Tanda-Tanda Karakter Seorang Ulama

 
Tanda-Tanda Karakter Seorang Ulama
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Syaikh Abdullah Al-Haddad dalam sebuah Kitab An-Nashoih Ad-Diniyyah menyebutkan sejumlah tanda dan karakter seseorang yang dapat disebut sebagai ulama. Tanda-tanda karakter tersebut di antaranya adalah sebagaimana dijelaskan berikut ini:

فَمِنْ عَلَامَاتِ الْعَالِمِ: أَنْ يَكُوْنَ خَاشِعًا مُتَوَاضِعًا خَائِفًا مُشْفِقًا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ زَاهِدًا فِى الدُّنْيَا قَانِعًا بِالْيَسِيْرِ مِنْهَا مُنْفِقًا الْفَاضِلَ عَنْ حَاجَتِهِ مِمَّا فِى يَدِهِ، نَاصِحًا لِعِبَادِ الله، رَحِيْمًا بِهِمْ، آمِرًا بِالْمَعْرُوْفِ نَاهِيًا عَنِ الْمُنْكَرِ، مُسَارِعًا فِى الْخَيْرَاتِ مُلَا زِمًا لِلْعِبَادَاتِ، وَوَقَّارًا وَاسِعَ الصَّدْرِ لَا مُتَكَبِّرًا وَلَا طَامِعًا فِى النَّاسِ وَلَا حَرِيْصًا عَلَى الدُّنْيَا وَلَا جَامِعًا لِلْمَالِ وَلَا مَانِعًا لَهُ عَنْ حَقِّهِ وَلَا فَظَّا وَلَا غَلِيْظًا وَلَا مُمَارِيًا وَلَا مُخَاصِمًا وَلَا قَاسِيًا وَلَا ضَيِّقَ الصَّدْرِ وَلَا مُخَادِعًا وَلَا غَاشًّا وَلَا مُقًدِّمًا لِلْاَغْنِيَاءِ عَلَى الْفُقَرَاءِ وَلَا مُتَرَدِّدًا اِلَى السَّلَاطِيْنَ

"Tanda-tanda karakter seorang ulama itu antara lain adalah: pembawaannya tenang, rendah hati, selalu merasa takut kepada Allah, bersahaja, “nrimo”, suka memberi, membimbing umat, menyayangi mereka, selalu mengajak kepada kebaikan dan menghindari keburukan/maksiat, bersegera dalam kebaikan, senang beribadah, lapang dada, lembut hati, tidak sombong, tidak berharap pada pemberian orang, tidak ambisi kemegahan dan jabatan, tidak suka menumpuk-numpuk harta, tidak keras hati, tidak kasar, tidak suka pamer, tidak memusuhi dan membenci orang, tidak picik, tidak menipu, tidak licik, tidak mendahulukan orang kaya daripada orang miskin, dan tidak sering-sering mengunjungi penjabat pemerintahan/penguasa."

Selain itu, Imam Abu Hamid Al-Ghazali menyebut sifat-sifat bagi seorang ulama sebagai berikut:

وَاعْلَمْ اَنَّ اللَّائِقَ بِالْعَالِمِ الْمُتَدَيِّنِ اَنْ يَكُوْنَ مَطْعَمُهُ وَمَلْبَسُهُ وَمَسْكَنُهُ وَجَمِيْعُ مَا يَتَعَلَّقُ بِمَعَاشِهِ فِى دُنْيَاهُ وَسَطًا لَا يَمِيْلُ اِلَى التَّرَفُّهِ وَالتَّنَعُّمِ

“Ketahuilah, bahwa yang patut dan pantas disebut sebagai seorang ulama ialah sosok yang makananannya, pakaiannya, tempat tinggalnya (rumah) dan hal- hal lain yang berkaitan dengan kehidupan duniawi, adalah sederhana, tidak bermewah-mewahan dan tidak berlebihan dalam kenikmatan.”

Demikianlah gambaran tanda-tanda karakter seorang ulama, yang memang harus menjadi teladan yang selalu mengajarkan kebaikan kepada umat, baik laki-laki maupun perempuan. Karena begitulah sejatinya ciri dan sifat sosok ulama. Kalau ada ulama yang jauh dari sifat dan ciri-ciri tersebut, maka bisa dipertanyakan keabsahannya itu, atau mungkin mempunyai prinsip lain yang terkadang tidak bisa disalahkan, karena terkait konteks yang dihadapi. Karena itu, sebagai seorang Muslim yang baik, kita tidak boleh su'udzon kepada orang lain, apalagi kepada sosok seorang yang alim yang mumpuni keilmuannya. Tetapi jika sudah menyangkut dengan syariat, maka tidak boleh ada kompromi. Misalnya, setiap orang wajib menunaikan shalat, tetapi orang yang sudah disebut ulama, ternyata tidak mau melaksanakan ibadah shalat, maka dengan alasan apapun hal ini tidak dapat dibenarkan sama sekali. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 04 Januari 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim