Do'a Adalah Ritual Memohon Pertolongan yang Sudah Menjadi Budaya Nusantara

 
Do'a Adalah Ritual Memohon Pertolongan yang Sudah Menjadi Budaya Nusantara

Dungo (bahasa Jawa) berasal dari kata do’a yang diambil dari bahasa Arab yaitu al-du’a berarti memanggil, mengundang, meminta tolong, memohon, dan sebagainya. Do’a dalam al-Qur’an memiliki banyak arti, diantaranya al-Nida’ (panggilan), al-Thalab (permintaan), al-Qaul (perkataan/ ucapan), al-‘Ibadah (ibadah), al-Isti’anah (minta pertolongan). Dungo dapat diartikan, permintaan seorang hamba kepada Tuhan.

Istilah Dungo berakar pada Bahasa Arab yaitu Do’a Istilah tersebut kemudian dijawakan menjadi Dungo. Kata dungo dalam masyarakat Islam Jawa memiliki kemiripan dengan kata jampi. Dalam masyarakat Indramayu terdapat istilah “dungo sholat, dungo zakat, dungo puasa” atau “jampi sholat, jampi zakat, jampi puasa”, dan sebagainya. Persamaan makna dua istilah itu, masih ditemukan sampai sekarang.

Fungsi Dungo

Masyarakat Nusantara, khususnya Jawa dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu mengaturkan do’a. Dungo memiliki beberapa fungsi, di antaranya:

  1. Sebagai bentuk penghambaan makhluk pada sang Khaliq2. Sebagai amal ibadah
  2. Sebagai solusi dalam permasalahan dunia dan akhirat
  3. Sebagai media untuk meningkatkan dimensi spritual.

Titik singgung Istilah Dungo dengan Islam Nusantara

Praktek dungo dalam masyarakat Nusantara, sebelum datangnya Islam itu memiliki dua bentuk: pertama, ritual dengan mengucapkan jampi; dan kedua, hanya mengucapkan jampi. Dungo ditunjukkan pada roh nenek moyang dan dewa-dewa (dalam tradisi Hindu-Bhuda). Seiring dengan berjalanya waktu, tradisi itu mengalami perubahan. Islam datang ke Nusantara dan mengubah tradisi dungo menjadi dungo yang bernafas Islam. 

Masyarakat Nusantara boleh melakukan ritual mapag sri (ritual yang dilakukan masyarakat Jawa menjelang musim tanam padi), tetapi ritual tersebut kemudian diisi dengan dzikir dan tahlil bersama. Ketika salah satu keluarga hamil, masyarakat Jawa biasanya mengadakan ritual, tetapi ritual itu tidak dihilangkan oleh Wali Songo, cuma ritual itu diisi dengan membaca al-qur’an, biasanya membaca surat Muhammad, al-Rahman, Maryam, dan Yusuf.

Tradisi yang dibangun Wali Songo masih dapat dijumpai hingga sekarang, khususnya dalam masyarakat Jawa.

Sumber Bacaan

Syukriadi Sambas dan Tata Sukayat, Epistimologi Doa, (Bandung: TPK Warois, 2002).

SUMBER : ENSIKLOPEDI ISLAM NUSANTARA (Edisi Budaya)