Landasan Hukum Islam terkait Peringatan Haul Ulama

 
Landasan Hukum Islam terkait Peringatan Haul Ulama
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Banyak sekali tradisi haul diselenggarakan oleh masyarakat, khususnya haul para ulama atau wali yang masyhur. Tradisi ini sudah menjadi kebiasaan yang tak bisa ditepis dan dihilangkan sama sekali, meski tidak sedikit orang yang mengkritik. Di antara agenda haul yang sangat populer dan dihadiri oleh ratusan ribu orang adalah Haul Solo, Haul Guru Sekumpul, Haul Mbah Hamid Pasuruan, dan masih banyak lagi haul para ulama dan wali yang peringati. Tidak saja untuk mengenang sosok yang sholeh itu, melainkan juga meneladani dan berharap keberkahan dari agenda yang isinya adalaha dzikir, doa, kisah-kisah mulia, sedekah dan hal-hal positif lainnya. 

Lalu apa landasan hukum semua itu dalam perspektif Islam?

Metode penetapan hukum masalah peringatan haul tersebut adalah menggunakan 'ilhaq', yaitu menyamakan dengan hukum yang terdapat dalam penjelasan ulama Syafi'iyah, yakni masalah Ratsa' atau Tartsiah (memuji).

Mengenai hal ini, dalam keputusan Muktamar NU, tradisi haul itu bisa dianalogikan dengan hukum Ratsa' atau Tartsiah ketika haul sebagai sarana untuk menyampaikan perjalanan hidup para ulama:

ﻭَﻳُﻜْﺮَﻩُ ﺗَﺮْﺛِﻴَﺔُ اﻟْﻤَﻴِِّﺖِ ﻛَﻤَﺎ ﺫَﻛَﺮَﻩُ اﻟْﻤُﺘَﻮَﻟِﻲُ ﻭَاﻟﺮُّﻭْﻳَﺎﻧِﻲ ﻓِﻲ اﻟْﺒَﺤْﺮِ ﻟِﻠﻨَّﻬْﻲِ ﻋَﻦِ اﻟْﻤِﺮَاﺛِﻲ ﻭَﻓَﺴَّﺮُﻭْﻫَﺎ ﺑِﺄَﻧَّﻬَﺎ ﻋَﺪُّ ﻣَﺤَﺎﺳِﻨِﻪِ ﺃﻱ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺻِﻴْﻐَﺔِ اﻟﻨَّﺪْﺏِ اﻟﺴَّﺎﺑِﻘَﺔِ ... ﺇِﻻ ﺇِﺫَا ﺫُﻛِﺮَ ﻣَﻨَﺎﻗِﺐُ ﻋَﺎﻟِﻢٍ ﻭَﺭِﻉٍ ﺃَﻭْ ﺻَﺎﻟِﺢٍ ﻟِﻠْﺤَﺚِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳُﻠُﻮْﻙِ ﻃَﺮِﻳْﻘََﺘِﻪِ ﻭَﺣُﺴْﻦِ اﻟﻈَّﻦِّ ﺑِﻪِ ﺑَﻞْ ﻫِﻲَ ﺣِﻴْﻨﺌِﺬٍ ﺑِﺎﻟﻄَّﺎﻋَﺔِ ﻭَاﻟْﻤَﻮْﻋِﻈَﺔِ ﺃَﺷْﺒَﻪَ ﻟِﻤَﺎ ﻳَﻨْﺸَﺄُ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﻣِﻦَ اﻟْﺒِﺮِّ ﻭَاﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﻣِﻦْ ﺛَﻢَّ ﻣَﺎﺯَاﻝَ ﻛَﺜِﻴْﺮٌ ﻣِﻦَ اﻟﺼَّﺤَﺎﺑَﺔِ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻫِﻢْ ﻣِﻦَ اﻟْﻌُﻠَﻤَﺎءِ ﻳَﻔْﻌَﻠُﻮْﻧَﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻤَﺮِّ اﻷَﻋْﺼَﺎﺭِ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺇِﻧْﻜَﺎﺭٍ

Penjelasannya kurang lebih begini:

"Makruh memuji mayit dengan syair, selama tidak mengandung meratapi mayit... Kecuali menyebutkan biografi orang alim, wara' (menjauhi hal-hal haram dan syubhat) dan sholeh, untuk mendorong meneladani hidupnya dan berprasangka baik terhadapnya. Jika demikian hal itu lebih mengarah kepada ketaatan dan wejangan, karena akan memunculkan kebaikan. Oleh karena itu hal semacam ini (Ratsa') dilakukan oleh banyak sahabat dan ulama sejak dahulu tanpa ada yang mengingkarinya." (Ibnu Hajar Al-Haitsami, Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, juz 2, hlm. 18)

Dengan demikian, jelaslah landasan hukum islam tentang peringatan haul yang bahkan bisa sampai sangat dianjurkan, sebagaimana keterangan di atas. Wallahu 'Alam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 28 Desember 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ustadz Ma'ruf Khozin (Direktur Aswaja NU Center Jawa Timur)

Editor: Hakim