Pelukis Widi S. Martodiharjo yang Mempunyai Jiwa Aktivis

 
Pelukis Widi S. Martodiharjo yang Mempunyai Jiwa Aktivis

LADUNI.ID, Jakarta - Widi S. Martodiharjo adalah seorang pelukis kelahiran Wonosobo pada 10 Maret 1975. Pria jebolan FSRD Universitas Pasundan beberapa tahun silam rupanya memantapkan hati sebagai seniman. Beberapa karyanya juga sudah dipajang pada beberapa acara pameran, baik pameran tunggal maupun pameran bersama. Pada 2009 mengadakan pameran tunggal yang bertajuk "Reborn" di Ganesha Gallery, Four Season Resort, Jimbaran Bali.

Pada 2010 juga mengadakan pameran tunggal yang bertema "Trnasforma[self]" di Gallery Esp' Art CCF (Pusat Kebudayaan Perancis) Bandung. Sampai pameran tunggal pada tahun 2017 dengan judul tema “The Beat Of Nusantara” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Widi juga beberapa kali berkolaborasi dalam pameran bersama.

Pameran yang cukup menarik pada 2016 yang bertajuk "In Between: God, Man and Nature", di Bentara Budaya, Jakarta. Widi melukis dengan alat yang berbeda, yaitu dengan ballpoin. Kemudian untuk kanvasnya menggunakan kertas coklat pembungkus makanan.

Pada saat itu Widi hanya ingin ‘mengkritik’ para kolektor dan seniman. Karena masih sangat jarang karya yang berbentuk on paper, termasuk sulitnya proses menjualnya. Dengan pameran tersebut Widi ingin menyadarkan publik.

Lukisan Widi seringkali mengangkat tema terkait dengan esensi hubungan antar manusia, manusia dengan alam, manusia dengan Pencipta, serta manusia dengan dirinya sendiri. Widi juga pada tanggal 19 Agustus 2018 mendapatkan amanat sebagai Duta Budaya Lesbumi Kota Depok.

Menurut Kang Ade, Sekretaris Lesbumi Kota Depok,”Piagam Duta Budaya diberikan ke Mas Widi karena menurut sahabat Lesbumi Kota Depok, selain karena karyanya seringkali bertema esensial tentang makrokosmos dan mikrokosmos, juga selain Pelukis, Mas Widi itu aktifis. Terbukti seringkali Mas Widi mengajarkan ke anak-anak kecil, ada unsur transfer knowledge disitu. Mengajarkan seni sebagai bahasa kejujuran”.

Sebagai aktifis pelukis, Widi seringkali bercengkerama dengan anak-anak. Kerinduan akan cat, kanvas, serta alat-alat lukislah yang menggerakkannya. Anak kecil menurut Widi memiliki imajinasi yang mendalam, menurutnya anak kecil jangan diajarkan hanya menggambar dua gunung, tengahnya jalan, tepinya sawah.

Widi pelukis yang mahir mengulik berbagai medium di atas kanvas dalam acara Festival Kopi Al-Munawar pada 2016 silam. Widi mengajarkan masyarakat dengan teknik lukis sederhana bermodal bubuk kopi, air, kuas, sehelai kertas, dan segudang kreativitas. Bulan September 2018, Widi melakukan perjalanan ke Eropa.

Salah satunya bertandang ke Berliner Dom di Berlin dalam perjalanan karyanya. Berliner Dom atau sering dikenal sebagai Katedral Berlin merupakan nama pendek untuk Gereja Paroki Agung yang terletak di Berlin, Jerman. Widi merespon bentuk dan suasana Berliner Dom yang dituangkan pada kanvas. Bangunan Berliner Dom sendiri memiliki tinggi 98 meter yang dibuka pada tahun 1905.

Pada bulan Juni 2019 sebagian besar karya Widi akan dipamerkan di Bentara Budaya Yogyakarta. Adapun tema yang diusung adalah “Pulang”. Menurut Widi, “sejauh apapun manusia berjalan, pulang adalah sebuah hal yang dirindukan”.

Pembeli yang akan membeli karyanya akan melalui proses diskusi dengan widi terlebih dahulu. Jiwa seniman dan aktifis menyatu dalam dirinya sebagai pelukis.