Asbabun Nuzul Surat An-Nur Ayat 6 - Larangan Menuduh Istri Berzina tanpa Bukti dan Saksi yang Melihat Sendiri

Ayat ini turun berkenaan dengan ‘Uwaimir yang memergoki istrinya di dalam kamar bersama pria lain. Allah memerintahkan keduanya untuk bersumpah li‘a>n, yakni sumpah yang dilakukan ketika seorang suami menuduh istrinya telah berzina, namun sang suami tidak mampu menghadirkan saksi.

  1. عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، أَنَّ عُوَيْمِرًا، أَتَى عَاصِمَ بْنَ عَدِيٍّ وَكَانَ سَيِّدَ بَنِي عَجْلاَنَ فَقَالَ كَيْفَ تَقُولُونَ فِي رَجُلٍ وَجَدَ مَعَ امْرَأَتِهِ رَجُلاً، أَيَقْتُلُهُ فَتَقْتُلُونَهُ أَمْ كَيْفَ يَصْنَعُ سَلْ لِي رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ ذَلِكَ فَأَتَى عَاصِمٌ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَكَرِهَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمَسَائِلَ، فَسَأَلَهُ عُوَيْمِرٌ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَرِهَ الْمَسَائِلَ وَعَابَهَا، قَالَ عُوَيْمِرٌ وَاللَّهِ لاَ أَنْتَهِي حَتَّى أَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ ذَلِكَ فَجَاءَ عُوَيْمِرٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَجُلٌ وَجَدَ مَعَ امْرَأَتِهِ رَجُلاً، أَيَقْتُلُهُ فَتَقْتُلُونَهُ أَمْ كَيْفَ يَصْنَعُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ الْقُرْآنَ فِيكَ وَفِي صَاحِبَتِكَ ‏"‏‏.‏ فَأَمَرَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالْمُلاَعَنَةِ بِمَا سَمَّى اللَّهُ فِي كِتَابِهِ، فَلاَعَنَهَا ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ حَبَسْتُهَا فَقَدْ ظَلَمْتُهَا، فَطَلَّقَهَا، فَكَانَتْ سُنَّةً لِمَنْ كَانَ بَعْدَهُمَا فِي الْمُتَلاَعِنَيْنِ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ انْظُرُوا فَإِنْ جَاءَتْ بِهِ أَسْحَمَ أَدْعَجَ الْعَيْنَيْنِ عَظِيمَ الأَلْيَتَيْنِ خَدَلَّجَ السَّاقَيْنِ فَلاَ أَحْسِبُ عُوَيْمِرًا إِلاَّ قَدْ صَدَقَ عَلَيْهَا، وَإِنْ جَاءَتْ بِهِ أُحَيْمِرَ كَأَنَّهُ وَحَرَةٌ فَلاَ أَحْسِبُ عُوَيْمِرًا، إِلاَّ قَدْ كَذَبَ عَلَيْهَا ‏"‏‏.‏ فَجَاءَتْ بِهِ عَلَى النَّعْتِ الَّذِي نَعَتَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ تَصْدِيقِ عُوَيْمِرٍ، فَكَانَ بَعْدُ يُنْسَبُ إِلَى أُمِّهِ. (1) عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ هِلاَلَ بْنَ أُمَيَّةَ، قَذَفَ امْرَأَتَهُ عِنْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم بِشَرِيكِ بْنِ سَحْمَاءَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ الْبَيِّنَةَ أَوْ حَدٌّ فِي ظَهْرِكَ ‏"‏‏.‏ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِذَا رَأَى أَحَدُنَا عَلَى امْرَأَتِهِ رَجُلاً يَنْطَلِقُ يَلْتَمِسُ الْبَيِّنَةَ‏.‏ فَجَعَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ ‏"‏ الْبَيِّنَةَ وَإِلاَّ حَدٌّ فِي ظَهْرِكَ ‏"‏ فَقَالَ هِلاَلٌ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ إِنِّي لَصَادِقٌ، فَلَيُنْزِلَنَّ اللَّهُ مَا يُبَرِّئُ ظَهْرِي مِنَ الْحَدِّ، فَنَزَلَ جِبْرِيلُ، وَأَنْزَلَ عَلَيْهِ ‏(‏وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ)‏ فَقَرَأَ حَتَّى بَلَغَ (‏إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ‏)‏ فَانْصَرَفَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَأَرْسَلَ إِلَيْهَا فَجَاءَ هِلاَلٌ، فَشَهِدَ، وَالنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ ‏"‏ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ أَنَّ أَحَدَكُمَا كَاذِبٌ فَهَلْ مِنْكُمَا تَائِبٌ ‏"‏‏.‏ ثُمَّ قَامَتْ فَشَهِدَتْ فَلَمَّا كَانَتْ عِنْدَ الْخَامِسَةِ وَقَّفُوهَا، وَقَالُوا إِنَّهَا مُوجِبَةٌ‏.‏ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَتَلَكَّأَتْ وَنَكَصَتْ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهَا تَرْجِعُ ثُمَّ قَالَتْ لاَ أَفْضَحُ قَوْمِي سَائِرَ الْيَوْمِ، فَمَضَتْ‏.‏ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ أَبْصِرُوهَا فَإِنْ جَاءَتْ بِهِ أَكْحَلَ الْعَيْنَيْنِ سَابِغَ الأَلْيَتَيْنِ خَدَلَّجَ السَّاقَيْنِ، فَهْوَ لِشَرِيكِ بْنِ سَحْمَاءَ ‏"‏‏.‏ فَجَاءَتْ بِهِ كَذَلِكَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ لَوْلاَ مَا مَضَى مِنْ كِتَابِ اللَّهِ لَكَانَ لِي وَلَهَا شَأْنٌ ‏". (2)

    Sahl bin Sa‘d bercerita bahwa suatu hari ‘Uwaimir datang menemui ‘a>s}im bin ‘Adiy, pemuka Bani ‘Ajla>n. Ia berkata, “Apa pendapatmu jika seorang pria memergoki pria lain sedang berduaan bersama istrinya; apakah pria itu boleh membunuhnya lalu kalian menerapkan hukuman qisas kepadanya, atau ia harus bagaimana? Tolong tanyakan hal ini kepada Rasulullah s}allalla>hu ‘alaihi wasallam atas namaku. ‘a>s}im pun lantas bergegas menemui Nabi dan bertanya, “Wahai Rasulullah ...” Ternyata Rasulullah tidak menyukai pertanyaan itu (karena kejadian seperti itu belum pernah terjadi dan berpotensi menjadi bahan olok-olok kaum Yahudi dan munafik kepada umat Islam, penerj.). Ketika ‘Uwaimir menanyai ‘a>s}im perihal jawaban Nabi atas persoalan itu, ia menjawab, “Rasulullah tidak menyukai pertanyaan tersebut dan menganggapnya sangat memalukan.” ‘Uwaimir lalu berkata, “Demi Allah, aku tidak akan berhenti bertanya sampai Rasulullah memberi jawaban untuk persoalan ini.” ‘Uwaimir lantas menemui Nabi dan berkata, “Wahai Rasulullah, ada seorang pria mendapati istrinya sedang berduaan bersama pria lain; apakah pria itu boleh membunuhnya lalu kalian menerapkan hukuman qisas kepadanya, atau ia harus bagaimana?” Rasulullah menjawab, “Allah telah menurunkan ayat yang berkaitan dengan persoalan yang sedang engkau dan istrimu alami.” Rasulullah lalu memerintahkan mereka berdua melakukan sumpah li‘a>n sesuai ketentuan yang telah Allah jelaskan dalam Kitab-Nya. ‘Uwaimir pun melakukan sumpah li‘a>n kepada istrinya. Setelah itu ‘Uwaimir berkata, “Wahai Rasulullah, jika aku menahan istriku (yakni: tidak menceraikannya dan membiarkannya begitu saja) maka itu berarti aku menzaliminya.” Ia pada akhirnya menceraikan istrinya itu. Begitulah, setelah kejadian ini perceraian kemudian menjadi hal yang lazim bagi suami-istri yang melakukan sumpah li‘a>n. Beberapa lama kemudian Rasulullah bersabda, “Mari kita tunggu! Jika nanti istri ‘Uwaimir melahirkan bayi berkulit hitam, mempunyai bola mata yang hitam, lebar, dan cekung; serta berpantat lebar dan berbetis kekar, maka aku yakin tuduhan ‘Uwaimir kepada istrinya itu benar adanya. Sebaliknya, jika wanita itu nanti melahirkan bayi berkulit (putih) kemerahan seperti tokek maka aku yakin tuduhan ‘Uwaimir kepada istrinya itu bohong belaka.” Di kemudian hari wanita itu ternyata melahirkan bayi yang ciri-cirinya persis seperti yang disebutkan oleh Rasulullah yang membuktikan kebenaran tuduhan ‘Uwaimir. Karena itulah anak itu kemudian dinisbahkan kepada ibunya. (1) Dalam riwayat yang lain, sebab turunnya ayat ini dikaitkan dengan peristiwa berikut. Ibnu ‘Abba>s mengisahkan bahwa Hila>l bin Umayyah menuduh istrinya berzina dengan Syari>k bin Sah}ma>’. Nabi s}allalla>hu ‘alaihi wasallam bersabda, “Datangkanlah saksi (atas tuduhanmu itu), atau punggungmu akan dicambuk!” Hila>l menjawab, “Wahai Rasulullah, jika seseorang dari kami melihat istrinya (berzina) dengan lelaki lain, apakah ia harus pergi dulu untuk mendatangkan saksi (bukti)?” Menanggapi jawaban Hila>l, Nabi kembali menegaskan, “Datangkanlah saksi (atas tuduhanmu itu), bila tidak maka punggungmu akan dicambuk!” Hila>l berkata, “Demi Allah yang mengutusmu dengan benar. Aku benar-benar berkata jujur. Aku yakin Allah akan menurunkan firman yang membebaskan punggungku dari hukuman cambuk.” Tak lama kemudian turunlah Jibril untuk menyampaikan kepada Nabi firman Allah, wallaz\i>na yarmu>na azwa>jahum ... hingga in ka>na minas}-s}a>diqi>n. Nabi lantas beranjak dan meminta seorang sahabatnya untuk memanggil istri Hila>l. Hila>l pun datang menghadap dan bersaksi. Kepada mereka, Rasulullah bersabda, “Allah tahu benar bahwa salah satu dari kalian berdua berkata bohong. Adakah dari kalian berdua yang hendak bertobat?” Istri Hila>l lantas berdiri dan bersaksi bahwa dia tidak berzina. Sebelum wanita itu mengucapkan sumpahnya yang kelima, orang-orang yang menyaksikan peristiwa tersebut berusaha menghentikannya. Mereka berkata, “Kalau saja ia berani bersumpah untuk kelima kalinya, pasti ia akan menerima azab dari Allah.” Sejenak wanita itu terdiam dan tidak melanjutkan sumpahnya, hingga kami mengira ia akan menarik sumpahnya itu. Beberapa saat kemudian ia berkata, “Aku tidak akan membiarkan kaumku merasa malu (karena di antara mereka ada wanita yang berzina) sepanjang hari ini.” Ia lalu melanjutkan sumpahnya. Setelah itu Nabi bersabda, “Mari kita tunggu! Jika kelak wanita itu melahirkan bayi dengan kelopak mata yang hitam, pantat yang besar, dan berbetis kekar, maka ia adalah anak Syari>k bin Sah}ma>’.” Ternyata di kemudian hari wanita itu melahirkan bayi dengan ciri-ciri yang telah disebutkan oleh Nabi. Mengetahui hal itu, Nabi bersabda, “Kalau saja Allah belum menurunkan hukumnya (yang menggugurkan hukuman rajam bagi wanita tertuduh zina yang berani bersumpah li‘a>n), pasti aku akan memberi keputusan yang berbeda (yakni: pasti aku akan merajamnya dan memberinya hukuman yang dapat mendatangkan efek jera bagi orang lain).


    Sumber artikel:
    Buku Asbabul Nuzul: Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Qur'an
    Buku disusun oleh Muchlis M. Hanafi (ed.)
    Buku diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI, 2017


    (1) Diriwayatkan oleh al-Bukha>riy dan Muslim. Lihat: al-Bukha>riy, S{ah}i>h}} al-Bukha>riy, dalam Kita>b at-Tafsi>r, Ba>b Wallaz\i>na Yarmu>na Azwa>jahum, hlm. 1185, hadis nomor 4745; Muslim, S{ah}i>h}} Muslim, dalam Kita>b al-Li‘a>n, hlm. 1129, hadis nomor 1492. (2) Diriwayatkan oleh al-Bukha>riy, S{ah}i>h}} al-Bukha>riy, dalam Kita>b at-Tafsi>r, Ba>b wa Yadra’u ‘Anha> al-‘Az\a>b an Tasyhad Arba‘ Syaha>da>t Billa>h, hlm. 1186, hadis nomor 4747. Badruddi>n al-‘Ainy dalam penjelasannya atas S{ah}i>h}} al-Bukha>riy mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai hadis yang melatarbelakangi turunnya ayat di atas; apakah kejadian yang menimpa ‘Uwaimir ataukah Hila>l bin Umayyah. Beberapa ulama berupaya menggabungkan dua pendapat ini. Ad-Da>wu>diy dan-Nawawiy, misalnya, mengatakan bahwa dua kejadian ini terjadi dalam waktu yang bersamaan atau berdekatan, dan ayat di atas turun untuk memberi solusi bagi keduanya sekaligus. Badruddi>n al-‘Ainy sendiri tampak memilih pendapat ini. Lihat: Badruddi>n al-‘Ainy, ‘Umdah al-Qa>ri>, (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet. 1, 2001), juz 19, hlm. 107–108.