Biografi Prof. Dr. KH. Abdul Mukti Ali

 
Biografi Prof. Dr. KH. Abdul Mukti Ali
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Daftar Isi Biografi Prof. Dr. KH. Abdul Mukti Ali

  1. Kelahiran
  2. Wafat
  3. Pendidikan
  4. Menjabat Menteri Agama
  5. Chart Silsilah Sanad

Kelahiran

Prof. Dr. KH. Abdul Mukti Ali lahir pada 23 Agustus 1923 di Cepu, Blora, Jawa Tengah. Beliau merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara, dari pasangan KH. Idris atau KH. Abu Ali (nama yang digunakan setelah menunaikan haji) seorang pedagang tembakau yang cukup sukses dengan Mutiah, atau Hj. Khodijah (nama yang digunakan setelah menunaikan haji) seorang saudagar kain.

Kiyai Mukti Ali memiliki nama kecil Soedjono (Sujono), namun sumber lain ada yang menyebutkan Boedjono (Bujono). Sedangkan nama Abdul Mukti Ali sendiri didapat dari pemberian KH. Hamid Pasuruan ketika menjadi gurunya.

Wafat

Prof. Dr. KH. Abdul Mukti Ali meninggal dunia dalam usia 81 tahun pada 5 Mei 2004, sekitar pukul 17.30 di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito, Yogyakarta. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman keluarga besar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga di Desa Kadisoko, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman.

Beliau meninggalkan seorang istri, tiga orang anak, dan empat orang cucu. Diceritakan bahwa istri beliau, Siti Asmadah menganggap Kiyai Mukti sebagai sosok suami yang sangat sabar. Dalam sebuah kesempatan ia mengatakan, "Bapak itu jarang sekali marah-marah dan sabar sekali." 

Pendidikan

Pada usia delapan tahun, Kiyai Mukti Ali menempuh pendidikan formalnya dengan masuk HIS (Hollandsch Inlandsche School), sekolah milik Pemerintah Hindia Belanda setingkat Sekolah Dasar. Di samping itu, beliau menyempatkan juga mengaji (belajar agama Islam) di Madrasah Diniyah (Sekolah Islam) di Cepu, yang kegiatan belajarnya berlangsung sore harinya.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di HIS dan mendapat sertifikat pegawai pemerintah Belanda (Klein Ambtenar Examen), Kiyai Mukti Ali melanjutkan belajarnya ke Pondok Pesantren di Cepu untuk belajar Al-Qur'an kepada KH. Usman. Di bawah asuhan KH. Usman yang terkenal tegas, beliau belajar membaca Al-Qur'an dengan fasih dan tartil menurut kaidah ilmu tajwid.

Pada pertengahan tahun 1940, Kiyai Mukti Ali muda dikirim ayahnya untuk belajar di Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, di bawah asuhan KH. Dimyati dan puteranya KH. Abdul Hamid Dimyati. Di tempat ini, beliau secara intensif mempelajari berbagai kitab, seperti Nahwul Wadlih, Balaghatul Wadhihah, Jurumiyah, Alfiyah, Taqrib, Iqna', Mustalah Hadis, Jam'ul Jawami', dan lain-lain.

Di pesantren tradisional ini, selain mengaji di bawah pengasuh pesantren, Kiyai Mukti Ali juga banyak belajar dan berdiskusi dengan para seniornya. Di antara para senior Kiyai Mukti Ali tersebut adalah KH. Abdul Hamid (asal Lasem yang kemudian menetap di Pasuruan) dan KH. Ali Ma'sum (Rais 'Aam Syuriyah PBNU 1981-1984). Di Pesantren ini juga Kiyai Mukti Ali bersama KH. Ali Ma'sum sempat merintis berdirinya madrasah, yang kemudian KH. Ali Ma'sum menjadi kepala sekolah dan Kiyai Mukti Ali menjadi wakilnya.

Setelah selesai belajar agama di Pesantren Tremas, Kiyai Mukti Ali melanjutkan pendidikan agamanya di Pesantren Al-Hidayah, Saditan, Lasem, Rembang, di bawah asuhan KH. Ma'shum, ayah dari KH. Ali Ma'sum, sahabat dan gurunya di Pesantren Termas. Meskipun kedua pesantren yang pernah disinggahinya untuk belajar tersebut berbasis Nahdlatul Ulama, namun Kiyai Mukti Ali tumbuh dan berkembang menjadi ulama intelektual dan ulama pembaharu yang berpengaruh.

Setelah menuntaskan pendidikan agamanya di berbagai pesantren, Kiyai Mukti Ali pergi ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Islam (STI) yang saat itu baru saja berdiri. Beliau memutuskan untuk melanjutkan studinya, di Fakultas Agama. STI inilah yang kelak menjadi tempat pertama beliau dalam memulai karier untuk terjun ke politik. Beliau sempat menjadi anggota Dewan Wakil Rakyat Blora pada 1946, meski tidak cukup lama.

Tahun berikutnya, beliau kembali meneruskan belajar di Sekolah Tinggi Islam (STI) Yogyakarta (kelak kampus ini menjadi Universitas Islam Indonesia). Tetapi studinya harus terhenti karena Agresi Militer Belanda kedua pada akhir 1948. Beliau kemudian ikut bertempur dengan bergabung dalam Angkatan Perang Sabil pimpinan Kiyai Abdurrahman dari Kedungbanteng.

Usai Revolusi mereda, Kiyai Mukti Ali berniat meneruskan studinya yang terputus. Pada Maret 1950, beliau berangkat ke Makkah bersama adiknya untuk berhaji sekaligus belajar Islam. Namun sampai di sana, ekspektasinya tentang Makkah buyar sebab banyak hal.

“Bagi Mukti Ali sendiri, Mekkah di tahun 1950 an itu ibarat desa besar dihiasi dengan pola kehidupan masyarakat abad pertengahan. Orang-orang yang hidup di Mekkah juga tidak mempunyai tingkat pendidikan yang lebih baik dari umumnya masyarakat Indonesia,” tulis Ali Munhanif, peneliti UIN Syarif Hidayatullah.

Kiyai Mukti Ali lalu memutuskan pergi ke Pakistan dan mendaftar di Universitas Karachi. Pada 1955, Kiyai Mukti Ali lulus sebagai sarjana spesialis sejarah Islam. Atas saran Anwar Harjono, mantan Sekjen Masyumi, beliau kemudian pergi ke Kanada untuk meneruskan studi di Institute of Islamic Studies, McGill University, Montreal.

Semasa di McGill, beliau mulai mendalami metode studi agama-agama dan membangun pertemanan dengan para profesor kajian Islam di universitas itu. Pada masa inilah pemahaman Kiyai Mukti Ali tentang Teologi Islam berkembang. Biangnya adalah Profesor Wilfred Cantwell Smith yang memperkenalkannya pada pendekatan komparatif dalam mempelajari Islam.

Tentang ini, Kiyai Mukti Ali, sebagaimana dikutip dari keterangan Ali Munhanif, beliau mengatakan, “Kalau boleh saya menyebut, pendekatan itu adalah pendekatan holistik terhadap agama. Suatu pendekatan yang banyak mempengaruhi jalan pikiran saya, atau bahkan dalam konteks yang lebih luas, mengubah sikap saya dalam memahami hidup manusia.”

Lima tahun kemudian, Kiyai Mukti Ali mampu menamatkan program tingkat sarjana mudanya sekaligus melanjutkan program Ph.D di universitas yang sama. Pada bulan Agustrus 1955, beliau tiba di Montreal, Kanada, untuk melanjutkan belajarnya di Universitas McGill dengan mengambil spesialisasi Ilmu Perbandingan Agama.

Sepulang dari Kanada pada 1957, Prof. Dr. KH. Abdul Mukti Ali mengabdikan diri sebagai dosen di IAIN Jakarta. Dan sesuai spesialisasinya, beliau mengajar ilmu perbandingan agama.

Menjabat Menteri Agama

Dalam kariernya, Prof. Dr. KH. Abdul Mukti Ali Mukti Ali pernah menjabat sebagai Menteri Agama menggantikan KH. Muhammad Dachlan dalam Kabinet Pembangunan I. Kemudian beliau diangkat lagi pada periode kedua (1973-1978) pada Kabinet Pembangunan II Orde Baru.

Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru Prof. Dr. KH. Abdul Mukti Ali dapat dilihat di sini.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 02 September 2022, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa tanggal 23 Agustus 2023.

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya