Mewaspadai Trans -Ideologi dan Menguatnya Politik Identitas

 
Mewaspadai Trans -Ideologi dan Menguatnya Politik Identitas

LADUNI.ID - 

Bom Srilanka 
Cukup mengejukan bom Srilanka beberapa waktu lalu, tak pelak membuat Indonesia harus extra waspada ditengah perhitungan suara realcount 2019, indikasi jaringan radikalis yg beroperasi di Srilanka sangat dimunkinkan berjejaring dengan afiliasi mereka yang di Indonesai, sehingga Kyai Ma’ruf Amin memperingatkan pemerintah agar waspada kelompok radikalis.

Membaca Trend Digital
Arabic spring yang dimulai di Tunisia, Yaman, Mesir, Libya, Suriah hampir selalu melibatkan aktor asing, peristiwa lokal namun seolah melegitimasi campur tangan asing atau minimal meletakkan dasar-dasar intervensi misalnya dengan bantuan pangan, obat-obatan bahkan bantuan militer. Contoh yang terjadi misalnya di Libya, Suriah, Afghanistan, Mesir, Yaman,Venezuela, dan beberapa negara atau organisasi lain. Kita juga melihat jelas situasi di Venezuela, Juan Guaido yang memproklamirkan diri sebagai presiden Venezuela, mendapat dukungan Amerika dan sekutunya. Sementara itu Meduro sebagai presiden terpilih diancam akan digulingkan. Modus seperti ini hanya mengulang apa yang terjadi di Tunisia, Libya, Mesir, juga Suriah. Meduro sudah pasti dibantu dan didukung oleh Rusia, Cina, Kuba dan Iran juga Korea Utara. PERMUSUHAN DUA ADIDAYA.
Arabic Spring dimulai dengan group-group kecil menggunakan media sosial seperti twitter dan facebook. Riset Salloum menemukan penggunaan 24 koran arab penggunaan Facebook pada koran Arab dengan melibatkan 62.327 postingan dan 9372 komentar. Scroeder menemukan melalui media sosial Twitter, revolusi di Mesir digerakkan, disana terdapat akun palsu yang mengatasnamakan Presiden Mesir Husni Mubarak, Akun palsu ini digunakan untuk menyebarkan berita-berita oleh sekelompok orang sehingga mulai mengguncang pemerintahan. Pada sisi lain media sosial digunakan untuk social movement. Nahed Eltantawi dan Julie B. wiest (2011) menemukan peran sentral media sosial untuk memobilisasi massa dengan isu ketidakpercayaan pada pemerintah dalam kasus Arabic Spring di Mesir berakhir dengan aksi kolektif, dan disinilah terbukti apa yang disebut Habibul Haque (2011) bahwa media sosial sebagai salah satu faktor revolusi sosial. Inilah yang sebenarnya jadi target akhir para penentang NKRI.
. Kasus di Suriah  agak berbeda dibanding dengan negara-negara arab lain karena adanya intervensi langsung Rusia, namun perang saudara tetap tak terelakkan, SAA (Syirian Arab Army ) vs FSA (Free Syirian Army) tetap berkecamuk bahkan sampai sekarang belum usai. Global power (Amerika dan Rusia) hampir saja berperang secara lanGsung di Suriah, bukan hanya Proxy seperti di beberapa negara.

Medsos untuk Social Movement
Bukankah benar bahwa isu-isu perpolitikan sekarang ini selalu diarahkan mendapat bantuan, dukungan atau mendukung Cina?, ini pertanda bahwa opini sedang di-framing agar terkesan bahwa Indonesia saat ini sedang bermesraan dengan Cina, juga Rusia. Kita telah tahu Amerika telah mengeluarkan aturan membendung dan memberikan sanksi negara yang membeli alat pertahanan dari Rusia, dan Indonesia jelas-jelas membeli 11 pesawat tempur Multi-role Su-35, untungnya Indonesia termasuk pengecualian seperti India dan Vietnam. 
Agenda besar mereka dilakukan secara terencana, mereka banyak menggunakan media sosial untuk mempengaruhi rakyat Indonesia, mereka telah memulai dengan Hastag “Ganti Presiden” mengisyaratkan ketidakpercayaan pada pemerintahan, tapi sebenarnya mereka punya tujuan lebih jauh dari itu. 
Melihat demikian persoalannya, tidak ada salahnya kita mengantiasipasi ancaman dari luar yang memang sudah seringkali mengintai. Terlihat indikator yang mengopinikan pemerintah didukung dan bekerjasama dengan Cina, isu PKI, dan sebagainya tujuannya menimbulkan ketidakpercayaan kepada pemerintah. Mereka ingin sekali membenturkan global power (USA dengan Rusia + Cina). Ini merupakan langkah awal memanggil dan menghadirkan intervensi asing jika suatu saat diperlukan, ditambah dengan ketidak percayaan pada KPU. 
Sepakat dengan adanya pendapat tentang adanya upaya menggagalkan Pemilu, indikatornya mulai dimunculkan ketidakpercayaan, isu kecurangan dan tidak bagusnya Kinerja KPU. Maka dapat diduga adanya upaya terselubung dan sistematis. Itulah yang terjadi di Venezuela, Suriah, Tunisia, Mesir dan beberapa negara lain. 
Mengapa mereka massif menggunakan medsos?, hasil penelitian Carol Huang (2011) menyebutkan bahwa Facebook dan Twitter sebagai kunci gerakan sosial di Tunisia dan Mesir. Philip N Howard dkk (2015) juga meneliti media sosial, meskipun gelombang protes juga nampak di Algeria, Maroko, Suriah, Yaman. Menurut Philip, Facebook, Twitter dan Youtube lebih banyak digunakan untuk menginspirasi dan mengorganisasi protes dan mengkritik pemerintah, tetapi mereka ambil focus di Tunisia dan Mesir, dan masih banyak lagi penelitian yang menitikberatkan penggunaan media sosial untuk mengkritik pemerintah dan menggerakkan orang-orang. Media sosial sangat ampuh digunakan membentuk opini publik sehingga menjadi pilihan mereka.
Terlihat adanya copy-paste situasi, media sosial untuk memobilisasi massa dan melemahkan pemerintah. Hastag ganti presiden diawali di Media sosial telah berkembang sedemikian rupa, penggunaan Facebook juga massif dilakukan, facebook digunakan untuk mengajak orang-orang untuk mengkritik pemerintah. Benar apa yang dikatakan Akaichi, bahwa facebook membuat orang punya kesempatan untuk  mengajak pada perubahan, mengekspresikan sentimen melalui postingan-postingan seperti image, video, gambar dan tulisan.
Kembali ke topik. Saat ini issu change the president telah menggelinding jauh manjadi gerakan massif dan terkoordinir. Gerakan ini mendapatkan tambahan amunisi yang diduga mantan anggota HTI dan ormas yg berafiliasi dan menjadi underbow aliran radikalis. Bukan hanya pemerintah yang diserang, tapi juga NU, mereka tahu bahwa yang paling gigih mempertahankan NKRI adalah NU dan banomnya. Mereka mulai menyerang penjaga NKRI (Ansor/Banser). Mereka mengira kasus pembakaran bendera sudah berhasil dan membuat Ansor/Banser NU tersudut oleh banyak orang Islam, namun Ansor/Banser malah Show of Force dimana-mana. Ansor/Banser bukanlah organisasi kemaren sore, tapi merupakan organisasi yang sudah berpengalaman puluhan tahun serta aktif dalam mempertahankan NKRI.
 
Mengendus arah delegitimasi 
    Nyanyian kepedihan yang ditampilkan adalah kemiskinan, ekonomi makin berat, pro-Cina, Anti Ulama, Pemerintah Kafir, hutang negara makin menumpuk. Lagu lama, tapi masih ampuh untuk menciptakan hoax, lalu diperkuat dengan penggunaan media sosial Facebook, Whatsapp, twitter, Youtube. Diantara nyanyian itu adalah; Agama dibatasi, dan sebagainya. Jika kita simak ceramah Tuan Guru Bajang, betapa demokratisnya Indonesia dibandingkan dengan negara-negara Timur Tengah. 
Ketegangan di Tunisa, Mesir, Libya, Yaman,Suriah, Venezuela dll. Bukan faktor kebetulan, tetapi tak terlepas dari aktor-aktor trans-idelologi dan agen intelijen yang seolah mendapat tumpangan gratis di era medsos. Didahului isu-isu kecil yg dibesar-besarkan melalui medsos akhirnya terjadilah social movement.

Trigger itu adalah…
Tunisia; ketika Ben Ali menjadi presiden, diberitakan banyak terjadi pengangguran, harga barang tinggi dan persoalan HAM. Akhirya ketika seorang pedagang buah bernama Bouazizi membakar diri, demonstrasi makin meluas, ketika ada korban sewaktu demonstrasi, maka makin tak bisa dikendalikan. Kekacauan di Mesir juga lebih banyak dimulai dan dikendalikan dari Medsos, Suriah: Maret 2011, di Suriah pelajar berumur antara 9-15 tahun menulis slogan anti pemerintah dan menuntut rezim yg berkuasa turun. Adanya Emergency law (di Indonesia mirip UU ITE), banyak diprotes, lalu pada 25 Maret 2011 ada aksi Konvoi 100.000 peserta menuntut Basyar Assad (presiden Suriah mundur). Beberapa tidak diungkapkan disini. 
Tunisia        ; Bouazizi membakar diri, penggunaan medsos, demontrasi
Mesir        : Ketidakadilan, Medsos (hoax), Akun Twitter Palsu, Demo.
Suriah        : hastag ganti rezim, demonstrasi dan pawai, penggunaan medsos,dukungan asing.
Venezuela    : Kemiskinan, pencegatan bantuan, demontrasi, 
  Delegitimasi hasil pemilu, Joan Guaido proklamirkan diri sebagai presiden, 
  dukungan asing.

Menggelumbungnya suara salah satu parpol
Indonesia punya keunikan, mempunyai tatanan masyarakat sipil yg kuat, jelas dan terorganisir dengan baik (seperti yg disampaikan Kyai Said Aqil Siraj). Struktur inilah yang memperkuat bangsa Indonesia. Oleh karena itu tidak mudah memporak-porandakan Indonesia. Hanya dengan satu jalan bagi mereka, kuasai perpolitikannya. Penggelembungan salah satu parpol yang terindikasi simpatisan radikalis merupakan “ALARM” nyata bagi bangsa ini untuk waspada tinggi. Terkadang kasihan menyaksikan banyak orang buta konstelasi, tanpa sadar tersesat pada arus agenda setting yang sengaja dipasang untuk memperkuat agenda tertentu. Tak jarang kekukuhan pada prinsip dengan logika pikir mereka yang sudah tak benar membuat kita jengah dan terperangah, brain washing yang luar biasa. 

Oleh:Imron Muttaqin
Sekretaris ISNU Kalimantan Barat