Definisi Kiai menurut Kiai As'ad Syamsul Arifin

 
Definisi Kiai menurut Kiai As'ad Syamsul Arifin
Sumber Gambar: Serambimata.com

Laduni.ID, Jakarta – Gelar “Kiai” di Indonesia merujuk kepada orang-orang yang memiliki pemahaman ilmu agama lebih tinggi daripada orang pada umumnya. Gelar ini memiliki penyebutan yang berbeda di tiap-tiap daerah, namun substansi dari definisinya tidaklah bergeser sedikitpun.

Gelar Kiai sendiri disematkan oleh masyarakat yang merasakan langsung manfaat dari ilmu yang dimiliki, memang pada dasarnya mereka yang memiliki ilmu agama haruslah mengamalkan apa yang ia dapat kepada masyarakat.

Merujuk pada UU Pesantren No. 18/2019, gelar kiai didefinisikan sebagai sebutan bagi orang yang memiliki kompetensi ilmu agama Islam yang berperan sebagai figure, teladan, atau menjadi pengasuh pondok pesantren.

Namun pada akhir-akhir ini, penyebutan Kiai mengalami pelonggaran, saat ini siapa saja dapat menggunakan gelar ini sesuka hati. Padahal, dalam budaya jawa, Kiai adalah gelar terhormat santri kepada gurunya. Sebutan agung yang hanya disematkan pada orang-orang tertentu.

Dalam video ceramah KH Sahal Mahfudz, Pengasuh Pondok Pesantren Maslakul Huda yang baru-baru ini sedang viral, mengatakan bahwa istilah Kiai memiliki dua definisi. Pertama, pada zaman awal ketika Islam masuk di Nusantara, gelar Kiai tersemat kepada orang yang alim ‘alamah, berakhlak mulia, dan memiliki pemahaman tentang syariat.

Definisi kedua, seseorang tidak bisa disebut sebagai Kiai jika tidak memiliki banyak ilmu, tidak memiliki ilmu syariat, bukan seorang sufi, dan bukan merupakan orang yang mampu mengamalkan ilmunya.

“Namun sekarang tidak, kiai adalah julukan umum bagi semua orang yang menginginkan. Jika kamu ingin dijuluki kiai, silahkan,” kata beliau.

Prof. Nadirsyah Hosen melalui akun twitternya juga menuturkan bahwa saat ini, para ulama banyak yang menghindari sebutan kiai pada dirinya, diantaranya adalah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus).

“Gus Dur lebih nyaman menjadi Gus seterusnya, seolah mengisyaratkan bahwa yang Kiai itu bapaknya, bukan Durrahman. Gus Mus jadi Rais Aam pun tanda tangan surat resmi hanya mau ditulis namanya tanpa gelar Kiai. Kiai beneran ya gini, malah gak pengen dipanggil Kiai,” cuit Prof. Nadirsyah.

Mohammad Baharun dari Majalah Tempo suatu ketika pernah bertanya kepada KH As’ad Syamsul Arifin tentang bagaimana gelar Kiai tersemat pada diri beliau.

“Ah, itu sulit dijawab. sebab Kiai lahir bukan dari sekolah dan madrasah. Ia lahir karena struktur masyarakat. seseorang bisa disebut kiai karena pengakuan masyarakat atas ilmu, akhlak dan kharismanya. berbeda sekali dengan gelar formal yang ada. Kiai adalah pengakuan masyarakat. semula saya risih mendapat gelar itu. tapi kemudian saya anggap ini adalah amanat. saya anggap ini beban moral,” jawab Kiai As’ad sebagaimana dikutip dari Majalah Tempo.

Disadur dari berbagai sumber

Foto: Kiai As'ad Syamsul Arifin diapit Kiai Abd. Wahid Zaini dan Kiai Abdul Haq Zaini


Editor: Daniel Simatupang