Penjelasan Rukun Wudhu Menurut Imam Safi’i

 
Penjelasan Rukun Wudhu Menurut Imam Safi’i
Sumber Gambar: Ft: palopopos.fajar.co.id

LADUNI.ID, Jakarta - Berwudhu merupakan Syarat Sah Shalat sehingga jika kita mengerjakan suatu Shalat tetapi tidak Berwudhu terlebih dahulu maka Shalat yang kita kerjakan akan sia-sia atau mubah atau tidak sah.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Bersabda :  
” Tidak diterima Sholatmu tanpa Bersuci atau Wudhu (HR. Imam Muslim) dan ” Bersuci atau Berwudhu adalah sebagian dari iman (HR. Imam Muslim). Sedangkan untuk Keutamaan Berwudhu dan Manfaat Wudhu sendiri sudah banyak diterangkan di dalam Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam seperti ” Barang Siapa yang Berwudhu secara Sempurna, maka dosa-dosa’nya akan gugur atau hilang di jasad-nya hingga keluar juga dari bawah kuku-kuku’nya (HR. Imam Muslim) dan  “Sungguh Umat ku kelak akan datang pada hari kiamat dalam keadaan muka dan kedua tangannya kemilau bercahaya karena bekas Berwudhu ”’.

Rukun Wudhu

فُرُوْضُ سِتَّةٌ:

الأَوَّلُ: النِّيَّةُ.

الثَّانِيْ:غَسْلُ الْوَجْهِ.

الثَّالِثُ: غَسْلُ الْيَدَيْنِ مَعَ الْمِرْفَقَيْنِ.

الرَّابعُ: مَسْحُ شَيْءٍ مِنَ الرَّأْسِ.

الْخَامِسُ: غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ مَعَ الْكَعْبَيْنِ.

السَّادِسُ: التَّرْتِيْبُ.

 Fasal: Fardhu (rukun) wudhu ada enam, yaitu: [1] niat, [2] membasuh wajah, [3] membasuh dua tangan hingga siku, [4] mengusap sebagian kepala, [5] membasuh dua kaki hingga mata-kaki, dan [6] tertib (berurutan).

Allah SWT Berfirman dalam QS. Al-Maidah 5:6


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ (٦)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nimat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah 5:6)

Wudhu secara bahasa berarti membasuh sebagian anggota tubuh, diambil dari kata wadho'ah, yaitu kebaikan dan keindahan.

Secara istilah syari, wudhu adalah:

اِسْمٌ لِغُسْلِ أَعْضَاءٍ مَخْصُوْصَةٍ بِنِيَّةٍ مَخْصُوْصَةٍ

Artinya: Membasuh sebagian anggota tubuh tertentu dengan niat tertentu.

 

الأَوَّلُ: النِّيَّةُ.

[1] Niat

Niat secara bahasa berarti al-qashdu, keinginan.
Niatnya adalah:

قَصْدُ الشَّيْءِ مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ

 qashdus syai' muqtarinan bi fi'lihi, artinya: berkeinginan pada sesuatu yang bersamaan dengan perbuatannya.

Tempat Niiat: Dalam hati.
Waktunya: Awal ibadah kecuali amalan puasa.
Dan Cara-cara niat itu berbeda-beda sesuai ibadah yang diniatkan.

Syarat-syarat niat itu ada enam:
1.Orang yang merekomendasikan adalah muslim
2.Orang yang menyarankan sudah tamyiz.
3.Mengetahui apa yang diniatkan.
4.Tidak ada menafikan.
5.Tidak dikaitkan (ta'liq) untuk memutuskan niat dengan sesuatu
6.Tidak ada keraguan dalam memutuskan niat.

Maksudnya:
1. Membedakan adat (kebiasaan) dan ibadah, seperti duduk di masjid bisa diniatkan iktikaf atau istirahat.
2. Membedakan tingkatan ibadah, seperti ibadah fardhu dari sunnah.

Niat wudhu adalah:
-Mengangkat hadats kecil, atau
-Bersuci untuk shalat, atau
-Bersuci untuk menjalankan wajib wudhu.

Niat di atas berlaku jika tidak terdapat hadats terus menerus (da-imul hadats). Namun, ketika ada hadats terus menerus, maka niatnya adalah istibah fardhash shalah (diperbolehkan fardhu shalat) atau semacamnya.

Niat itu dimulai pada mencuci wajah.

الثَّانِيْ:غَسْلُ الْوَجْهِ.

[2] Membasuh wajah

Wajah itu dari ujung tumbuh rambut kepala dan akhir lahyayni (dagu), lebarnya antara dua telinga. Lahyayni yaitu tulang tumbuh gigi bawah.
Wajah disebut demikian karena digunakan untuk bertatap muka. Yang dimaksud adalah membasuh wajah baik kulit dan jenggot. Maka wajib menyampaikan air hingga ke bagian dalam rambut yang tebal atau tipis. Kecuali bagian jenggot (lihyah) dan cambang ('aaridh) laki-laki yang tebal, cukup dibasahi bagian luarnya saja. Jenggot yang tebal (al-katsif) adalah janggut yang kulitnya tidak terlihat saat sedang berhadapan dan bercakap. Bagian zhahir jenggot yang tebal adalah bagian rambut teratas yang disejajarkan dengan wajahnya, ini wajib dibasuh. Sedangkan bagian dalam jenggot tidaklah wajib dibasuh.

Rambut wajah itu ada 20 :
1. Ghamam (الغَمَمُ), yaitu rambut yang tumbuh di dahi.
2-3. Haajibaan (الحَاجِبَانِ), yaitu rambut yang tumbuh di atas kedua mata. Kita sebut dengan alis.
4-5. Khoddaan (الخَدَّانِ) yaitu rambut yang tumbuh di pipi dinamakan sesuai nama tempat tumbuhnya. Kita sebut dengan rambut pada pipi.
6-7. Sibaalan (السِّبَالاَنِ), yaitu rambut yang tumbuh di ujung kumis.
8-9. 'Aaridhoon (العَارِضَانِ), yaitu rambut yang tumbuh di bagian bawah telinga yang menurun ke bawah hingga dagu. Ini kita sebut dengan cambang.
10-11. 'Idzaroon (العِذَارَانِ), yaitu rambut yang tumbuh di antara ash-shudgh (pelipis) dan 'aaridh (cambang) yang sejajar dengan kedua telinga.
12-15. Ahdaab (الأَهْدَابُ الأَرْبَعَةُ), yaitu rambut yang tumbuh di pelopak mata. Ini disebut dengan bulu mata.
16. Lihyah (اللِّحْيَةُ), yaitu rambut yang tumbuh di dagu. Kita sebut dengan jenggot.
17. Syaarib (الشَّارِبُ), yaitu rambut yang tumbuh di bibir atas. Kita sebut dengan kumis.
18.'Anfaqoh (العَنْفَقَةُ), yaitu rambut yang tumbuh di bibir bawah.
19-20. Nafakataan (النَّفَكَتَانِ), yaitu rambut yang tumbuh di bibir bawah di antara 'anfaqoh.

(Nail Ar-Raja' bi Syarh Safinah An-Naja, hlm. 133-134)

الثَّالِثُ: غَسْلُ الْيَدَيْنِ مَعَ الْمِرْفَقَيْنِ.

 [3] Membasuh dua tangan hingga siku

Al-yadd secara bahasa berarti dari ujung jari hingga pundak. Secara syari, Al-yadd adalah dari ujung jari hingga di atas kedua siku. Sedangkan dalam masalah pencurian dan semacamnya, yang dimaksud al-yadd adalah dari ujung jari hingga tulang awal lengan yang sejajar dengan ibu jari (yaitu pergelangan tangan). Al-mirfaqaini adalah pertemuan antara tulang lengan atas dan lengan bawah. Fardhu wudhu yang ketiga adalah membasuh kedua tangan dan bagian yang ada pada keduanya, seperti rambut, bisul, dan kuku. Yang berwudhu wajib menghilangkan penghalang pada tangan seperti kotoran yang melekat selain keringat, jika tidak susah menghilangkannya. Jika berupa keringat atau susah menghilangkan kotoran itu, maka tidaklah masalah. Begitu pula diperbolehkan adanya kulit bisul, walaupun mudah untuk dihilangkan. Hukum semacam ini berlaku pada kedua tangan, juga berlaku pada anggota wudhu yang lain.

الرَّابعُ: مَسْحُ شَيْءٍ مِنَ الرَّأْسِ.

[4] Mengusap sebagian kepala,

Kepala adalah nama bagi sesuatu yang tinggi. Kepala sudah makruf kita ketahui. Al-mashu artinya wushulul balal, yang penting basah. Fardhu wudhu yang keempat adalah sampainya basah walaupun tanpa adanya perbuatan dari pelaku, baik diusap atau dibasuh atau selain keduanya hingga terkena sebagaian dari kulit kepala atau berambut dengan rambut itu tidak keluar dari batas kepala syarat jika dijulurkan dari arah turunnya.
Apabila tangan basah dan diletakkan di atas kain yang ada di kepalanya, lalu basah sampai ke kepala, maka dianggap telah mengusap kepalanya.

الْخَامِسُ: غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ مَعَ الْكَعْبَيْنِ.

 [5] Membasuh dua kaki hingga mata-kaki,

Ka'bain adalah tulang yang menonjol yang terdapat pada sendi betis dan telapak kaki.
Fardhu wudhu yang kelima adalah membasuh kaki hingga kedua mata kaki dan belahannya. Wajib menghilangkan sesuatu yang terdapat pada belahan kaki, seperti lilin dan semacamnya jika tidak sampai ke bagian dalam daging.

السَّادِسُ: التَّرْتِيْبُ.

[6] Tertib (berurutan).

Fardhu wudhu yang keenam adalah teratur yaitu mengerjakan rukun 1 sampai 5 sesuai urutan. Jika tidak sesuai urutan, maka tidak sah wudhunya.
[Arti Niat dan Tertib]

النِّيَّةُ: قَصْدُ الشَّيْءِ مُقْتَرِناً بِفِعْلِهِ. وَمَحَلُّهَا: الْقَلْبُ. وَالتَّلَفُّظُ بِهَا: سُنَّةٌ. وَوَقْتُهَا، عِنْدَ غَسْلِ أَوَّلِ جُزْءٍ مِنَ الْوَجْهِ.

وَالتَّرْتِيْبُ: أَنْ لاَ يُقَدَّمَ عُضْوٌ عَلَى عُضْوٍ.

 Fasal: Niat adalah menyegaja sesuatu yang dibarengi dengan mengerjakannya dan tempat niat ada di dalam hati. Melafazhkannya adalah sunnah. Waktu niat adalah saat membasuh bagian pertama dari wajah. Maksudnya tertib adalah bagian yang pertama tidak didahului bagian yang lain.

Niat berarti  Al-qashdu , keinginan. Letak niat adalah di dalam hati, tidak cukup dalam lisan, tidak disyaratkan melafazhkan niat.

Artinya, Niat dalam hati saja sudah teranggap sahnya.

Apa dalil untuk  tartib  (berurutan) dalam wudhu?
Dalilnya adalah ayat wudhu (QS. Al-Maidah 5:6). Allah SWT menyebutkannya secara berurutan dan meletakkan mengusap (pada kepala) di antara dua membasuh.
Juga ketika praktik mencontohkan wudhu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selalu berurutan dan beliau tidak pernah meninggalkan  tartib  tersebut.

Tartib  dalam wudhu adalah dengan memulai dari membasuh wajah, lalu membasuh kedua tangan sampai siku, lalu mengusap kepala, kemudian membasuh kedua kaki sampai mata kaki.
Jika seseorang membasuh langsung empat anggota wudhunya satu kali siraman, maka tidak sah kecuali yang sah hanya membasuh wajahnya saja karena urutannya yang pertama. Lihat kata kunci dalam Kitab Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab.

 

 

Sumber : Kitab Nail Al-Raja bi Syarah Safinah Al-Naja (Karya Al-‘Allamah Sayyid Al-Habib Ahmad bin Umar Al-Syatiri).
Kitab Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab (Karya Imam An-Nawawi).

___________

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada Minggu, 7 Juli 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.

Editor : Lisanto