Ketua GP Ansor Sumenep: Ramadan, Bulan Penuh Hikmah dan Barokah

 
Ketua GP Ansor Sumenep: Ramadan, Bulan Penuh Hikmah dan Barokah

LADUNI.id, Sumenep – Ketua GP Ansor Sumenep M. Muhri Zain mengatakan, jika semua hari itu penuh berkah, maka hari Jum’at adalah hari yang paling berkah. Dan jika semua bulan penuh akan hikmah, maka semua hikmah terdapat pada bulan Ramadan.

Alumni Ponpes Annuqayah Guluk-Guluk ini menegaskan, kesempatan untuk menikmati bulan Ramadan harus dimanfaatkan betul. Sebab pada bulan ramadan adalah bulan yang langka. Selain banyak begitu nikmat dan rejeki, ramadan juga menyiapkan pahala yang berlipat ganda.

“Tidak usah terlalu jauh sampai kesitu, saat H-3 ramadan akan tiba, aroma hikmah itu seolah menggema dimana-mana. Harumnya begitu dekat dengan hidung, hati seakan mulai damai, dan pikiran juga mulai tenang. Itu menjadi bukit, bahwa ramadan adalah bulan penuh hikmah,” jelasnya.

Mereka yang merasakan aroma itu tentu adalah orang-orang yang sudah siap menerima dan menjalankan perintah Allah.

Mungkin tidak salah ketika menyelisik seruan dalam surat al-Baqarah ayat 183, yiatu “amanu” atau orang-orang yang selalu siap untuk menerima dan menjalankan perintah Allah, bahkan mereka merasakan bahwa perintah tersebut sebagai sebuah kebutuhan mereka dalam kehidupan, sehingga kerinduan yang menggebu-gebu terhadap Ramadan menjadi motivasi yang kuat supaya kedatangannya secepat mungkin.

Dan orang-orang seperti itu yang dimaksud dalam hadis Rasul “Barangsiapa yang yang hatinya gembira dengan datangnya bulan Ramadan maka Allah mengharamkan tubuhnya atas api neraka,”.

Jika dari setiap manusia ada yang merasa gelisah dan gundah dengan hadirnya bulan ramadan, bahkan banyak pertimbangan dalam pikiran, tipologi manusia semacam itu adalah mereka yang menuruti keinginan hawa nafsunya.

“Sebab kekhawatiran dan keengganan hadirnya bulan Ramadan, mungkin karena pada siangnya mereka tidak lagi boleh makan dan minum, merokok, melakukan hubungan suami isteri, mencela orang lain, dan sebagainya yang terkait dengan membatalkan puasa atau pahalanya. Sehingga benar, dalam bulan Ramadan, masih banyak dari kita lalai, bahkan tak sedikit yang tidak berpuasa. Sungguh, rugi jika begitu,” ungkapnya.

Padahal, kata Muhri, sejatinya sebagai seorang muslim yang mengakui kewajiban puasa tentunya harus bersikap mengagungkan dan memeriahkan datangnya bulan suci tersebut. Kegembiraaan itu tidak hanya dengan pernyataan belaka, tetapi yang paling penting menerjemahkannya dalam bentuk sikap dan amal perbuatan.

Salah satu anjuran untuk memasuki bulan suci Ramadan, lanjut Muhri adalah program pensucian diri baik itu yang bersifat vertikal berkenaan dengan dosa-dosa kepada Allah maupun yang bersifat horizontal yang terkait dengan manusia. Semua itu dilakukan dengan tujuan agar kiranya kita memasuki Ramadhan itu dengan kesucian, ketulusan, keikhlasan dan ketenangan.

“Logikanya, puasa adalah bulan yang suci maka seharusnya orang yang menyambutnya suci pula sehingga akan terbentuk suatu suasana dan kondisi di tengah masyarakat yang melambangkan kesucian. Bahkan al-Qur’an sendiri menganjurkan agar umat bersegera untuk bertaubat dan memohon ampun kepada Allah dengan segala perbuatan dosa yang telah dilakukan,” paparnya.

Hal ini tercermin dalam surat al-Imran ayat 133: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu dan kepoada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”. (soe/ibn)