Hikmah ketika Langit Berdzikir

 
Hikmah ketika Langit Berdzikir
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Hakikatnya, langit itu juga mengamalkan dzikir. Tujuan langit menjalani laku kesufian itu, sebagaimana tegas dinyatakan Tuan Syaikh Abdulloh Mubarok bin Nur Muhammad ialah “Budi Utama Jasmani Sempurna”. Apa maksudnya?

Mengamalkan dzikir itu harus sampai terbangunnya karakter pribadi; "Bageur laku lampahna, cageur tur jagjag belejag awakna," kata orang Sunda. "Waras bergas," kata orang Jawa. Sehat ruhaninya, sehat jasmaninya. Indah perangainya, prima kondisi fisiknya. Kuat jiwanya, tangguh raganya.

Laku kesufian paling pokok dari Nabi Muhammad SAW dan para kekasih Allah, para penerus dan pewarisnya ialah ذِكْرُ الله, yakni ingat Allah SWT, yang tata caranya telah diatur melalui prosesi akad ruhani تَلْقِيْنُ الذِّكْر.

Lantas, mengapa harus dzikir? Karena dengan mengucapkan kalimat dan mengingat-Nya terjadi internalisasi keadaan dan sifat-sifatnya di kehidupan pengamalnya.

Karena dengan dzikir itulah kemudian dapat diambil satu penegasan bahwa:

Hanya dengan mengingat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang maka hidupnya akan penuh kasih dan berlimpah kasih sayang.
Hanya dengan mengingat Yang Maha Baik maka akan baik-baik dan penuh kebaikan hidupnya.
Hanya dengan mengingat Yang Maha Luhur maka akan luhur budi pekertinya.
Hanya dengan mengingat Yang Maha Indah akan memperindah hidupnya.
Hanya dengan mengingat Yang Maha Cantik akan mempercantik parasnya.
Hanya dengan mengingat Yang Maha Kaya maka akan berlimpah kekayaan dalam hidupnya.
Hanya dengan mengingat Yang Maha Pemberi Rezeki maka hidupnya berkah dengan rezeki yang meruah.

Dengan demikian, terwujudlah satu ketentuan dalam hidup ini, seperti hukum tarik menarik (law of attraction), kita akan menarik apa yang kita sering ucap dan ingat. Ucapan dan ingatan itu vibrasi energi yang kita kirim kepada Allah SWT dan akan meresonansi kembali kepada kita sebagai pengirimnya. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 09 Januari 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

Penulis: Budi Rahman Hakim (Ketua Penasehat Roudhoh TQN Suryalaya Sirnarasa Pusat)

Editor: Hakim