Biografi KH. Dja’far Sabran

 
Biografi KH. Dja’far Sabran
Sumber Gambar: KH. Dja'far Sabran (foto istimewa)

Daftar isi Biografi KH. Dja’far Sabran

1.         Riwayat Hidup
1.1       Lahir
1.2       Keluarga
1.3       Wafat

2.         Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1       Perjalanan Menuntut Ilmu
2.2       Guru
2.3       Mengajar dan Merintis Perguruan Islam Putri

3.         Penerus
3.1       Penerus Beliau

4.         Karier
4.1       Karier Beliau

5.         Karya

6.         Referensi

1.         Riwayat Hidup
1.1       Lahir

KH. Dja’far Sabran lahirk di Paliwara, Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara pada tahun 1324/1920. Ayahnya bernama H. Saberan bin H. Sanu dan ibunya bernama Hj. Rahmah binti H. Sa’dullah. Ia merupakan anak kedua dari delapan bersaudara. Saudaranya yang lain adalah yaitu (1) H. Anwar Sabran, (2) H. Ali Sabran, (3) Hj. Aliyah Sabran, (4) Abu Bakar Sabran, (5) Umar Sabran, (6) Hj. Sarah Sabran, dan (7) H. Muhdar Sabran.

1.2       Keluarga

KH. Dja'far Sabran menikah dengan Hj. Arfah (tahun 1939) dikaruniai enam anak, dua orang laki-laki dan empat orang perempuan, yaitu:

  1. Hj. Partiyah (Guru SDN),
  2. Mawardi,
  3. Drs. H. Farid Wajidi, M.Pd. (pernah menjadi Kepala Kanwil Depag Provinsi Kalimantan Timur),
  4. Dra. Hj. Siti faridah (Guru MAN Samarinda),
  5. Dra. Hj. Siti Aminah, M.Ag (Guru MAN Samarinda) dan
  6. Hj. Siti Fatimah.

Di antara anak-anaknya ini, tampaknya yang paling menonjol dan dapat meneruskan figurnya adalah Drs. Farid Wajidy, M.Pd.

1.3       Wafat

Dja’far Sabran wafat di Samarinda pada tanggal 2 Juni 1990 dalam usia kurang lebih 70 tahun. Ia dimakamkan di samping Mesjid Raya Darussalam di tengah kota Samarinda.

2.        Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1      Perjalanan Menuntut Ilmu

Riwayat pendidikan KH. Dja’far dimulai dari tahun 1927. Pada usia tujuh tahun ia sempat mengenyam pendidikan formal selama setahun di Vervolkschool (1927). Di sekolah ini ia dibimbing oleh gurunya yang bernama Muhammad Nashir. Kemudian pada tahun 1931-1939, ia meneruskan studinya di Arabische school (Sekolah Arab) yang didirikan oleh Tuan Guru Muallim Abdurrasyid (w. 1934). Arabische School kemudian berubah nama menjadi Madrasatur Rasyidiyah. Pimpinannya juga berganti. Tuan Guru Abdurrasyid pindah ke Kandangan dan digantikan oleh H. Juhri Sulaiman.

Pada masa kepemimpinan Juhri Sulaiman inilah Dja’far Sabran menempuh pendidikan di madrasah ini hingga selesai (1939). Para tenaga pengajar Madrasatur Rasyidiyah pada saat Dja’far Sabran belajar di sini adalah Juhri Sulaiman (Kepala Sekolah), Ahmad Mansur (Sungai Karias), H. Muhammad Arsyad (qari dari Tangga Ulin), H. Asy’ari (Tangga Ulin), H. Achmad Dahlan (Lok Bangkai), H. Abdul Wahab Sya’rani (Palimbangan), H. Muslim (Pakacangan), Ismail Jafri (Paliwara), H. Jafri Pekapuran (menantu H. Abdurrasyid), H. Ahmad Jamhari (qari dari Paliwara), Asnawi Hasan (Paliwara), dan H. Ahmad Affandi (Paliwara).

Selain menempuh pendidikan formal di Madrasatur Rasyidiyah dan Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, Dja’far Sabran juga belajar secara nonformal dengan sejumlah ulama yang banyak tersebar di Amuntai

Ia kemudian berkeinginan melanjutkan pendidikannya ke pondok pesantren modern Gontor bersama teman-temannya. Keinginan untuk melanjutkan studi ke Pondok Pesantren Gontor akhir dapat diwujudkan. Dja’far Sabran bersama dengan beberapa orang sahabatnya, alumni madrasatur Rasyidiyah, yaitu Abdul Muthalib Muhyiddin, Djafri, Nafiah Hasan Basri, M. Noeh, Masdan dan Idham Chalid (termuda) akhirnya dapat berangkat ke JawaTimur.

Dari Amuntai mereka berangkat ke Banjarmasin menggunakan kapal gandeng “Alice” dan dari Banjarmasin menuju Surabaya mereka menunmpang kapal Yansen. Dari Surabaya ke Gontor Ponorogo mereka menggunakan taksi. Di Gontor mereka disambut oleh pelajar-pelajar dari Amuntai yang telah tiba lebih dahulu. Saat itu, Pengasuh Pondok Pesantren Gontor adalah KH. Achmad Sahal dan Direktur Kulliyatul Mu’allimin alIslamiyyah (KMI) adalah KH. Imam Zarkasyi.

Setelah satu tahun di Pondok Modern Gontor, Dja’far Sabran, bersama Abdul Muthalib Muhyidin dan Idham Chalid duduk di kelas I KMI onderbouw (setingkat SMP). Pada saat kenaikan kelas, mereka dilompatkan ke kelas III onderbouw karena nilai angka rapor mereka yang baik. Seharusnya mereka duduk di kelas II dulu. Setahun kemudian mereka duduk dikelas I bovenbouw (setingkat SMA). Mereka kemudian dapat menyelesaikan pendidikan mereka di sini selama dua tahun (1940- 1942). Setelah menamatkan pendidikannya di KMI bovenbouw, pada tahun 1942 Dja’far Sabran kembali ke Kampung halamannya Amuntai bersama teman-temannya yang lain.

2.2       Guru

Beberapa Guru KH. Dja’far Sabran adalah sebagai berikut:

  1. Muhammad Nashir,
  2. H. Juhri Sulaiman,
  3. Ahmad Mansur,
  4. H. Muhammad Arsyad (qari dari Tangga Ulin),
  5. H. Asy’ari (Tangga Ulin),
  6. H. Achmad Dahlan (Lok Bangkai),
  7. H. Abdul Wahab Sya’rani (Palimbangan),
  8. H. Muslim (Pakacangan),
  9. Ismail Jafri (Paliwara),
  10. H. Jafri Pekapuran (menantu H. Abdurrasyid),
  11. H. Ahmad Jamhari (qari dari Paliwara),
  12. Asnawi Hasan (Paliwara),
  13. H. Ahmad Affandi (Paliwara),
  14. Tuan Guru Mualim

2.3       Mengajar dan Merintis Perguruan Islam Putri

Dja’far Sabran sendiri pandai menjilid buku dan jilidannya cukup laris. Dja’far Sabran dan Abdul Muthalib Muhyiddin merupakan dua orang yang berjasa dalam merintis Perguruan Normal Islam Putri. Awalnya, pada tahun 1942, Dja’far Sabran merintis perguruan Islam dengan memberikan pelajaran di rumah orangtuanya di Paliwara. Kemudian ia dapat membangun gedung belajar untuk pelajar putri yang kemudian diberi nama Perguruan Islam Zakhratun Nisa. Demikian juga, Abdul Muthalib Muhyiddin memulai pengajian khusus wanita di rumah pamannya. Pengajian ini menjadi cikal bakal terbentuknya Perguruan Islam al-Fatah Amuntai setelah Abdul Muthalib berhasil mendirikan gedung sekolah.

Pada tahun 1948/1949 lulusan Zakhratun Nisa dan alFatah digabungkan. Penggabungan inilah yang menjadi basis terwujudnya Normal Islam Putri hingga kemudian terintegrasi dengan Perguruan Normal Islam secara keseluruhan.

3.         Penerus
3.1       Murid

Di antara murid-murid KH. Dja’far adalah para alumni dan lulusan Perguruan Islam Zakhratun Nisa.

4.         Karier
4.1       Karier Beliau

Di antara karier KH. Dja'far Sabran sebagai berikut:

  1. Pengajar Perguruan Islam Zakhratun
  2. Menjadi kepala sekolah Normal Islam Samarinda tahun 1953-1961
  3. Kepala Inpeksi Pendidikan Agama (1968-1971)
  4. Ketua Nahdlatul Ulama (NU) Provinsi pada tahun 1967-1972
  5. Menjadi Dosen Luar Biasa pada Fakultas Tarbiyah IAIN Samarinda (1966-1970).
  6. Menjadi anggota DPRD Tk I Kalimantan Timur selama dua periode (1971) dan (1982)

5.         Karya

Meski banyak waktunya ia habiskan untuk berdakwah ke berbagai tempat namun ia masih sempat menulis beberapa buku di antaranya adalah:

  1. Terjemah Maulid Diba (260),
  2. 99 Permata Hadis,
  3. Syair Isra Mi`raj,
  4. Syair Nabi Yusuf dan Zulaikha,
  5. Tahlil dan Talqin,
  6. Ikhtisar Sifat 20,
  7. Ayat Kursi,
  8. Risalah Doa I,
  9. Terjemah Qasidah Burdah,
  10. Miftah Ma‟rifah,
  11. Nurul Ma‟rifah,
  12. Kunci Ma‟rifah,
  13. Risalah Tauhid,
  14. Risalah Doa II,
  15. Shalawat Kamilah,
  16. Risalah Fardhu Kifayah,
  17. Khutbah Jumat dan Hari Raya,
  18. Fadhilah Surah Yasin dan Doa Arasy,
  19. Sembahyang Tarawih dan Fadhilatnya, dan
  20. Ma'rifatullah

6.         Referensi

  1. Kamarul Hidayat, Apa dan Siapa dari Utara: Profil dan Kinerja Anak Banua (Jakarta: CV Surya Garini, tth), 66. M. Adriani Yulizar dan Hamidi Ilhami, “Deskripsi Kitab Senjata
  2. Abdul Muthalib Muhyiddin dkk, 50 Tahun Perguruan Islam Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai Kalimantan Selatan 1922-1972 (Amuntai: Rakha, 1972), 32.
  3. Yulizar dan Ilhami, “Deskripsi Kitab”, 82. 10Abu Nazla Muhammad Muslim Safwan, 100 Tokoh Kalimantan (Kandangan: Toko Sahabat, 2007), 258-259.
  4. Arif Mudatsur Mandan (ed.), Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung Politik NU dalam Sejarah (Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2008), 72-74.
  5. Mandan (ed.), Napak Tilas, 131-133
  6. Abdul Muthalib dkk, 50 Tahun, 57-59.
  7. Kamarul Hidayat, Apa dan Siapa dari Utara, 66 dan Abu Nazla, 100 Tokoh Kalimantan, 259.
  8. Abu Nazla, 100 Tokoh Kalimantan, 260-261.
 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya