Mudik Asyik Bebas Sampah Plastik

 
 Mudik Asyik Bebas Sampah Plastik

LADUNI. ID, KOLOM-Istilah mudik sudah tidak asing lagi di telinga. Menurut KBBI mudik berarti pergi ke pedalaman atau pulang ke kampung halaman bagi mereka yang perantau. Istilah mudik sangat sering digunakan oleh mereka yang tinggal di perko­taan dan ingin kembali ke kampung halaman dalam rang­ka silaturahmi di momen-momen tertentu termasuk leba­ran.

Setiap perantau sudah me­ren­canakan jauh-jauh hari keberangkatan mereka terma­suk transportasi dan akomodasi selama pulang kampung. Tidak jarang juga, para perantau akan membawa seluruh keluarga besar mereka yang ada di kota untuk mudik bersama ke kam­pung halaman. Tradisi ini sudah lama berlangsung dan tetap terjaga sampai saat ini.

Perjalanan pulang kam­pung biasanya menghabiskan waktu yang tidak cepat. Mengi­ngat di momen mudik ini akan sangat banyak perantau yang juga pulang kampung menggu­nakan kendaraan pribadi, bis, ataupun kereta. Akibatnya jarak tempuh akan sedikit lebih panjang dari biasanya karena macetnya jalan raya.

Meskipun banyak juga yang mengguna­kan jalur udara dan air. Bisa dikata­kan bahwa semakin panjang jarak tempuh dan semakin lama waktu tempuh maka dibutuhkan makanan dan minuman sepa­njang perjalanan.

Berdasarkan pengalaman dari waktu-waktu sebelumnya, edisi mudik kerap dihiasai dengan berlimpahnya tumpukan sampah dan merusak ling­kungan. Aneka macam sampah berupa plastik tempat makan, kantong plastik, botol plastik, ataupun tisu yang berlebihan kerap ditemukan di sepanjang jalur yang ramai pemudik seperti jalan tol, rest area, atau tempat-tempat perhentian ber­kendara.

Pemerintah melalui Ke­men­terian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) me­nge­luarkan satu himbauan kepada masyarakat khususnya para pemudik agar tetap me­njaga keselamatan diri sendiri dan keselamatan alam dan ling­kungan sepanjang perjalanan pulang kampung. KLHK meng­himbau agar pemudik tetap menjaga kebersihan tanpa membuang sampah di jalanan atau di sembarang tempat yang dikunjungi. Di tahun 2018 Pelaksanaan mudik tanpa sam­pah pun sudah diatur dalam surat edar­an Nomor: SE.2/PSLB3/PS/PLB.0/6/2018.

Tahun lalu Vivien Ratnawati selaku Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 KLHK mengatakan bahwa sehubung­an dengan dilakukannya kam­panye na­sio­nal bebas sampah dan bagaimana me­ngen­dalikan sampah plastik, yang juga bertepatan dengan terjadinya arus mudik lebaran dapat meningkatkan timbunan sam­pah di fasilitas umum, perlu dihimbau dan dimotivasi agar masyarakat men­cipta­kan satu gaya hidup berupa mudik bebas sampah. Tahun 2019, KLHK kembali menyuarakan kampa­nye bebas sampah plastik kepada para pemudik.

Tema yang diusung ialah “Mudik Asik Tanpa Sampah Plastik”. Mudik yang diha­rapkan ialah mudik yang tertip dan bersih sehingga tidak menimbulkan masalah yang meru­gikan banyak pihak. Fo­rum Badan Koordinasi Kehu­masan Pemerintah meminta agar masyarakat lebih peduli terhadap sampah plastik. Kam­panye ini didengungkan di seluruh media iklan, termasuk radio-radio di ibukota demi mendorong pemudik tertib dengan sampah plastik.

Pada Forum Tematik Bakohumas yang diadaikan pada tanggal 28 Mei 2019 di Jakarta, Vivien membukakan data terbaru dari Kementerian Perhubu­ng­an bahwa jumlah pemudik lebaran 2019 men­capai 23 juta orang. Jika dihu­bungkan dengan data KLHK, maka timbunan sampah tahun ini bisa mencapai 16,100 ton per hari dengan perhitungan setiap orang menghasilkan 0,7 kilogram sampah setiap harinya. Itu sebabnya pemerintah begitu gencar melakukan kampanye ini demi mengurangi penggu­na­an plastik sekali pakai, karena dapat membahayakan banyak pihak, termasuk alam dan manusia itu sendiri.

Semakin luas kampanye ini disebar maka akan semakin besar dampak positif yang didapatkan. Salah satu cara yang dipakai ialah dengan sosial media dan konten-konten kreatif yang disebarluas­kan oleh ma­sing-masing kementerian atau lembaga terkait. Vivien juga meng­himbau agar semua pihak berperan aktif termasuk para gubernur, bupati, dan walikota guna mewujudkan mudik bebas sampah plastik di daerah ma­sing-masing.

Lebih baik mencengah daripada mengobati. Kalimat tersebut sudah tidak asing di telinga kita. Bisa dikatakan sudah didengar sejak lama sehingga anak-anak sampai orangtua pun sudah meng­hafalnya. Akan tetapi sebe­narnya itulah yang harus diker­jakan sehingga permasa­la­han sampah bisa terselesaikan. Masalah sampah di tahun sebelumnya juga cukup menyita perhatian banyak pihak. Mi­salnya pada tahun 2017 jumlah sampah di Indonesia mencapi 65,8 juta ton. Di tahun 2018 mencapai 66,5 ton. Apabila sesuai dengan proyeksi KLHK maka di tahun 2025 sampah akan mencapai 70,8 juta ton. Itulah adalah angka yang sangat memprihatinkan.

Sudah waktunya kita mem­buka mata untuk hal tersebut. Bayangkan saja di tahun 2017 sampah yang dapat dikelola oleh pemerintah hanya mencapai 67 %, artinya ada sisa yang tidak terkelola yang akhirnya ada di sungai dan laut. Hingga saat ini penanganan sampah masih “bocor” dan belum ditangani dengan baik.

***Christina Ester M Hutabarat