Cara Wahabi Membuat Tadlis

 
Cara Wahabi Membuat Tadlis

LADUNI.ID, Jakarta - Ketika para ulama salaf ahlussunnah berkata dengan huruf laa nafi di dalam kaifiyyah yang artinya “meniadakan kaifiyyah”:

بلا كيف

“Dengan tidak ada kaif”.

Maka, ulama Wahabi membuat tadlis dengan menambah-nambah kalimah itu agar bisa dibawa kepada maksudnya yang rusak. Mereka menambahkan lafadz ma'lum menjadi:

بلا كيف معلوم لنا

“Dengan tidak ada kaif yang diketahui kami”.

Mereka menyangka sifat itu punya kaifiyyah karena jika tidak ada kaifiyyah artinya tidak ada wujud:

(ﺑﻼ ﻛﻴﻒ) ﻣﺮاﺩ اﻟﻨﺎﻇﻢ ﺑﻬﺬا اﻟﻘﻮﻝ، ﺃﻱ: ﺑﻼ ﻛﻴﻒ ﻣﻌﻠﻮﻡ ﻟﻨﺎ، ﻓﻬﻮ ﻧﻔﻲ ﻟﻌﻠﻤﻨﺎ ﺑﺎﻟﻜﻴﻔﻴﺔ ﻭﻟﻴﺲ ﻧﻔﻴﺎ ﻟﻠﻜﻴﻔﻴﺔ؛ ﻷﻥ ﻣﺎ ﻻ ﻛﻴﻔﻴﺔ ﻟﻪ ﻻ ﻭﺟﻮﺩ ﻟﻪ،

(Dengan tidak ada kaif), yang dikehendaki orang yang melantunkan nadzom dengan perkataan ini maksudnya adalah "dengan tidak ada kaif yang diketahui oleh kami", maka yang demikian adalah meniadakan pengetahuan kami tentang kaifiyyah dan bukan meniadakan kaifiyyah, karena apa-apa yang tidak memiliki kaifiyyah, maka tidak ada wujud baginya, (Kitab At-Tuhfah As-Saniyyah. Abdul Rozak bin Abdul Muhsin Al Badar).

Wahabi tidak punya ushul aqidah yang menafikan sifat jisim. Dengan akalnya, Wahabi menyangka Allah itu jisim. Kaifiyyah itu sifat jisim, karena setiap jisim tidak boleh tidak memiliki kaifiyyah. Jika jisim tidak punya kaifiyyah maka dia tidak wujud. Sebab yang menyusun kaifiyyah adalah bentuk, rupa, warna, tebal, volume, panjang dan lebar.

Sedangkan ahlussunnah berkata:

قال أهل السنة وأصحاب الحديث ليس بجسم

Ahlussunnah dan ashabul hadits berkata Allah bukan jisim, (Kitab Maqalat Al-Islamiyyin. Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari).

Logikanya: Jika Allah bukan jisim, maka tidak punya sifat jisim. Itu kan mudah sekali difahami dengan akal yang masih sehat. Sehingga dikatakanlah:

بلا كيف

“Dengan tidak ada kaif”.

Maksudnya dengan tidak ada sifat jisim. Tidak perlu ditambah-tambah seperti yang dilakukan golongan pendusta atas ulama salaf.

Satu satunya letak syubhat hanya perkataan Imam Malik yang berkata dengan lafadz majhul (tidak diketahui). Padahal di dalam riwayat lain dari Imam Malik dengan lafadz marfu' (yang ditiadakan). Ini riwayatnya dari Imam Baihaqi di dalam Al Asma Wa Shifat:

ﺃﺧﺒﺮﻧﺎ ﺃﺑﻮ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ اﻟﺤﺎﻓﻆ، ﺃﺧﺒﺮﻧﻲ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﺑﻦ ﻣﻬﺮاﻥ، ﺛﻨﺎ ﺃﺑﻲ، ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺃﺑﻮ اﻟﺮﺑﻴﻊ اﺑﻦ ﺃﺧﻲ ﺭﺷﺪﻳﻦ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ ﻗﺎﻝ: ﺳﻤﻌﺖ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻭﻫﺐ، ﻳﻘﻮﻝ: ﻛﻨﺎ ﻋﻨﺪ ﻣﺎﻟﻚ ﺑﻦ ﺃﻧﺲ ﻓﺪﺧﻞ ﺭﺟﻞ، ﻓﻘﺎﻝ: ﻳﺎ ﺃﺑﺎ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ، {اﻟﺮﺣﻤﻦ ﻋﻠﻰاﻟﻌﺮﺵ اﺳﺘﻮﻯ} [ ﻃﻪ: 5]
ﻛﻴﻒ اﺳﺘﻮاﺅﻩ؟ ﻗﺎﻝ: ﻓﺄﻃﺮﻕ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﺃﺧﺬﺗﻪ اﻟﺮﺣﻀﺎء ﺛﻢ ﺭﻓﻊ ﺭﺃﺳﻪ ﻓﻘﺎﻝ: {اﻟﺮﺣﻤﻦ ﻋﻠﻰ اﻟﻌﺮﺵ اﺳﺘﻮﻯ} [ ﻃﻪ: 5]
ﻛﻤﺎ ﻭﺻﻒ ﻧﻔﺴﻪ، #ﻭلا_ ﻳﻘﺎﻝ:_ﻛﻴﻒ،_ﻭﻛﻴﻒ_ﻋﻨﻪ_ﻣﺮﻓﻮع#،

Tidak dikatakan bagaimana, dan kaif darinya adalah yang ditiadakan.

 ﻭﺃﻧﺖ ﺭﺟﻞ ﺳﻮء ﺻﺎﺣﺐ ﺑﺪﻋﺔ، ﺃﺧﺮﺟﻮﻩ. ﻗﺎﻝ: ﻓﺄﺧﺮﺝ اﻟﺮﺟﻞ.

Maka yang shahih adalah dengan lafadz marfu' (yang ditiadakan) karena tegak dalil bahwa Allah bukan jisim. Sehingga lafadz majhul wajib dibawa kepada riwayat dengan lafadz marfu', menjadi:

مجهول الكيفية لعدمها

“Tidak diketahui kaifiyyah karena ketiadaannya”.

Oleh karena itu, sang perowi (Imam Baihaqi) pemilik sanad kepada Imam Malik menyimpulkan:

والكيفية عن الله تعالی وصفاته منفية

Dan kaifiyyah dari Allah ta'ala dan sifat-sifat Nya adalah yang ditiadakan, (Kitab Al-Asma wa Shifat).

Sekarang kita bandingkan dengan ulama wahabi yang tidak punya sanad kepada Imam Malik:

ﻭﻟﻴﺲ ﻧﻔﻴﺎ ﻟﻠﻜﻴﻔﻴﺔ؛

“Dan bukan meniadakan kaifiyyah”.

ﻷﻥ ﻣﺎ ﻻ ﻛﻴﻔﻴﺔ ﻟﻪ ﻻ ﻭﺟﻮﺩ ﻟﻪ،

“Karena apa-apa yang tidak punya kaifiyyah maka tidak ada wujud baginya”.

ﻓﺈﻥ ﺻﻔﺎﺕ اﻟﻠﻪ ﻟﻬﺎ ﻛﻴﻔﻴﺔ اﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ ﺑﻬﺎ

“Maka sifat-sifat Allah memiliki kaifiyyah. Allah yang tahu kaifiyyah-nya”. (Kitab At-Tuhfah As Saniyyah. Abdul Rozak bin Abdul Muhsin Al Badar).

Sekarang pilihan ada di antum. Ikut ulama yang mendapat ilmu dengan sanad atau orang yang hanya baca kitab?

Dengan sanad, artinya mendapat penjelasan dari gurunya turun-temurun dari Imam Malik. Sedang bila tidak ada sanad, artinya penjelasan dari siapa lagi jika bukan dari setan. Kesimpulannya, tafwidh kaifiyyah itu bukan madzhab salaf di dalam ayat sifat atau hadis sifat.(*)

***

Penulis: Abdurrachman Asy-Syafi'iy
Editor: Muhammad Mihrob