Biografi KH. Cholil Nawawi
- by Rozi
- 29.679 Views
- Selasa, 5 September 2023

Daftar Isi Biografi KH. Cholil Nawawi
1. Kelahiran
KH. Cholil Nawawi adalah putra dari pasangan Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, KH. Nawawie Noerhasan dengan Nyai Nadzifah. Beliau lahir sekitar tahun 1925 M/1343H. Konon nama Cholil sendiri merupakan pemberian langsung dari Mbah Kholil Bangkalan.
2. Wafat
KH. Cholil Nawawi wafat pada Senin, 21 Ramadhan 1397 H atau 05 September 1977.
Sebelum meninggal dunia, KH. Cholil Nawawi yang pada saat itu sedang mengerjakan shalat Tarawih bersama KH. Abdul Halim, bertanya kepada Kiyai Abdul Halim, "Apakah saya boleh duduk salatnya?"
"Iya silakan Mbah," jawab Kiyai Abdul Halim.
Tidak lama kemudian, KH. Cholil Nawawi ingin pergi ke kamar kecil. Ketika itu, beliau terjatuh dan tidak lama kemudian KH. Cholil Nawawi menghebuskan nafas terakhirnya.
Ribuan orang hadir untuk memberikan penghormatan, dan mendoakan kepada beliau. Termasuk Rais ‘Aam NU KH. Ahmad Shiddiq, Jember. Ketika itu KH. Ahmad Shiddiq mengatakan, "KH. Cholil itu wali karena istiqamahnya."
3. Pendidikan
KH. Cholil Nawawi semasa kecil dididik langsung oleh KH. Abdul Djalil, kemudian beliau menlanjutkan belajarnya di Pesantren Sarang, Jawa Tengah, saat pesantren itu masih diasuh oleh KH. Zubair, ayahanda KH. Maimun Zubair.
Saat mondok di Pesantren Sarang, di samping mengaji, beliau secara sembunyi-sembunyi juga ndalem atau mengabdi menjadi orang yang mengisi bak mandi KH. Zubair. Selang beberapa lama, hal tersebut diketahui, dan KH. Zubair berkata kepada Kiyai Cholil, “Mas, sampeyan wangsul mawon, saaken liane (Mas, kamu pulang saja, kasihan yang lain).” Maksud kata “kasihan” itu ternyata karena hampir di setiap sisi beliau unggul, sementara santri lainnya tertinggal jauh. Karena sudah dianggap cukup, maka beliau nyantri di Pondok Sarang hanya sekitar tiga bulan.
Selepas dari Sarang, Kiyai Cholil melanjutkan mengaji kepada KH. Mahfudz, Termas, dan KH. Masduki, Lasem, Jawa Tengah. Tidak diketahui secara pasti berapa lama Kiyai Cholil mengaji kepada dua ulama kenamaan tersebut.
Selang beberapa lama, Kiyai Cholil berangkat nyantri ke Makkah. Di Tanah Suci, Kiyai Cholil mengaji kepada ulama-ulama besar, di antaranya Syaikh Amin Kutbi dan Syaikh Hasan Al-Yamani. Beliau menghabiskan waktu belajar di Makkah selama tiga tahun.
4. Sosok yang Mencintai Ilmu
KH. Cholil Nawawi adalah sosok yang kesehariannya penuh dengan keteladanan. Di antara teladan istimewanya adalah tentang keistiqamahannya yang sangat menonjol dalam hal belajar dan mengajar. Sedari kecil, kecintaannya pada ilmu sudah sangat kuat. Itu ditandai di antaranya dengan kepergiannya yang selalu tak pernah lepas dari kitab. Demikian pula dalam hal mengajar, para santrinya sangat merasakan perhatiannya.
Bagi mereka, hampir tidak pernah ada libur dalam majelis-majelis rutin bersama Kiyai Cholil di sepanjang hidupnya. Cerita salah seorang muridnya, Ustadz Abdurrahman Syakur, dirinya mengaku sering diajak Kiyai Cholil untuk menghadiri undangan. Biasanya naik dokar. Di sela-sela perjalanan, Kiyai Cholil sering kali menyempatkan diri mengajari pelajaran ilmu faraidh.
Sampai sekarang pelajaran yang diberikan Kiyai Cholil terus teringat dan banyak manfaatnya bagi si ustadz. Dalam pengembangan kualitas keilmuan santri, khususnya para santri senior, beliau sangat menaruh perhatian. Secara bergilir santri senior dipanggil untuk membaca kitab di hadapannya. Karena Kiyai Cholil yang memanggil, mau tidak mau, mereka tertuntut untuk selalu siap menguasai materi pelajaran, khawatir bila mereka dipanggil secara mendadak.
Ketekunannya dalam menyimak memang luar biasa. Adiknya, Kiyai Hasani, sangat mengagumi sifat kakaknya itu. Kiyai Hasani pun sampat mengutarakan langsung kekagumannya kepada sang kakak. Namun dengan tawadhu’ Kiyai Cholil menganggap ketekunan itu satu hal yang sangat wajar dan tidak perlu dikagumi. “Tidak tahu, Ni (Kiyai Hasani), saya senang muthola’ah, anak-anak senang mendengarkan),” katanya kepada Kiyai Hasani.
Salah seorang kiyai bernama Kiyai Aqib Yasin, pernah menuturkan bahwa dalam hal ibadah dhohir, Kiyai Cholil bisa dibilang “biasa”, tapi dalam hal ta’lim wa ta’allum, beliau luar biasa. Beliau menegaskan, “Tirakat Kiyai Cholil itu ta’lim wa ta’allum.”
Sedangkan mengenai ketekunannya tersebut, Kiyai Cholil pernah menukil dawuh dari ayahnya, Kiyai Nawawie Noerhasan pernah berkata, “Tekunlah belajar dan shalat berjama’ah, niscaya kau peroleh ilmu yang bermanfaat.”
Rupanya, dawuh itu sangat membekas dan menjadi prinsip hidup Kiyai Cholil. Tidak ada kamus berleha-leha, melepaskan waktu tersia-sia tanpa belajar. Teringat akan dawuh itu pula, selain dalam hal ilmu, dalam hal shalat berjama’ah selama hidupnya bisa dikatakan bahwa beliau tidak pernah meninggalkan shalat berjama’ah. Ketika hampir wafat pun, beliau memaksakan diri shalat berjama’ah dengan bermakmum kepada seorang kiyai lainnya, yakni KH. Abdul Halim.
Kiyai Cholil termasuk seorang Hafizhul Qur’an, orang yang hafal Al-Qur'an. Bila beliau mengimami shalat berjama’ah, suaranya menyejukkan hati dan sangat menyentuh hati, hingga tak jarang membuat air mata orang yang bermakmum kepadanya menetes tanpa mereka sadari. Keilmuan Kiyai Cholil adalah sebuah kitab yang telah termanifestasi dalam tingkah laku.
Sepulang menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya, Kiyai Cholil berkata pada Kiyai Hasani, “Tidak pas, Ni. Mengerjakan sunnah, tapi meninggalkan yang wajib.” Kalimat itu adalah ungkapan protes darinya pada sistem dan juga praktik pelaksanaan ibadah haji yang sering mengabaikan shalat dalam perjalanan.
Pada suatu acara walimah, uang Kiyai Cholil diambil oleh Gus ‘Ud, seorang yang terkenal sebagai wali majdzub. Kiyai Cholil mengingatkan, “Haram, Gus… haram, Gus!” Kiyai Cholil mengingatkan, siapapun orangnya, jika tidak sesuai syari’at, harus ditegur. Selain tegas dalam hal syari’at, profilnya dikenal sangat sederhana dan tidak suka ditonjol-tonjolkan. Dalam forum-forum apapun beliau lebih senang diam.
Diamnya beliau bukan berarti diam tidak paham atau acuh tak acuh. Diamnya itu adalah untuk memberikan kesempatan bicara yang lebih luas kepada yang lainnya. Terbukti, biasanya setelah semua anggota dalam suatu forum kehabisan argumen atau ada yang musykil, barulah Kiyai Cholil angkat bicara, dan mereka semua langsung bisa menerima. Sehingga, bisik-bisik di kalangan mereka menyebutkan, "Kiyai Cholil banyak hafal kitab."
Saat makan, bila sudah terasa nikmat, beliau berhenti seketika. Soal kebiasaannya ini, Kiyai Cholil tidak pernah bercerita, hingga sampai suatu ketika salah seorang yang biasa mendampinginya bertanya kepadanya tentang hal itu. "Saya khawatir nikmat saya habis di dunia,” jawab Kiyai Cholil. Sikap hidup sederhana Kiyai Cholil bisa dibaca dari doa yang tertampang di ndalemnya, “Ya Allah, hidupkan aku dalam keadaan miskin. Dan ambil nyawaku dalam keadaan yang sama. Serta kumpulkankanlah aku bersama orang-orang miskin.”
Juga sebuah ayat Al-Quran yang maknanya, “Kami memberikan makan pada kalian hanya untuk (mencari) ridho Allah. Kami tidak mengharap dari kalian balasan dan juga kata terima kasih.” Kedua kalimat itu terpampang di ruang tamu ndalem Kiyai Cholil dan sering dibaca olehnya. Tulisan itu bukan sebuah hiasan belaka atau slogan kosong, tapi betul-betul terwujud nyata dalam kehidupan Kiyai Cholil sehari-hari.
Demikian seputar perjalanan KH. Cholil Nawawi yang terekam di dalam Buku Jejak Langkah Masyayikh Sidogiri menyebutkannya. Dengan kata lain, beliau adalah kitab berjalan yang berhias perilaku yang penuh dengan keteladanan dalam gerak-geriknya sehari-hari. Akhlak dan syari’atnya tepat berpadu dengan ilmunya.
5. Karomah
Karomah KH. Cholil Nawawi memang sudah tampak sejak kecil, hingga sebagian orang pun meyakini bahwa beliau sudah menjadi wali sejak kecil itu. Kewalian tersebut ditunjukan ketika sehari sebelum Mbah Cholil Bangkalan wafat, Kiyai Cholil Nawawi saat itu berteriak, “Medura Kiamat, Medura Kiamat (Madura Kiamat, Madura Kiamat)”. Ucapan itu diteriakkan Kiyai Cholil berkali-kali, sehingga didengar oleh abahnya, KH. Nawawie, yang waktu itu sedang mengajar di surau. “Ana apa, Lil (ada apa Lil)?” Kiyai Nawawie bertanya.
“Medura kiamat, Ba (Madura kiamat, Abah),” kata Kiya Cholil kepada ayahnya.
KH. Nawawie baru mengerti perkataan Kiyai Cholil pada keesokan harinya, ketika sampai berita kepadanya bahwa Mbah Cholil Bangkalan wafat. Ulama adalah pilar dunia yang dapat menahan murka Allah untuk menurunkan adzab pada manusia. Karena itu, wafatnya seorang ulama besar sekelas Mbah Cholil bisa disebut sebagai kiamat.
6. Teladan
Di ndalem KH. Cholil Nawawi ada dua lumbung padi, satu untuk keperluan ndalem, yang satunya untuk persediaan seandainya masyarakat kampung membutuhkan. Kondisi seperti itu sudah lama diperhitungkan. Sebab, ketika waktu paceklik datang, biasanya masyarakat akan datang meminta bantuan kepadanya. Suatu saat panen gagal, sehingga masyarakat berduyun-duyun meminta bantuan.
Saking banyaknya yang datang, lumbung persediaan yang biasanya untuk keperluan dalem juga dikeluarkan, tapi tetap saja tidak mencukupi. Kondisi itu membuatnya menangis sedih. Beliau merasa tidak dapat membantu masyarakat dengan maksimal. Bila Hari Raya sudah dekat, seperti biasanya banyak orang berkeliling menjajakan dagangan dari rumah ke rumah.
Setiap orang yang datang kepadanya untuk menawarkan barang, hampir pasti barang dagangannya dibelinya, dan untuk sementara waktu disimpannya di ndalem. Ketika Hari Raya tiba, semua barang itu dibagikan kepada tetangga sekitar. Kiyai Cholil juga dikenal sebagai seorang yang sangat menghormati tamu dan tidak membeda-bedakan siapa pun tamu yang datang kepadanya. Semua tamu beliau sambut dengan penuh hormat dengan sambutan yang hangat.
Wujud kepeduliannya juga dapat dilihat dari komitmennya yang bukan saja mengajar santri-santri didiknya, tetapi juga mendidik masyarakat. Secara rutin beliau memberikan pengajian kepada masyarakat kampung setiap hari Selasa. Sementara pada hari Ahad beliau memberi pengajian Kitab Bidayatul Hidayah kepada kepala desa dan aparatnya se-Kecamatan Kraton.
7. Chart Silsilah Sanad
Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Cholil Nawawi dapat dilihat di sini, dan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat di sini.
8. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari berbagai sumber yang mendukung.
Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 25 Agustus 2022, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa tanggal 05 September 2023.
Memuat Komentar ...