Qawa’id merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa indonesia disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau patokan.
Ya benar, Sayyidina Umar bin al Khatthab Ra, Khalifah kedua pasca wafatnya Rasulullah Saw yang sangat terkenal ketegasannya pun pernah menegur muazin semasanya: Abu Mahdzurah Samurah bin Mi'yar Ra, yang azan dengan memaksakan suara sekeras-kerasnya
Mengutangi itu tidak mudah, lebih-lebih jika yang berutang tidak amanah. Perjuangan mengontrol perasaan dan juga mengontrol lisan itu perlu energi ekstra. Sebab hati sering digoda untuk jengkel dan lisan sering digoda untuk mengucapkan kata-kata nylekit bin pedas lalu bisa terseret pada perbuatan menggunjing dan bahkan bisa memfitnah
Ketika masyarakat menyimpan pertanyaan-pertanyaan yang dikaitkan dengan pandangan keagamaan, para ulama Nahdlatul Ulama selalu hadir memberikan jawaban dan sudut pandang. Seperti yang dilakukan para kiai Jombang. Mereka bahkan membuat forum musyawarah khusus, membahas berbagai persoalan, saling menyodorkan dalil, dan menjawab kegelisahan.
KH Husein Muhammad mengatakan bahwasanya para imam pendiri mazhab merupakan orang yang paling toleransi di antara yang lain. Mereka lebih dapat menghargai pendapat orang lain, paling bisa menghargai pandangan orang lain, dan paling rendah hati
Mengenai masalah ini, seorang ulama dari Tarim, Hadhramaut, Yaman, Habib Muhammad bin Alwi al-Aydrus menyusun kitab an-Niyat. Kitab yang menghimpun niat-niat dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan yang asalnya bukan ibadah murni, termasuk menggunakan internet.
Dalam ilmu psikologi disebutkan bahwa lingkungan memiliki peran besar dalam proses perkembangan dan pembentukan personality individu. Lingkungan dalam hal ini mencakup lingkungan keluarga, lingkungan Pendidikan (sekolah/madrasah), dan lingkungan pertemanan.
Kalimat yatim, sudah tak asing lagi di telinga kita, bagaimana tidak? ketika mendengar kata ini terlintas dalam benak akan seorang anak yang ditinggal orang tercinta dan paling berharga dalam hidupnya, entah itu ayah ataupun ibu.
Sebagian kaum beragama menolak pendapat atau pikiran atau produk orang lain yang berbeda keyakinan agama dengan dirinya, meskipun baik dan bermanfaat bagi kehidupan. Mereka menyebutnya kafir atau sekuler. Ini sungguh aneh dan sangat inkonsisten. Karena betapa banyak fasilitas hidup yang dipakainya sehari-hari seperti alat-alat komunikasi, transportasi, dan produk teknologi lainnya,
Hal ini (menuntut ilmu) tidak sempurna kecuali seseorang menguasai empat bidang; mahir baca-tulis, mengerti bahasa, menguasai ilmu sharaf, dan ilmu nahwu (gramtikal). Kemampuan ini harus dibarengi dengan karunia Allah seperti kesehatan, kemampuan, keuletan, dan hafalan.