Keberanian Kiai As’ad Mengusir Penjajah Jepang

 
Keberanian Kiai As’ad Mengusir Penjajah Jepang

LADUNI.ID, Jakarta - Kisah tentang perjuangan Kiai As’ad melawan dan mengusir para penjajah sudah banyak ditulis di berbagai media dan buku-buku yang diterbitkan. Pahlawan Nasional dengan keberaniannya ini memimpin umat muslim untuk berjihad demi tanah air. Salah satu bukti keberaniannya di kisahkan dalam buku KHR. As’ad Syamsul Arifin; Riwayat Hidup dan Perjuangannya.

Suatu ketika di masa penjajahan, Kiai As’ad beserta para pejuang yang lain hendak mengusir tentara Jepang. Di daerah Garahan, Kiai As’ad bersama ribuan anggota pelopor, dengan pedang terhunus, mereka tampak siap mematahkan tentara Jepang jika tidak mau hengkang dari Garahan.

Dengan pekik merdeka dan kumandang takbir Allahu Akbar, mereka menyambut kedatangan Kiai As’ad bersama rekannya, Soerjadi, Kiai Dhofir, dan Kiai Munir. Maka, sekitar pukul delapan pagi, di mulailah perundingan antara pihak Jepang dan masyarakat Besuki. Dari pihak masyarakat, yang pertama angkat bicara adalah Soerjadi (Residen Bondowoso).

Seperti sudah di duga bahwa Soerjadi mesti meminta agar tentara Jepang segera meninggalkan Garahan. Tapi Jepang tetap bersikukuh mempertahankan posnya. Lalu Kiai Munir angkat bicara. Hasilnya sama, tentara Jepang tetap tak mau mengubah pendiriannya.

Sebagai wakil rakyat, keempat tokoh itu merasa mulai dilecehkan. Segera Kiai Dhofir tampil menggantikan Kiai Munir. Tapi apa lacur? Tentara Jepang malah berkoar akan menembak jika masih dipaksa hengkang dari Garahan.

Khawatir misi pengusiran gagal, Kiai As’ad kemudian mencoba menyadarkannya. Di sinilah terjadi perdebatan sengit antara Kiai As’ad dan pihak Jepang. Pihak Jepang ngotot bertahan, karena mengaku panglimanya sudah mengadakan pembicaraan dengan Soekarno.

Mendengar ucapan itu, Kiai As’ad langsung berteriak “Saya tidak tahu panglima, tidak tahu Soekarno. Negeri ini milik bangsa Indonesia. Bukan milik Jepang dan bukan milik Soekarno. Dan kamu semua harus segera meninggalkan negeri ini.” Sentak Kiai As’ad sambil menggebrak meja.

Sungguh di luar dugaan. Gertakan Kiai As’ad itu ternyata cukup ampuh. Beberapa wakil Jepang yang berunding kala itu, langsung gemetar dan bersedia tanda tangan persetujuan pemulangan  tentara Jepan, hari itu juga.

Setelah penandatanganan pemulangan, barisan pelopor meluncuti senjata tentara Jepang. Sesudah itu mereka diangkut ke Tutul (sebuah tempat berhentinya kereta api) di wilayah Jember. Dari Tutul mereka diangkut dengan kereta api menuju Surabaya. Semua persenjataan dan gudang amunisi dikuasai barisan pelopor. Termasuk juga gudang logistik.(*)

***

Sumber: Buku KHR. As’ad Syamsul Arifin; Riwayat Hidup dan Perjuangannya.
Editor: Muhammad Mihrob