Kisah Ulama Nusantara Penakluk Bandara

 
Kisah Ulama Nusantara Penakluk Bandara

Pertemuan pertama Tuan Guru Sekumpul, KH. Zaini Abdul Ghani dengan Syekh Yasin al-Faddani yakni di Makkah, juga pada saat perjalanan haji ke dua tahun 1980 M. Guru Ijai, sapaan akrab Tuan Guru Sekumpul, sering mengunjungi Syekh Yasin di kediamannya dan mengambil ijazah beberapa ilmu dari beliau yang merupakan ulama besar di Makkah saat itu.

Kedatangan Syekh Yasin al-Faddani ke Indonesia kala itu bertujuan untuk memberikan beberapa sanad ijazah kepada murid-muridnya yang tersebar di Nusantara. Di Martapura, beliau memberikan ijazah kepada beberapa guru dan santri di Pondok Pesantren Darussalam.

Sebelum meninggalkan Kalimantan Selatan, dengan pesawat di Bandara Syamsuddin Noor yang rencananya berangkat pada pukul 13.30 WITA, pada pukul 12.00 Syekh Yasin terlebih dahulu mampir ke rumah Guru Ijai di Keraton yang tidak jauh dari Pondok Pesantren Darussalam, untuk beristirahat.

Saat berada di rumah Guru Ijai itu sebenarnya Syekh Yasin sudah direncanakan oleh panitia kunjungan untuk diantar ziarah ke makam Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari di Kelampayan. Akan tetapi Syekh Yasin malah berujar pada mereka, "Tidak usahlah aku berziarah ke makam Syaikh Muhammad Arsyad, sebab aku sudah bertemu dengan beliau di rumah Guru Zaini ini."

Karena tidak jadi berziarah, pembicaraan antara Guru Ijai dan Syekh Yasin pun berlanjut sampai jam menunjukkan pukul 13.00 WITA. Karena jadwal keberangkatan sudah mepet, Bapak Fakhruddin Akasah selaku panitia kunjungan menjadi gelisah. Bapak Fakhruddin segera mendekati Guru Ijai yang sedang menjamu Syekh Yasin. Kegelisahannya itu malah dibalas Guru Ijai dengan perkataan, "Aku handak melajari ikam nah beiman, bahwa jangan takutan sidin telambat" (Aku hendak mengajari kamu untuk percaya, jangan takut kalau beliau terlambat ke bandara).

Perkataan Guru Ijai ini tentu saja semakin membuat Bapak Fakhruddin bingung. Waktu ia rasakan semakin cepat berputar, bagaimana ia dapat bertanggungjawab bila Syekh Yasin terlambat ke bandara. Apalagi di rumah Guru Ijai belum ada telepon yang dapat ia gunakan untuk mengkonfirmasi jadwal kedatangan dan keberangkatan pesawat. Kerisauan ini ditambah lagi perihal istri Syekh Yasin sendiri, yaitu Ibu Aminah yang aslinya adalah orang Banjar (dzuriyat keempat Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari), sedang diajak jalan-jalan oleh Ibu Siti Rahmah kakak kandung Guru Ijai untuk membeli beberapa souvenir di Pasar Martapura, belum juga datang. Akhirnya Bapak Fakhruddin Akasah hanya bisa pasrah, walau dengan hati gundah.

Satu setengah jam dari waktu semestinya pesawat sudah berangkat, barulah pembicaraan mereka selesai. Syekh Yasin pun diantar oleh Guru Ijai dan ulama Martapura lainnya ke Bandara Syamsuddin Noor. Rasa gundah Bapak Fakhruddin Akasah akhirnya terobati setelah sampai di bandara. Ternyata jadwal pesawat diundur sampai pukul 17.00 WITA karena molor mendarat ke Bandara Syamsuddin Noor. Ia segera membenarkan perkataan Guru Ijai sebelumnya, bahwa tidak usah takut Syekh Yasin terlambat. Karena terbukti yang terlambat adalah pesawatnya, bukan keberangkatan mereka.

 

Sumber: Sahifa Penerbit