INFAK / SEDEKAH/ DONASI/ SUMBANGAN untuk LADUNI.ID
Seluruh dana yang terkumpul untuk operasional dan pengembangan portal dakwah Islam ini
Cinta Rasulullah SAW kepada kita semua merentang lebar dan dalam, hingga kepada pengertiannya yang manusiawi sekali terkait betapa terbatasnya kemampuan kita dalam beribadah kepada-Nya.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
Kisah ini mengajarkan bahwa dalam Islam, kekayaan bukanlah aib atau sesuatu yang harus dijauhi. Yang penting adalah bagaimana kekayaan itu digunakan. Jika berada di tangan orang yang sholeh dan bertakwa, harta justru menjadi alat untuk memperluas manfaat dan kebaikan.
Amalan ini tampak sederhana, namun mengandung kekuatan besar. Dalam kehidupan sehari-hari, menghidupkan adab kecil seperti ini adalah bagian dari menjaga hubungan kita dengan Allah dan makhluk-Nya. Dengan salam yang penuh berkah, rumah menjadi tempat datangnya rahmat, ketenangan, dan pintu-pintu rezeki yang terbuka lebar.
Surga disediakan untuk orang-orang yang beriman dan berbuat baik, dari manapun berasal, berwarna kulit apapun, berjenis kelamin apapun dan dari keturunan siapapun.
“Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, suka mencela, yang kian ke mari menyebarkan fitnah.” (QS. Al-Qalam: 10-11)
Menjaga marwah leluhur bukan sekadar mengenang nama, tapi mewujudkan nilai-nilainya dalam tindakan. Keturunan yang baik bisa mengangkat kembali nama leluhur, sementara keturunan yang lalai bisa membuat warisan itu hilang begitu saja.
Gus Baha mengajak kita untuk kembali pada semangat Islam yang penuh kasih, memudahkan, dan memahami konteks. Karena seperti kata beliau, "Di zaman Nabi, Islam itu gampang." Maka, jangan sampai justru kita yang membuatnya terasa sulit.
Lewat kisah ini, Gus Baha ingin mengingatkan bahwa rahmat Allah itu sangat luas dan sering kali tak terduga. Manusia tak akan pernah benar-benar bisa menebak keputusan Allah, bahkan dalam perkara sebesar surga dan neraka.
Secara bijak dapat dikemukakan bahwa bukanlah absensi kematian kita yang kita tunggu, bukan di wilayah mana kita menemui ajal, tetapi bekal apa yang harus kita siapkan di kala kematian menghampiri kita.