Kisah Raja Abrahah dan Sindiran untuk Kelompok Ekstremis

 
Kisah Raja Abrahah dan Sindiran untuk Kelompok Ekstremis

LADUNI.ID, Jakarta - Dalam sebuah kesempatan, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha (sapaan takdzimnya) menceritakan tentang Raja Abrahah yang ingin merobohkan ka'bah dan bagaimana kuatnya nalar ketauhidan Abdul Muthalib, kakek Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Pada saat itu, terjadi sebuah dialog cukup alot di antara Abdul Muthalib dan Raja Abrahah. Abdul Muthalib yang merupakan pembesar kaum Quraisy dan sangat berwibawa itu, membuat Raja Abrahan menaruh segan kepadanya.

“Saya datang ke sini (Ka’bah) ingin merobohkan tempatmu, karena saya punya tempat ibadah kok kalian kecingi, kalian beraki,” ucap Raja Abrahah sebagaimana diceritakan Gus Baha. Sebelumnya, Raja Abrahah sudah menyita harta milik kaum Quraisy dan para pasukannya.

Mendengar perkataan dari Raja Abrahah, Abdul Muthalib kemudian menjawab dengan pernyataan yang cukup membuat Raja Abrahah terkaget. Abdul Muthalib yang merupakan kakek dari Rasulullah tidak melawan Raja Abrahah, tetapi hanya meminta supaya hewan ternak dan semua harta kaum Quraisy yang telah disita oleh Raja Abrahah bisa dikembalikan.

“Baik, saya tidak melarang kamu untuk merobohkan Ka’bah, yang penting itu 100 onta milik saya kembalikan dulu,” ujar Abdul Muthalib sebagaimana disampaikan oleh Gus Baha.

Mendengar jawaban itu, Raja Abrahah lantas mempertanyakan kewibawaan Abdul Muthalib yang telah dikenal sebagai pemimpin Quraisy yang sangat disegani itu.

“Lho, kamu ini pemimpin bagaimana, ini Ka’bah kan agamamu, mau tak robohkan kok tidak marah, malah meminta onta,” kata Raja Abrahah.

Abdul Muthalib pun menjawab, “Saya jelas tahu kalau Ka’bah ini ada yang punya (yaitu Allah SWT), ya biar diurus sama yang punya. Kalau onta itu milik saya, ya harus jadi urusan saya, maka kembalikan ke saya.”

Setelah terjadi dialog itu, akhirnya keduanya pun setuju. Raja Abrahah memenuhi permintaan Abdul Muthalin dan ia mendapatkan apa yang diinginkannya, yaitu utnuk merobohkan Ka’bah.  Saat itulah, menurut cerita Gus Baha, Abdul Muthalib kemudian bergumam mengenai hal ihwal yang akan terjadi jika Ka’bah yang merupakan Baitullah itu sampai benar-benar dirobohkan.

“Saya ingin lihat apa yang akan Engkau (Allah) lakukan jika Ka’bah-Mu dirobohkan,” kata Abdul Muthalib. Ia pun kemudian mengajak para pengikutnya untuk naik ke gunung agar bisa menyaksikan balasan Allah kepada Raja Abrahah.

Maka terjadilah peristiwa yang disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Fill ayat 1-5,

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِۗ (١) اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍۙ (٢) وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ (٣) تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ (٤) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ ࣖ (٥)

Alam tara kayfa fa'ala rabbuka bi-ash-haabi alfiili (1) alam yaj'al kaydahum fii tadhliilin (2) wa-arsala 'alayhim thayran abaabiila (3) tarmiihim bihijaaratin min sijjiilin (4) faja'alahum ka'ashfin ma/kuulin (5)

Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? (1) Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Kabah) itu sia-sia? (2) dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong (3) yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar (4) lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat) (5).” (Q.S. Al-Fiil [105] ayat 1-5).

Pelajaran yang Dapat Diambil

Dari kisah yang dialami oleh Abdul Muthalib ini, Gus Baha memberikan pesan kepada jamaah yang hadir dalam ceramah itu agar tidak usah sok-sokan memikirkan atua membela agama, sebab Islam sudah dijaga dengan sendirinya oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

“Kalau niatnya khidmat boleh, tapi jangan sampai sok memikirkan sendiri agama ini. Saya juga tidak rela kalau agama ini yang mikir sampean, ndak bakal terurus,” tegas Gus Baha seraya disambut tawa para jamaah yang hadir.

Selain itu, Gus Baha juga menyindir kelompok yang kini paling getol merasa sedang membela Islam kemudian bersikap ekstrem. Menurut Gus Baha, hal tersebut sangat tidak tepat. Sebab secara tidak langsung mereka berarti tidak yakin dengan ketetapan Allah.

Hal itu juga berlaku dengan ketika urusannya dengan hidayah Allah subhanahu wa ta’ala. Menurut Gus Baha, masalah pahala dan dosa juga sudah merupakan hak prerogratif Allah untuk menentukan.  

“Itu sudah wilayah Allah. Apakah orang akan diampuni ataukah dilaknat, dan kita tidak bisa ikut campur. Makanya ini perlu saya utarakan, tidak usah sok memikirkan agama, apalagi sok membela. Yan penting perilakumu baik dan mengikuti akhlak Rasul saja itu sudah cukup.”

Demikian pelajaran yang disampaikan oleh Gus Baha. Sejatinya urusan agama, pahala, dosa dan hidayah itu sudah bukan urusan manusia, melainkan merupakan hak prerogratif Allah. Kita hanya perlu berperilaku baik, menjalankan agama secara baik, dan tidak usah sok-sok-an memikirkan apalagi menjaga sesuatu yang sudah merupakan wilayah Allah subhanahu wa ta’ala.