Lebih Utama Mana Menikahi Seorang Janda Atau Wanita Perawan

 
Lebih Utama Mana Menikahi Seorang Janda Atau Wanita Perawan

Laduni.ID, Jakarta - Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam, memberikan nasihat berharga kepada segenap pemuda, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud, ia berkata, "Kami pernah bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai kelompok pemuda yang tidak mempunyai apa-apa."  Beliau bersabda, "Wahai sekalian pemuda, barang siapa di antara kalian yang telah mampu maka menikahlah, karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu maka hendaknya ia berpuasa sebab puasa bisa menjadi perisai baginya." (HR. Bukhari, no. 5066; Muslim, no. 1400).

Pernikahan merupakan sunnah Nabi yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi umat Islam. Hukumnya pada kondisi tertentu bisa menjadi wajib, sunnah, makruh, bahkan bisa menjadi haram. Bagi seorang pria yang sudah waktunya menikah dan berniat mencari pasangan, bisa memilih menikahi seorang gadis atau janda. Namun, menikahi gadis bukan sebuah kewajiban dalam agama.

Anjuran ini juga berlaku untuk perempuan, mereka juga bisa mengutamakan lamaran dari pria perjaka ketimbang duda.
“Hendaklah kalian menikah dengan perawan, karena mereka lebih segar mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.” (HR Ibnu Majah).

Hadist serupa juga disebutkan dalam riwayat Ahmad.
“Dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda: Nikahilah wanita yang pengasih dan subur, karena aku berlomba dengan umat lain dengan jumlah kalian.” (HR Ahmad).

Para Ulama mengatakan, tidak ada larangan dalam Islam jika seseorang  telah menambatkan hatinya kepada orang yang sudah duda ataupun janda. Hadits yang menyarankan memilih selain keduanya itu hanyalah bersifat afdhaliyah atau yang lebih utama.
Walau memang menikahi perempuan yang masih gadis ada keutamaannya. Namun menikahi janda juga tak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan banyak lelaki yang malah lebih memilih janda daripada perawan. Semisal seorang pria ingin mencari istri yang lebih dewasa darinya sehingga bisa mengurus adik-adiknya.

Sebagaimana ketika Jabir bin Abdillah memberitahu Rasulullah SAW bahwa dirinya akan segera menikah dengan seorang janda. 

تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً فِى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَقِيتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « يَا جَابِرُ تَزَوَّجْتَ ». قُلْتُ نَعَمْ. قَالَ « بِكْرٌ أَمْ ثَيِّبٌ ». قُلْتُ ثَيِّبٌ. قَالَ  فَهَلاَّ بِكْرًا تُلاَعِبُهَا . قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِى       أَخَوَاتٍ فَخَشِيتُ أَنْ تَدْخُلَ بَيْنِى وَبَيْنَهُنَّ. قَالَ فَذَاكَ إِذًا. إِنَّ الْمَرْأَةَ تُنْكَحُ عَلَى دِينِهَا وَمَالِهَا وَجَمَالِهَا فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ


“Aku pernah menikahi seorang wanita di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu aku bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau pun bertanya, “Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah?” Ia menjawab, “Iya sudah.” “Yang kau nikahi gadis ataukah janda?”, tanya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pun menjawab, “Janda.” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kenapa engkau tidak menikahi gadis saja, bukankah engkau bisa bersenang-senang dengannya?” Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki beberapa saudara perempuan.  Aku khawatir jika menikahi perawan malah nanti ia sibuk bermain dengan saudara-saudara perempuanku. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu berarti alasanmu. Ingatlah, wanita itu dinikahi karena seseorang memandang agama, harta, dan kecantikannya. Pilihlah yang baik agamanya, engkau pasti menuai keberuntungan.” (HR. Muslim).

Keutaman Menolong Para Janda
Dari Abu Hurairah, berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

السَّاعِي عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْمَسَاكِيْنِ، كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْلِ اللهِ، وَكَالَّذِي يَصُوْمُ النَّهَارَ وَيَقُوْمُ اللَّيْلَ

                                                                                                                                           
“Orang yang berusaha menghidupi para janda dan orang-orang miskin laksana orang yang berjuang di jalan Allah. Dia juga laksana orang yang berpuasa di siang hari dan menegakkan shalat di malam hari.”(HR. Bukhari).

Termasuk dalam menolong para janda adalah dengan menikahi mereka. Namun janda manakah yang dimaksud?
Disebutkan dalam Al Minhaj Syarh Shahih Muslim (18: 93-94), ada ulama yang mengatakan bahwa “armalah” yang disebut dalam hadits adalah wanita yang tidak memiliki suami, baik ia sudah menikah ataukah belum. Ada ulama pula yang menyatakan bahwa armalah adalah wanita yang diceraikan oleh suaminya. Ada pendapat lain dari Ibnu Qutaibah bahwa disebut armalah karena kemiskinan, yaitu tidak ada lagi bekal nafkah yang ia miliki karena ketiadaan suami. Armalah bisa disebut untuk seseorang yang bekalnya tidak ada lagi. Demikian nukilan dari Imam Nawawi.

Dari pendapat terakhir tersebut, janda yang punya keutamaan untuk disantuni adalah janda yang ditinggal mati oleh suami atau janda yang diceraikan dan sulit untuk menanggung nafkah untuk keluarga. Adapun janda kaya raya, tidak termasuk di dalamnya. Keutamaan Menikahi Janda yang Ditinggal Mati Suami dan Memiliki Anak Yatim.
Tentunya kita semua tahu bahwa anak yatim adalah anak yang ditinggal mati ayahnya. Anak seperti inilah yang dikatakan yatim dan punya keutamaan untuk ditolong karena penanggung nafkahnya -yaitu ayahnya- sudah tiada. Jika ada yang menikahi janda karena ingin menolong anaknya, maka ia akan dapat keutamaan besar menyantuni anak yatim.
Dari Sahl ibnu Sa’ad, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

      أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هَكَذَا  . وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى ، وَفَرَّجَبَيْنَهُمَا شَيْئًا

“Kedudukanku dan orang yang menanggung anak yatim di surga bagaikan ini.”   [Beliau merapatkan jari telunjuk dan jari tengahnya, namun beliau regangkan antara keduanya]. (HR. Bukhari).

Dari semua uraian di atas berusaha memberikan pandangan positif terhadap perempuan. Tidak ada yang salah pada janda maupun perawan keduanya sama-sama perempuan yang berhak untuk dinikahi dengan baik. Semoga kita semua selalu didekatkan dengan hal yang baik dan selalu bisa memetik hikmah setiap kisah para tauladan.

Sumber :
Kitab Fath al-Bari Karya Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani  
Kitab Fayd al-Qadir Karya Imam al-Munawi 



Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 15 Februari Juli 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan