Ar-Rafi'i dalam Kitab Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab:

فى تعليق الفرا أَنَّهُ يُزَالُ الْوَشْمُ بِالْعِلَاجِ فَإِنْ لَمْ يُمْكِنْ إلَّا بِالْجُرْحِ لَا يُجْرَحُ وَلَا إثْمَ عَلَيْهِ بعد التوبة

"Dalam Ta’liq al-Farra’ dinyatakan: tato harus dihilangkan dengan diobati. Jika tidak mungkin dihilangkan kecuali harus dilukai, maka tidak perlu dilukai, dan tidak ada dosa setelah bertaubat"

Baca Juga: Hukum Menggaruk Ketika Shalat

Dalam Kitab Al-Iqna' Fi Halli Alfazh Abi Syuja', Imam Asy-Syarbini Al-Khathib menjelaskan lebih rinci:

"Kemudian tato tersebut wajib dihilangkan apabila orang yang bertato tidak khawatir menghilangkannya akan menimbulkan bahaya sampai tingkat yang memperbolehkan tayammum, jika tidak khawatir maka tidak wajib menghilangkannya dan tidak ada dosa baginya setelah ia bertaubat. Hal ini mesti dibaca dalam konteks ketika ia membuat tato dengan sukarela setelah dewasa, jika tidak demikian, maka tidak wajib menghilangkanya. Shalat dan menjadikannya imam shalat adalah sah. Dan tidak najis misalnya anggota tubuh yang bertato disentuh tangan"

Kemudian dalam Kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani disebutkan bahwa wajib membersihkan tato meskipun itu harus melukai kulit, kecuali akan menimbulkan kerusakan atau kecacatan.

"Bahwa bagian tubuh yang ditato menjadi najis karena darahnya tertahan di kulit tersebut. Karenanya maka tato tersebut wajib dihilangkan meskipun harus sampai melukai kulit. Kecuali jika dikhawatirkan akan mengakibatkan rusak, cacat atau hilangnya fungsi organ tubuh yang ditato. Dalam kondisi demikian, maka tatonya boleh dibiarkan, dan cukuplah taubat untuk menghapus dosanya"

Alangkah baiknya sebagai muslim yang baik kita menghindari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama seperti mentato tubuh karena lebih banyak madhorotnya daripada manfaatnya. Jika dengan alasan keindahan, maka masih banyak objek yang bisa dijadikan sebagai sumber keindahan oleh kita dengan niat untuk bersyukur dan mengagungkan kebesaran Allah SWT.

Wallahu A'lam


Referensi:
1. Kitab Al-Iqna' Fi Halli Alfazh Abi Syuja'
2. Kitab Dalilul Falikhin

3. Kitab Fathul Bari
4. Kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah