Bukan Orang Alim, Jika ia Masih Punya Sifat Sombong

 
Bukan Orang Alim, Jika ia Masih Punya Sifat Sombong
Sumber Gambar: Pinterest,Ilustrasi: Laduni.id

Laduni.ID, Jakarta - Dalam beragama, kesombongan seringkali menjadi masalah yang sering terjadi dalam ibadah. Banyak orang yang terjatuh dalam kesombongan, bukan hanya karena harta, kekuasaan, atau kecerdasan. Kesombongan ini muncul ketika seseorang menganggap remeh orang lain dan merasa lebih mulia dari mereka. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin, menegaskan bahwa hakikat sombong adalah perilaku yang seharusnya dihindari.

Kita sebagai manusia seharusnya menyadari bahwa segala kebesaran, keagungan, dan kemuliaan hanya pantas dimiliki oleh Allah swt sebagai pencipta, bukan oleh makhluk-Nya. Kesombongan hanya akan menjauhkan kita dari kebenaran dan keikhlasan dalam beribadah. Sebagai umat beragama, seharusnya kita selalu merendahkan hati dan mengingat bahwa hanya Allah lah yang berhak atas segala puji dan kemuliaan.

Seorang yang dikatakan alim bukanlah hanya seseorang yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang agama, tetapi juga harus memiliki sifat rendah hati dan tawaduk. Syekh Muhammad Abdurrauf Al-Manawiy dalam kitab Faidhu Al-Qadir

وَكَفَى بِالْمَرْءِ فِقْهًا إِذَا عَبَدَ اللَّهَ وَكَفَى بِالْمَرْءِ جَهْلاً إِذَا أُعْجِبَ بِرَأْيِهِ

“Cukuplah seseorang dikatakan faqih jika dia beribadah kepada Allah, dan cukuplah seseorang dikatakan bodoh jika dia merasa kagum terhadap pikirannya.”

Makna hadis di atas menjelaskan:
"Bahwa seseorang yang beribadah kepada Allah SWT dengan tawaduk dan rendah hati karena takut kepada-Nya, meskipun mungkin dianggap bodoh atau ahli maksiat, sebenarnya telah melakukan ketaatan dengan hatinya. Hal ini menunjukkan bahwa kesempurnaan seorang individu tidak hanya terletak pada pengetahuan dan ibadahnya, tetapi juga pada akhlak dan sikap rendah hati yang dimilikinya."

Sifat sombong atau takabbur seringkali menjadi penghalang bagi seseorang untuk mencapai kesempurnaan dalam beribadah. Seseorang yang sombong cenderung merasa bahwa dirinya lebih baik daripada orang lain, sehingga sulit baginya untuk menerima nasehat dan kritik yang membangun. Hal ini membuatnya sulit untuk berkembang dan memperbaiki diri, karena ia tidak mau mengakui kesalahan dan kekurangan yang dimilikinya. Sebaliknya, seseorang yang rendah hati dan tawaduk akan lebih mudah menerima nasehat dan kritik, serta selalu berusaha untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas ibadahnya.

Sebagai umat muslim, kita harus memahami bahwa kesempurnaan iman tidak hanya terletak pada pengetahuan dan amal ibadah semata, tetapi juga pada akhlak dan sikap rendah hati yang dimiliki.
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada seberat biji sawi dari kesombongan."
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sikap rendah hati dalam menjalani kehidupan sehari-hari, terutama dalam beribadah kepada Allah SWT.

Sebagai manusia, kita seringkali tergoda untuk merasa bangga dengan pengetahuan dan amal ibadah yang telah kita miliki. Namun, kita harus selalu ingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki hanyalah karunia dari Allah SWT, dan tidak ada alasan bagi kita untuk sombong atau merasa lebih baik dari orang lain. Sebaliknya, kita harus selalu bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita, serta selalu merendahkan diri di hadapan Allah SWT.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang dikatakan alim bukanlah hanya seseorang yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang agama, tetapi juga harus memiliki sifat rendah hati dan tawaduk. Sifat sombong atau takabbur hanya akan menghalangi seseorang untuk mencapai kesempurnaan dalam beribadah, sehingga penting bagi kita untuk selalu merendahkan diri di hadapan Allah SWT dan tidak merasa lebih baik dari orang lain. Bukankah lebih baik bagi kita untuk menjadi orang yang rendah hati dan tawaduk, daripada menjadi orang yang sombong dan takabbur? Semoga kita semua dapat menjadi hamba yang taat dan rendah hati di hadapan Allah SWT. Aamiin. []

 


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 7 Januari 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

__________________

Editor: Lisantono
Sumber: 1. Kitab Faidhu al-Qadir Syarah Al-Jami' Ash-Shaghir min Ahadisi al-Basyir an-Nadzi (jilid 1 halaman 3).
               2. Kitab Ihya’ Ulumuddin