Bukan Karena Jubah

 
Bukan Karena Jubah

LADUNI.ID - Betapa belakangan ini makin banyak orang yang ingin menampilkan dirinya sebagai ulama, meski tak punya bekal dan kapasitas sebagai ulama. Tetapi bagi mereka itu tak penting. Ada cara mudah untuk mewujudkan keinginan itu. Mengenakan jubah dan sorban yang oleh banyak orang adalah pakaian ulama.

Tetapi para bijakbestari mengatakan :

الرَّجُلُ لَا يَكُونُ عَالِماً بِسَبَبِ الجُبَّةِ وَالعِمَامَةِ ذَلِكَ اَنَّ العَالِمِيَّةَ فَضِيلَةٌ فِى ذَاتِهِ وَلاَ يُغَيّرُ مِنَ الاَمْرِ شَيئاً اَنْ يَرْتَدِى صَاحِبُهَا قَبآءً أَوْ عَبَاءَةً .

Keulamaan seseorang tidak ditentukan oleh pakaian jubah dan sorbannya. Keulamaan itu keutamaan yang melekat di dalam dirinya. Ia tidak bisa berubah menjadi ulama hanya dengan memakai jubah atau baju lusuh (atau sorban).

Seorang santri bertanya apa tanda paling sederhana dan paling minimal seseorang bisa disebut ulama?. Aku menjawab sebisanya: minimal sekali dia bisa mentashrif dengan benar atau dia bisa membedakan makhraj huruf س dan ش.

Tanyalah orang yang mengenakan pakaian jubah dan sorban itu. Tolong ustaz bagaimana mentashrif kata "kafara". Jika dia menjawab : kafara yukaffiru kufran", maka dia bukan ulama, karena dia tidak bisa mentashrif". Santri itu mengatakan : oh iya ya?. Bukankah seharusnya : kafara yakfuru kufran?. He he he

Atau jika dia yang berjubah itu membaca al-Qur'an :

يا ايها الذين امنوا اتقواالله وقولوا قولا شديدا

maka dia juga belum bisa disebut
ulama. Bukankah seharusnya dibaca :

وقولوا قولا سديدا.

Santri itu mengatakan : "Lho. Kok begitu?. Bukankah kedua kata itu maknanya sangat berbeda. Yang شديدا berarti keras. Sedangkan سديدا berarti lurus. Ini namanya kekeliruan berat (lahn jaly), bukan". Qi qi qi

Lalu apa lagi ya?. Banyak. Misalnya jika seseorang senang berkata2 buruk, goblok-goblokin orang, sedikit-sedikit marah, ngaku paling bener sendiri dan semacamnya, maka dia bukan ulama, meskipun pake jubah dan sorban besar.

Mudah-mudahan aku tidak salah ya?. Semoga Allah membentangkan jalan lurus untuk kita semua.

Oleh: KH Husein Muhammad