Mewujudkan Keluarga Berkah

 
Mewujudkan Keluarga Berkah

LADUNI.ID - Untuk mengikhtiarkan keluarga berkah, paling tidak kita membutuhkan tiga 'saling', yaitu Saling mendoakan, Saling Berusaha, dan Saling menasehati.

(1) Saling Mendoakan

Orang tua mendoakan anak, pun anak mendoakan orang tua.

Dalam al-Qur'an dan Hadits Nabi, banyak terdapat redaksi doa-doa ini. Ada satu rangkaian doa 'turun' dan 'naik', yaitu Ibrahim ayat 40-41.

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku."

رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

"Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)."

Termasuk metode doa untuk anak adalah 'tirakat'. Bahasa Aswaja -nya, tawassul dengan amal shalih.

Jadi ibadah yang kita ikhtiarkan, jangan buat diri sendiri. (1) Mintalah untuk diterima, (2) kirimkan pahalanya untuk orang tua, keluarga, dsb, (3) jadikan perantara atau wasilah keshalihan anak-anak kita.

Misal, habis bersedekah, ucapkan, "Ya Allah, terimalah. Sampaikan pahalanya untuk almarhum bapak, almarhumah ibu. Berkat sedekah ini, jadikan keluarga saya sakinah mawaddah war rahmah, anak-anak shalih-shalihah."

Termasuk "nirakati" anak adalah membacakan al Fatihah untuk mereka. Anak tujuh, bacakan Fatihah tujuh kali. Bacakan bersama suami, misalnya sebelum tidur, sesuai "hajat mendesak" anak di saat itu.

"Yah, anak kita yang pertama sudah lulus kuliah. Semoga dapat perkerjaan yang berkah, jodoh yang shalih/ shalihah. al Faaatihah."

Baca Fatihah sama suami.

"Yah, anak kita yang kedua mau ujian. Semoga lancar dan diberi ilmu yang bermanfaat. Al Faatihah.."

"Anak ketiga, yah, kecanduan game online. Semoga bisa segera sadar dan bisa mengatur waktunya. al Faatihah..."

Terakhir, jangan lupa bacakan Fatihah juga untuk samping Ibu. "Ya Allah, suami saya, Ya Allah. Tambah tua tambah ruwet... :-)

(Dalam hati saja, biar tak terdengat suami, heuheu)

(2) Saling Berusaha

Tidak masalah orang tua menginginkan anaknya jadi dokter, sedang dia bukan dokter.

Tak masalah orang tua menginginkan anaknya jadi guru, sedang dia bukan guru.

Tak masalah orang tua menginginkan anaknya jadi jenderal, sedang dia bukan jenderal.

Yang bermasalah adalah orang tua menginginkan anaknya jadi orang saleh, sedangkan dia sendiri tidak membina dirinya untuk menjadi orang saleh...

Tiap sore seorang ibu "ngoprak-ngoprak" anaknya untuk berangkat mengaji. Tapi ibunya sendiri kalau di kampung ada pengajian nggak pernah datang.

Tiap hari seorang ayah menyuruh anaknya ke masjid, tapi dia sendiri jarang ke masjid.

Harta anak yatim dijaga oleh Allah, seperti dikisahkan dalam al Kahfi, karena keshalihan orang tuanya.

وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا

"... sedangkan ayah mereka adalah seorang yang shalih."

Anak akan dijaga oleh Allah, berkat keshalihan orang tuanya.

(3) Saling Menasihati

Kita tak bisa memyimpulkan sesuatu bila ia masih berproses. Pun dengan anak. Tak bisa kita mengatakan, "Ancen anakku nduablek", dst.

Kita bukan Nabi Nuh yang mendapatkan wahyu. Beliau berhenti memberikan nasihat untuk anaknya Kan'an ketika turun firman Allah:

قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ ۖ

"Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik."

Beliau tahu anaknya bukan anak yang baik ketika datang vonis tersebut. Tapi kita tak bisa menerima wahyu yang sama. Maka jangan lelah untuk terus memberikan nasihat agar keluarga kita shalat, puasa, istiqamah dalam kebaikan.

Termasuk antar suami istri. Baik bila sejak awal saling memberikan nasihat dan pesan:

"Yah, kalau aku meninggal dunia duluan, saat sakaratul maut nanti, bisikkan di telingaku kalimat La Ilaaha illallah."

"Aku juga, Bu. Kalau aku yang meninggal duluan, talqin saya untuk mengucapkan La Ilaaha illallah..."

"Saiki ta, Pak?"

"Engkok, Bu. Kok saiki!"

Oleh: Faris Khoirul Anam