Tamim ad-Dari – Si Pembuat Mimbar Jumat

 
Tamim ad-Dari – Si Pembuat Mimbar Jumat

LADUNI.ID - Tamim ad-Dari adalah seorang sahabat yang masuk Islam pasca perang Tabuk, yaitu tahun 9 H/601 M. Setelah dia menjadi mu’allaf, dia menggunakan nama Abdullah. Namun, tetap saja nama lawasnya yang lebih dikenal sampai saat ini. Tamim awalnya adalah seorang pendeta Nasrani di Bait Ainun, Jerussalem, Palestina. Dia tinggal di negeri ini sebelum masuk Islam dan bermukim di Madinah beberapa lama. Tamim senantiasa membaca kitab Taurat, oleh karena itu dia memiliki pengetahuan yang luas terkait mitos-mitos dan ajaran yang tersimpan di dalam kitab Taurat dan Injil.

Setelah Tamim masuk Islam, pengetahuannya terhadap dua kitab suci sebelum al-Quran ini telah memperkaya sekaligus mempercepat proses transmisi nilai-nilai keislaman. Pada masa kekhalifahan Sayyidina Umar bin Khatthab, Tamim diperintahkan untuk mendongeng di Masjid al-Aqsha. Di sisi lain, ketekunannya mempelajari al-Quran serta pemahamannya terhadap dua kitab sebelumnya telah memunculkan fenomena yang kemudian dikenal dengan istilah “Isra’iliyyat” dalam tafsir.

Nama Tamim ad-Dari kian masyhur karena inovasinya untuk membuat mimbar khotbah jumat untuk Rasulullah. Pangkal pohon kurma yang awalnya digunakan oleh Rasulullah untuk menopang tubuhnya saat memberi khotbah, atas usulan Tamim akhirnya diganti dengan sebuah mimbar seperti kita kenal hari ini. Usulan ini diberikan Tamim setelah dia mendengar keluhan lelah Rasul karena hanya bersandar pada sebongkah akar pohon kurma saat khotbah. Tentu saja usulan ini disepakati setelah Rasulullah bermusyawarah dengan para sahabatnya. Adalah Kilab, tukang kayu yang kemudian men-desain mimbar itu dengan tiga tangga dan tempat duduk.

Itu adalah satu dari sekian cermin bening yang membiaskan cahaya kehidupan di zaman Rasul, terus menyelusup membelah sekat-sekat waktu hingga sampai ke telinga kita. Sikap akomodatif Rasulullah dalam menerima sebuah usulan menunjukkan keluhuran budinya, keputusan untuk bermusyawarah dengan sahabat hanya untuk membahas persoalan mimbar seperti sedang mengajarkan kita tentang betapa pentingnya mengambil keputusan bersama, saling terbuka dalam menerima usulan dan pemikiran.

Tamim ad-Dari, seorang sahabat yang cerdas lagi tinggi budi, berpikiran maju dan memiliki rasa cinta yang mendalam terhadap Rasul. Mimbar yang diadopsi dari negeri Syam, menunjukkan kemampuannya dalam menyilangkan dua kebudayaan tanpa merugikan salah satunya. Bangsa Arab yang sebelumnya belum mengenal mimbar dalam acara-acara resmi seperti Khotbah Jumat, berkat kepiawaian Tamim, bukan hanya Arab, bahkan semua negeri muslim telah menggunakannya.

Oleh: M. Hasani Mubarok