Karakteristik Santri yang Autentik

 
Karakteristik Santri yang Autentik
Sumber Gambar: tebuireng.online, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Setiap orang yang berstatus "santri" harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk membersihkan pemikiran dari hal-hal yang merusak keimanan.

Imam As-Syafi’i mengatakan dalam salah satu syairnya, “Jika Anda tidak menyibukkan diri dengan kebenaran, maka ia (waktu) akan menyibukkan Anda dengan kebatilan”.

Imam Al-Ghazali merumuskan adab utama seorang santri pemula, yakni harus diringi dengan tirakat mensucikan jiwa. Karena ilmu adalah ibadah hati, atau shalatnya hati. Suatu shalat tidak sah bila anggota badan atau baju ada najis. Begitu pula mencari ilmu tidak sah (tidak akan sukses) jika hati ada najisnya. (Ihya’ Ulumuddin, Juz 1, hlm. 67)

Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari menulis kitab penting yang menjadi pedoman bagi para santri, sekaligus bagi para kiyai, yakni Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim (Adab Santri dan Guru). Salah satu adab yang menjadi ruh perjuangan santri dalam belajar agama adalah harus dengan niat taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT, menyebarkan ilmu, menghidupkan agama Islam, menyebarkan hukum Allah SWT, dan menunjukkan kebenaran.

"Orang berilmu adalah orang yang niat belajarnya karena mencari ridho Allah SWT, bersih hatinya, dan wara’. Bukan bermaksud untuk kepentingan duniawi, seperti untuk memperkaya, mendapatkan jabatan dan memperbesar pengaruh di hadapan orang lain. Bahkan, memperbanyak tidur dan makan bukanlah adab seorang santri karena hal itu akan menghalangi ilmu. Niat yang benar dan membersihkan hati merupakan adab santri terhadap dirinya." (Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allim, hlm. 25-26).

Menurut KH. Hasani Nawawie, Sidogiri, beliau mengatakan, “Berdasarkan peninjauan tindak langkahnya adalah orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan mengikuti sunnah Rasul serta  teguh pendirian. Ini adalah arti dengan bersandar sejarah dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan diubah selama-lamanya. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui atas kebenaran sesuatu dan kenyataannya.” Pernyataan tersebut sebagaimana tertulis di dalam pesantren Sidogiri dan menjadi prinsip yang dipegang teguh oleh setiap santri.

Sedangkan menurut KH. Kholil Nawawi, santri pesantren harus teguh dan kuat dalam memegang ajaran Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Artinya, santri itu tidak mudah mengikuti pemikiran baru di luar ajaran salaful ummah. Justru, santri merupakan pejuang untuk menegakkan ajaran para ulama salafnya.

Meskipun demikian adanya, tapi menurut pandangan KH. Ma’ruf Amin bahwa santri itu tidak selalu orang yang mengaji kitab di pondok pesantren, tapi mereka yang bisa juga disebut santri ialah orang-orang yang mengikuti para kiyai dan selalu berjuang serta setuju pada pemikiran kaum santri. “Santri adalah orang-orang yang ikut kiyai, apakah dia belajar di pesantren atau tidak, tapi ikut kegiatan kiyai, manut pada kiyai, itu bisa dianggap sebagai santri”. 

Tak hanya itu, santri dengan jiwa dan raga, juga harus menunjukkan rasa cinta tanah air sebagai bentuk perjuangannya untuk bangsa dan negara. Bentuk rasa cinta tanah air salah satunya ialah tidak mudah tersusupi oleh paham atau ideologi yang dapat memecah kesatuan dan persatuan bangsa. Cinta tanah air juga dibuktikan dengan akhlak santri yang selalu menebarkan kebaikan dan menyingkirkan keburukan. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 22 Oktober 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim