Ini Alasan Mengapa Masyarakat Nusantara Gemar Buat Bubur saat Suro

 
Ini Alasan Mengapa Masyarakat Nusantara Gemar Buat Bubur saat Suro
Sumber Gambar: Ilustrasi/Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Dalam Kitab I’anatuth Tholibin dikisahkan setelah 40 hari diombang-ambingkan dalam banjir besar dan badai tanpa henti, kapal yang ditumpangi Kanjeng Nabi Nuh AS berhasil mendarat dengan selamat di Bukit Juudi pada hari Assyuro.

Kondisi kaum mukminin pada saat itu sangat memprihatinkan. Sudah banyak yang kehabisan persediaan makanan, sementara ketika turun dari bahtera, belum tahu harus makan apa. Kalau masing-masing memakan bekal sendiri-sendiri dikhawatirkan malah tidak cukup. Karena itu, Kanjeng Nabi memerintahkan semua umat untuk mengumpulkan makanan yang tersisa.

Maka terkumpullah berbagai macam jenis makanan, terutama jenis kacang-kacangan dan biji-bijian. Kemudian semuanya dijadikan satu dan dimasak bersama-sama. Dibagikan secara merata. Tentu saja terasa sangat lezat dan merupakan anugerah yang luar biasa.

Inilah momen makan bersama pertama kali di dunia setelah peristiwa banjir besar. Oleh kaum Muslimin di Nusantara peristiwa bersejarah ini diabadikan dengan membuat bubur Suro, sebagai lambang kesejahteraan, kebersamaan dan persatuan.

Sebagai wasilah tafa’ul (nunggak semi) dan tabarruk (ngalap berkah) yang baik baik dari Nabi Nuh AS dan Orang baik terdahulu. Senantiasa bersyukur atas segala anugerah dari Gusti Allah SWT.

Allahumma sholli ala Sayyidina Muhammad.

Oleh: Shuniyya Ruhama


Editor: Daniel Simatupang