Ratibul Haddad dan Kedahsyatannya Memberantas Kemungkaran

 
Ratibul Haddad dan Kedahsyatannya Memberantas Kemungkaran

LADUNI.ID, Situbondo - Beberapa perkumpulan Khotmil Qur’an dan Ratibul Haddad yang merupakan alumni dan simpatisan Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah (P2S2) Sukorejo Situbondo hadir dalam sebuah moment istimewa. Mereka antusias karena Pengasuh ke-4 P2S2, KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy hadir di tengah-tengah mereka.

Kemudian benar, sosok yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Para jamaah pun serentak berdiri menyambut kedatangan sang guru. Dengan kendaraan khas Innova warna putih, cucu Kiai As’ad itu langsung turun dari mobilnya dan berbaur dengan para alumni usai seluruh yang hadir menyalaminya.  

Beberapa saat kemudian,  Pria yang akrab dipanggil Kiai Azaim itu hanyut dalam lantunan Al Qur’an bersama ratusan alumni dan simpatisan pesantren yang diasuhnya. Sebelum akhirnya acara dilanjutkan dengan Tahlil, do’a Khotmil Qur’an dan ditutup dengan Tausiyah oleh Kiai Azaim.

Kiai Azaim memberikan tausiyah dan berpesan agar setiap membaca Ratibul Haddad menambahkan niat untuk melawan dan memberantas kejahatan, kemaksiatan dan kemungkaran. Karena wirid tersebut tidak hanya berfungsi sebagai perisai dalam membentengi diri dari berbagai gangguan jahat dari jin dan manusia tapi juga terbukti dapat melawan dan memberantas perbuatan mungkar, kemaksiatan bahkan aliran-aliran sesat dan menyimpang.

“Ada salah satu alumni asal Lumajang Jawa Timur yang bercerita tentang kondisi yang sangat parah oleh kemaksiatan dan kemungkaran di daerahnya. Mulai dari perjudian, pelacuran, narkoba begitu nyata terlihat dengan maraknya warung dan pertokoan yang dijadikan tempat tumbuh suburnya kemungkaran dan kemaksiatan,” terang Kiai Azaim tanpa menyebutkan nama alumni tersebut.

Masyarakat sangat resah dengan apa yang sedang terjadi di lingkungannya, termasuk salah satu alumni Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo itu. Hingga akhirnya ia berinisiatif untuk istiqomah membaca wirid Ratibul Haddad yang menjadi bacaan wajib di pesantren tempat dulu ia menimba ilmu agama. Tak lupa ia menyelipkan niat memberantas kemaksiatan membaca wirid tersebut.

“Singkat cerita, setelah sang alumni itu istiqomah membaca ratibul haddad, atas kuasa Allah banyak toko-toko, warung yang dijadikan tempat transaksi narkoba, pelacuran dan perjudian satu-persatu mulai tutup. Bahkansalah satu wanita yang bekerja di tempat tersebut mengaku tidak betah karena tubuhnya merasakan panas setiap melakukan kemaksiatan”, Kiai Azaim melanjutkan kisahnya.

Tidak hanya di Lumajang, Jawa Timur. Kejadian hampir sama juga terjadi di Sumenep Madura. Bedanya, di daerah yang ada di ujung pulau Madura tersebut adalah munculnya aliran sesat. Menurut pengakuan salah satu alumni P2S2, satu persatu  pengikut aliran sesat akhirnya keluar semenjak dirinya rutin membaca Ratibul  Haddad yang diniatkan untuk menghancurkan aliran sesat yang terjadi di daerahnya.

“Di Sumenep pun demikian, ada alumni yang menyampaikan kalau di daerahnya sudah aman dari aliran sesat yang sempat bikin resah masyarakat sekitar semenjak ia istiqomah membaca rawatibul haddad dengan  niat yang ditanamkan untuk melawan aliran-aliran yang merasahkan”, tambah lulusan pesantren Al Haramain Mekkah itu.

Karenanya, murid Sayyid Muhammad Al Maliki itu menghimbau agar agar setiap membaca Ratibul Haddad tidak lupa manambahkan niat melawan dan menyembuhkan segala bentuk kejahatan, kemungkaran dan kemaksiatan di lingkungannya masing-masing, baik dibaca yang perorangan maupun berkelompok.

“Termasuk di Situbondo, tambahkan niat setiap membacanya untuk malawan apapun yang berpotensi menggangu kesatuan dan kenyamanan masyarakat”, harap Kiai Azaim sambil seraya menyinggung kembali tentang bahaya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sempat menyita perhatian publik.

Sebelum mengungkap tentang kehebatan Ratibul Haddad, Kiai yang baru saja luncurkan bulu Antologi Puisi karangannya itu menyampaikan tentang seputar fadhilah dan keutaman Khotmil Qur’an.

“Tradisi Khatmil Qur’an yang dibaca secara berjama’ah bersama-sama seperti ini dahulu dimulai dari tradisi para Masyayih dan para Ulama’ Hijaz Mekkah dan Madinah, termasuk pembacaan sholawat dengan menggunakan media biji-bijian dan kerikil, dan tradisi pembacaan qosidah. Kemudian tradisi tersebut dibawa ke Indonesia oleh para ulama diantaranya KHR, Syamsul Arifin dan KHR Asad Syamsul Arifin. Para ulama itu adalah orang-orang yang sanad keilmuanya bersambung hingga ke Rasulullah SAW”, papar Kiai Azaim.

Di ujung tausiahnya, ia tak lupa mengingatkan tentang pentingnya menghidupkan kembali tradisi qasidah tarkhib Ramadhan, seperti qasidah dan ucapan-ucapan selamat menyambut datangnya Ramadhan. Hal itu penting selain untuk syi’ar Islam juga dimaksudkan agar lebih bersemangat menghadapi dan menjalani ibadah di bulan Ramadhan.

Seperti diketahui, selain Al Qur’an yang menjadi bacaan wajib bagi santri,  Ratibul Haddad juga menjadi salah satu wirid dan bacaan rutin bagi mereka.  Di Pondok Pesantren yang sudah berusia lebih dari satu abad tersebut ada tiga awrad (wirid) yang selama ini menjadi benteng dari Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo. Ketiganya adalah awrad utama yang saling mengokohkan yakni ratibul haddad, burdah dan tarhim.

Bahkan pada acara reuni alumni yang diselenggarakan dalam rangka haul majemuk tahun lalu, cicit pengarang Ratibul Haddad, Habib Abdullah bin Muhammad al-Masyhur al-Haddar memberikan ijazah Ratibul Haddad kepada seluruh santri dan alumni yang hadir saat itu.

cicit pengarang Ratibul Haddad, Habib Abdullah bin Muhammad al-Masyhur al-Haddar saat menghadiri Haul Majemuk tahun 2015 dan memberikan ijazah Ratibul Haddad

Sekitar pukul 20.30 acara Khotmil Quran, pembacaan Ratibul Haddad dan disempurnakan dengan Tahlil berakhir. Setelah menikmati jamuan, Kiai Azaim dan ratusan alumni satu persatu membubarkan diri. Kecuali beberapa alumni yang memilih bertahan di tempat acara dengan setumpuk persoalan yang didiskusikan, mulai dari soal himpitan ekonomi, tagihan rekening listrik yang makin tinggi hingga soal omelan istri.

“Bacakan saja Ratibul Haddad”, nyeletuk ketua Khatmil Qur’an Al Ghiwari, Basri Fauzi, setengah berkelakar. (Sumber: serambimata)