Hukum Menggaruk Ketika Shalat

 
Hukum Menggaruk Ketika Shalat
Sumber Gambar: Foto Istimewa

Laduni.ID, Jakarta - Shalat yang wajib kita lakukan setiap hari setidaknya adalah lima waktu yaitu shalat dzuhur, ashar, maghrib, isya, dan subuh. Dalam melaksanakan shalat terdapat beberapa aspek seperti syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkan shalat. Dalam hal yang membatalkan shalat salah satunya adalah menggerak-gerakan anggota tubuh diluar gerakan shalat dengan jumlah dan frekuensi yang banyak. Lalu bagaimana hukumnya menggaruk ketika kita sedang shalat?

Dijelaskan dalam kitab Safinatun Naja karangan Syekh Salim Ibn Sumai Al-Hadrami dalam bab hal-hal yang membatalkan shalat:

فصل) تبطل الصلاة بأربع عشرة خصلة: بالحدث، وبوقوع النجاسة إن لم تلق حالا من غير حمل، وانكشاف العورة إن لم تستر حالا، والنطق بحرفين أو حرف مفھم عمدا، وبالمفطر عمدا، والأكل الكثير ناسيا، أوثلاث حركات متواليات ولو سھوا، والوثبة الفاحشة والضربة المفرطة، وزيادة ركن فعلي عمدا، والتقدم على إمامه بركنين فعليين، والتخلف بھما بغيرعذر، ونية قطع الصلاة وتعليق قطعھا بشيء، والتردد في قطعھا

Pasal: hal-hal yang membatalkan shalat ada 14: 
1. Berhadats (seperti kencing dan buang air besar)
2. Terkena najis, jika tidak dihilangkan seketika, tanpa dipegang atau diangkat (dengan tangan atau selainnya).
3. Aurat terbuka kecuali bila langsung ditutup.
4. Mengucapkan dua huruf atau satu huruf yang dapat difahami
5. Mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa dengan sengaja
6. Makan yang banyak sekalipun lupa
7. Bergerak dengan tiga gerakan berturut-turut sekalipun lupa
8. Melompat yang luas
9. Memukul yang keras
10. Menambah rukun yang bersifat fi’liyah secara sengaja
11. Mendahului imamnya dengan 2 rukun yang bersifat fi’liyah
12. Tertinggal imam dengan dua rukun yang bersifat fi’liyah tanpa adanya udzur
13. Niat membatalkan dan menggantungkan sholat karena suatu hal (misal, niat jika turun hujan akan membatalkan sholat) dan
14. Mensyaratkan berhenti sholat dengan sesuatu dan ragu dalam memberhentikannya.

Baca Juga: Syarat dan Rukun Shalat yang Wajib Diketahui

Dalam kitab Fathul Qorib dijelaskan bahwa salah satu hal yang membatalkan shalat adalah gerakan yang dilakukan secara terus menerus:

(والعمل الكثير)
المتوالي كثلاث خطوات عمداً كان ذلك أو سهواً، أما العمل القليل فلا تبطل الصلاة به

"Gerakan yang banyak dan terus menerus seperti tiga jangkahan, dengan sengaja ataupun lupa. Sedangkan gerakan badan yang sedikit, maka tidak sampai membatalkan sholat"

Dari kedua kitab tersebut dijelaskan salah satu dari hal yang membatalkan shalat adalah bergerak dengan tiga gerakan berturut-turut. Maksudnya dalam pandangan ulama Madzhab Syafi'i adalah ketika kita menggerakan anggota tubuh kita sebanyak tiga kali secara beriringan serta tanpa jeda yang cukup lama.

Berbeda halnya ketika tiga gerakan tersebut dilaksanakan secara terpisah atau dengan jeda cukup lama. Sekiranya gerakan pertama dianggap sudah terputus dari gerakan kedua, maka gerakan yang pertama sudah tidak dihitung lagi. Terputusnya suatu gerakan dalam shalat, menurut Imam Al-Baghawi adalah ketika terdapat jeda sekitar satu rakaat shalat. Ketentuan ini seperti halnya yang dikutip oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya Raudhah At-Thalibin wa ‘Umdah Al-Muftin:

وحد التفريق أن يعد الثاني منقطعا عن الأول وقال في التهذيب عندي أن يكون بينهما قدر ركعة

"Batasan suatu gerakan dianggap terpisah adalah saat gerakan kedua dianggap terputus dari gerakan pertama. Imam al-Baghawi berkata dalam kitab at-Tahdzib, ‘Menurutku (dua gerakan dianggap terputus itu) sekiranya di antara kedua gerakan berjarak sekitar satu rakaat.”

Baca Juga: Hukum Shalat tanpa Penutup Kepala

Dalam kitab Fathul Mu'in dijelaskan lebih rinci tentang penghitungan jumlah gerakan dalam shalat sebagai berikut:

وإمرار اليد وردها على التوالي بالحك مرة واحدة، وكذا رفعها عن صدره ووضعها على موضع الحك مرة واحدة أي إن اتصل أحدهما بالآخر، وإلا فكل مرة، على ما استظهره شيخنا

"Menggerakkan tangan dan mengembalikannya secara beriringan dihitung satu hitungan, begitu juga mengangkat tangan dari dada dan meletakkan tangan di tempat menggaruk dihitung satu hitungan jika dilaksanakan secara langsung (ittishal), jika tidak langsung maka setiap jeda dihitung satu kali hitungan. Ketentuan ini berdasarkan penjelasan yang dijelaskan oleh guruku (Imam Ibnu Hajar)"

Gerakan-gerakan tersebut tidak termasuk gerakan-gerakan kecil. Ketentuan gerakan yang dimaksud di atas tidak termasuk gerakan kecil seperti gerakan jari dan bibir. Sehingga menggaruk menggunakan jari walaupun dilakukan berulang diperbolehkan selama telapak tangan tidak ikut bergerak.

Namun demikian hal itu dihukumi makruh. Dalam kitab Fathul Mu'in lebih ;anjut dijelaskan:

لا( تبطل )بحركات خفيفة( وإن كثرت وتوالت، بل تكره، )كتحريك( أصبع أو )أصابع( في حك أو سبحة مع قرار كفه، )أو جفن( أو شفة أو ذكر أو لسان، لانها تابعة لمحالها المستقرة كالاصابع

"(Shalat) tidak batal dengan gerakan yang ringan, meskipun dalam jumlah yang banyak dan dilakukan beriringan, hanya saja dihukumi makruh. Seperti menggerakkan satu jari atau beberapa jari untuk menggaruk (kulit) atau bertasbih besertaan tetapnya (tidak bergeraknya) telapak tangan. Atau bergeraknya pelupuk mata, bibir, zakar, dan lisan, karena bagian tubuh tersebut mengikuti terhadap tempat menetapnya, seperti jari-jari (mengikuti tangan)"

Baca Juga: Shalat dalam Bahasa Indonesia, Sahkah?

Hal sama juga berlaku jika gerakan yang dilakukan adalah gerakan yang tidak bisa dihindarkan seperti gerkan akibat kaget atau menggaruk karena tidak tahan. Gerakan-gerakan tersebut masih bisa dimaafkan dan tidak membatalkan shalat karena masuk dalam kategori darurat. Hal ini dijelaskan dalam kitab Fathul Mu'in:

وخرج بالأصابع الكف، فتحريكها ثلاثا ولاء مبطل، إلا أن يكون به جرب لا يصبر معه عادة على عدم الحك فلا تبطل للضرورة. قال شيخنا: ويؤخذ منه أن من ابتلي بحركة اضطرارية ينشأ عنها عمل كثير سومح فيه.

"Dikecualikan dengan perkataan ‘jari-jari’ yakni telapak tangan, maka menggerakkan telapak tangan tiga kali secara beriringan dapat membatalkan shalat, kecuali ketika seseorang merasa gatal-gatal yang tidak sabar secara adat untuk tidak menggaruknya, maka dalam keadaan demikian (menggerak-gerakkan telapak tangan) tidak membatalkan shalat karena dianggap darurat. Guruku (Ibnu Hajar al-Haitami) berkata: ‘Berdasarkan hal tersebut maka orang yang diberi cobaan berupa gerakan refleks yang memunculkan perbuatan yang banyak maka dianggap sebagai hal yang dimaafkan"

Wallahu A'lam


Sumber:
1. Kitab Safinatun Naja
2. Kitab Fathul Qorib
3. Kitab Fathul Mu'in