Pendapat Tentang Kafirnya Orang yang Meninggalkan Shalat Wajib

 
Pendapat Tentang Kafirnya Orang yang Meninggalkan Shalat Wajib
Sumber Gambar: Foto Thirdman / Pexels (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Sebagaimana kita meyakini bersama bahwa shalat merupakan ibadah utama seorang muslim. Selain sebagai pembeda antara muslim dan non muslim, shalat merupakan amal ibadah pertama yang akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT di hari akhir kelak. Allah SWT telah mengingatkan kepada kita tentang kenikmatan dan keutamaan pahala bagi yang melaksanakan shalat secara istiqomah dan sekaligus mengingatkan kita tentang ancaman meninggalkannya.

Bagi siapa saja yang meninggalakan shalat terdapat beberapa pendapat, apakah ia telah kafir atau masih muslim. Karena terdapat beberapa hadis yang menyatakan bahwa bagi siapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja, ia dihukumi kafir. Mengenai persoalan itu mari kita simak beberapa pendapat yang akan kami uraikan.

1. Keputusan Konbes Pengurus Besar Syuriah Nahdlatul Ulama ke-1 di Jakarta Pada Tanggal 21-25 Syawal 1379 H/18-22 April 1960 M
Bahwa orang yang meninggalakna shalat tidak dihukumi kafir, melainkan dihukumi fasiq dan wajib bertaubat. Adapun hadis yang menyatakan kafirnya orang yang meninggalkan shalat ditunjukan kepada orang yang menganggap halal meninggalakan shalat. Demikian menurut pendapat kebanyakan ulama salaf dan khalaf seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i. Adapun keterangan yang menjadi landasan adalah kitab Fiqh Al-Sunnah karya Sayyid Sabiq berikut:

Baca Juga: Apakah Sah Sholat Orang yang Bertatto?

اَلْأَحَادِيْثُ الْمُتَقَدِّمَةُ ظَاهِرُهَا يَقْتَضِيْ كُفْرَ تَارِكِ الصَّلاَةِ وَإِبَاحَةَ دَمِّهِ وَلَكِنَّ كَثِيْرًا مِنْ عُلَمآءِ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ مِنْهُمْ أَبُوحَنِيْفَةَ وَمَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ عَلَى أَنَّهُ لاَ يَكْفُرُ بَلْ يَفْسُقُ وَيُسْتَتَابُ فَإِنْ لَمْ يَتُبْ قُتِلَ حَدًّا عِنْدَ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَغَيْرِهِمَا وَقَالَ أَبُوْ حَنِيْفَةَ لاَ يُقْتَلُ بَلْ يُعَزَّرُ وَيُحْبَسُ حَتَّى يُصَلِّيَ وَحَمَلُوْا أَحَادِيْثَ التَّكْفِيْرِ عَلَى الْجَاحِدِ وَالْمُسْتَحِلِّ لِلتَّرْكِ .

"Adapun hadis yang telah lewat (“Barang siapa meninggalkan shalat dengan sengaja, maka ia telah menjadi kafir secara nyata”), pengertian dzahirnya menetapkan kekufuran orang yang meninggalkan shalat dan kebolehan untuk dibunuh. Akan tetapi banyak ulama dari kalangan salaf dan khalaf, di antaranya Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi’i menyatakan bahwa orang yang meninggalkan tersebut tidak kafir, namun fasik dan disuruh bertobat. Jika tidak mau, maka menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i serta lainnya, ia harus dibunuh dalam rangka menerapkan hukum had. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, ia tidak dibunuh namun cukup dita’zir (diberi sanksi) dan dipenjara sampai mau shalat. Para ulama mengarahkan hadis pengkafiran di atas bagi orang yang mengingkari dan menganggap halal meninggalkan (kewajiban shalat)"

2. Pendapat Mustafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam Al-Syafi’i
Pendapat ini memberikan rician tentang kategori orang yang meninggalkan shalat sebagai berikut:

ارك الصلاة إما أن يكون قد تركها كسلاً وتهاوناً، أو تركها جحوداً لها، أو استخفاً بها: فأما من تركها جاحداً لوجوبها، أو مستهزئاً بها، فإنه يكفر بذلك ويرتد عن الإسلام، فيجب على الحاكم أن يأمره بالتوبة، فإن تاب وأقام الصلاة فذاك، وإلا قبل على أنه مرتد، ولا يجوز غسله ولا تكفينه ولا الصلاة عليه، كما لا يجوز دفنه في مقابر المسلمين، لأنه ليس منهم. وأما إن تركها كسلاً، وهو يعتقد وجوبها، فإنه يكلف من قبل الحاكم بقضائها والتوبة عن معصية الترك. فإن لم ينهض إلى قضائها وجب قتله حداً، … يعتبر مسلماً

"Orang yang meninggalkan shalat, ada kalanya karena ia malas dan berleha-leha, ada kalanya karena ia membangkang dan menyepelekan. Orang yang meninggalkan shalat karena membangkang tentang kewajiban shalat atau menyepelekannya, maka ia dihukumi kafir dan keluar dari Islam, dalam hal ini, Hakim wajib memerintahkannya untuk tobat, jika ia tobat dan mendirikan shalat, maka masalah selesai, jika tidak maka ia dihukum mati dengan alasan murtad, dan tidak boleh dimandikan, dikafani, dishalati, dan tidak boleh juga dikuburkan di pekuburan Muslim karena ia tidaklah Muslim lagi"

3. Hadits Riwayat Abu Dawud
Hadis ini menyatakan bahwa status orang yang meninggalkan shalat belum bisa dihukumi kafir

خمس صلوات كتبهن الله على العباد، فمن جاء بهن، لم يضع منهن، شئ استخفافاً بحقهن، كان له عند الله عهد أن يدخله الجنة، ومن لم يأتي بهن فليس له عند الله عهد، إن شاء عذبه، وإن شاء أدخله الجنة

"Shalat lima waktu telah difardhukan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya. Barangsiapa yang mengerjakannya, dengan tidak menyia-nyiakan hak-hak shalat sedikitpun, maka Allah berjanji akan memasukkannya ke dalam surga, dan barangsiapa yang tidak mengerjakannya maka tidak ada janji Allah baginya. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya, dan jika Allah berkehendak maka Dia akan memasukkannya ke surga"

Baca Juga: Hukum Shalat Seorang Pezina

4. Pendapat Imam Zakaria Al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj Al-Thalab
Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa orang yang meninggalakn shalat karena malas, ia layak dihukum mati tapi bukan karena kufur melainkan sebagai bentuk Had.

مَنْ أَخْرَجَ " من المكلفين " مكتوبة كَسَلًا وَلَوْ جُمُعَةً " وَإِنْ قَالَ أُصَلِّيهَا ظُهْرًا " عَنْ أَوْقَاتِهَا " كُلِّهَا " قُتِلَ حَدًّا" لَا كُفْرًا

"Seorang mukallaf yang tidak mengerjakan shalat tepat waktu karena alasan malas, termasuk shalat Jum'at meski ia beralasan akan melaksanakan shalat Dzuhur, maka ia layak menerima hukuman mati sebagai hadd, bukan karena alasan kekufuran"

Demikian pendapat tentang status dan hukuman bagi orang yang meninggalkan shalat wajib. Namun demikian sebagai warga negara yang memiliki konstitusi hukum yang sah dan resmi, tidak lantas bagi kita untuk membunuh orang yang tidak melaksanakan shalat. Andaipun hukum itu diberlakukan, maka itu hanya bisa dilakukan oleh Hakim yang sah dan dalam sistem hukum Islam bukan dengan sistem tata negara kita yang berlaku saat ini.

Hikmah dari beberapa penjelasan di atas bagi kita adalah bahwa begitu wajibnya perintah shalat wajib lima waktu sehingga jika kita meninggalkannya terdapat ancaman hukuman yang begitu berat. Artinya kewajiban melaksanakan shalat wajib adalah mutlak dan tidak bisa ditawar lagi. Kendati demikian dalam keadaan apapun, Islam telah memberikan rukhsah (keringan) agar kita tetap melaksanakan shalat dalam situasi apapun dan di manapun tanpa meninggalkannya.

Wallahu A'lam

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 27 Juli 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan


Referensi:
1. Kitab Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam No. 229
2. Kitab Al-Fiqh Al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam Al-Syafi’i
3. Kitab Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj Al-Thalab
4. Sunan Abu Dawud