Imam Al-Ghazali Vs Emile Durkheim

 
Imam Al-Ghazali Vs Emile Durkheim

 

LADUNI.ID,PENDIDIKAN- Dengan demikian pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan moral sejalan dengan filsafatnya yang religius dan sufistik. Amin Abdullah dalam bukunya Filsafat Etika Islam, antara al-Ghazali dan Kant juga menyatakan bahwa konsepsi al-Ghazali tentang etika (moral) bercorak mistis.

 

Sumber moral adalah wahyu dan  al-Ghazali menolak rasio sebagai prinsip pengarah dalam tindakan etis manusia. Dalam hal ini peran rasio tidak dibutuhkan secara optimal. Jika dibutuhkan, itupun hanya bersifat periferal. Al-Ghazali lebih memilih wahyu dan bahkan menekankan pentingnya pembimbing moral (Mursyid) sebagai pengarah utama bagi orang-orang pilihan dalam mencapai keutamaan mistis.

 

Berbeda dengan al-Ghazali, Emile Durkheim seorang ahli dan praktisi pendidikan, filsuf moral,  dalam pemikirannya tentang pendidikan moral lebih memilih masyarakat sebagai pemilik otoritas moral dalam rangka mengembangkan dan merealisasikan hakekat diri manusia.

 

Penegasan Durkheim semacam ini, merujuk pada pendekatan spiritualisme sosiologis, yaitu sebuah kepercayaan bahwa sifat dan kepentingan dari keseluruhan dan dari masing-masing individu yang membentuk keseluruhan tidaklah sama. Dengan demikian, kendati masyarakat merupakan  gabungan dari unsur individu, tetapi ia tetap berbeda bahkan membentuk fenomena baru yang bersifat sui generis (unik).

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Penggiat Masalah Pendidikan dan Keagamaan Asal Dayah Mudi Masjid Raya Samalanga, Aceh