Menyelamatkan Demokrasi dan Mengambil Jarak dari Media Sosial

 
Menyelamatkan Demokrasi dan Mengambil Jarak dari Media Sosial

Oleh HUSNUL MUTTAQIN

LADUNI.ID, Jakarta - Salah satu sisi gelap media sosial adalah kemampuannya mengamplifikasi hampir segala hal, termasuk konflik, hoaks, kekerasan, kebencian, teror dan irrasionalitas.

Itu semua bermula dari munculnya ide personalisasi yang dimulai oleh Amazon dan Google yang kemudian diikuti oleh semua media sosial. Teknologi personalisasi ini dimungkinkan oleh kemampuan algoritma untuk mempelajari dan mengenali aktivitas penggunanya. Melalui mekanisme ini, media sosial lalu menciptakan filter bubble yang mengisolasi penggunanya di dalam pandangan dan halusinasinya sendiri.

Informasi-informasi tak jelas dan irrasional, "berkat" filter bubble, akan tampak sebagai kebenaran tak terbantahkan. Filter bubble membawa pengguna makin terperosok ke dalam kondisi ketidaksadaran atas realitas halusinatifnya.

Apa yang menyesakkan adalah bahwa melalui kemampuan personalisasi (algoritma), para raksasa media sosial mengeruk keuntungan material melimpah ruah, sementara pada saat yang sama demokrasi terancam bubar oleh amplifikasi hoax, kebencian, konflik, dan irrasionalitas.

Bagi sebagian orang, berhenti secara total dari media sosial adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari jerat filter bubble.

Boleh jadi pemblokiran sementara beberapa fitur media sosial oleh pemerintah dapat memaksa kita untuk istirahat sejenak dan mengambil jarak sejengkal dari filter bubble kita dan mengembalikan nalar kita. Nalar sehat perlu tampil kembali dan merebut kedaulatan atas kepala kita.

NB: Sorry, mestinya butuh tulisan yang lebih detail soal ini. Tapi sebagai referensi lanjutan, kawan-kawan dapat membaca Eli Pariser, Filter Bubble: What the Internet is Hiding from You.


Tulisan ini diambil dari laman akun Facebook Husnul Muttaqin, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya.