IAI Al-Aziziyah Samalanga #2: Sang Mercusuar Pendidikan Aceh Dalam Menjawab Perubahan Zaman

 
IAI Al-Aziziyah Samalanga #2: Sang Mercusuar Pendidikan Aceh Dalam Menjawab Perubahan Zaman

LADUNI.ID I PROFIL-  Sesuatu yang baru selalu ada tantangannya siapapun yang mencetuskannya termasuk Al-mursyid  MUDI sendiri walaupun perkara yang baik. Tentu saja pertentangan qaul Jadid dan qaul qadim dengan “tarjih”nya lebih diunggulkan “Qaul Jadid” dari "Qaul Qadim".

Tentunya ini sebagaimana dalam istilah Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Mahally. Lantas bagaimana dengan problema  Qaul Jadid versus Qaul Qadim disini? 

Kita mengetahui bahwa Abu MUDI bukan hanya ashabil wujuh (murid langsung dan senior) Abon Aziz juga telah jauh hari disiapkan sebagai calon penggantinya, ini terbukti dengan menjadikan Abu MUDI sebagai menantunya bahkan dalam setiap perkara dan problema Abu MUDI selalu bersama dengan Abon Aziz, tentunya banyak permasalahan dan wasiat yang hanya tahu kedua ulama besar tersebut bahkan menjelang meninggal Abon Aziz, Abu Mudi masih juga mendengarkan petuah dan nasehat Abon. 

Singkat cerita Abu MUDI sosok yang lebih mengenal Abon Aziz terhadap pemiikirannya dengan ulama lainnya yang juga ashabil wujuh Abon Aziz Samalanga.

Menerusuri akar pemikiran Abon Aziz melarang perkuliahan saat itu disebabkan di kampus banyaknya faham sesat seperti Wahabi dan sejenisnya yang mampu mengubah aqidah dan keyakinan serta pengetahuan seperti kebiasaab kaum dayah pada umumnya dan masih banyak lagi jawaban serta penjelasannya tidak mungkin habis diutarakan diforum ini. 

Dalam menerjemahkan pesan Abon, lebih mendekati kebenaran menafsirkannya lebih tepatnya dikatakan Abu MUDI. Tentunya Abu MUDI melihat realita saat ini dengan problemnya, dewasa ini terletak bagaimana generasi penerus itu tidak melupakan kewajiban belajar agama sebagai fardhu ain sebagai kewajiban pokok dan pendidikan yang berkiblat kepada fardhu kifayahnya juga masih kemungkinan dapat ditempuh.

Sosok Al-mukarram Abu MUDI mengasumsikan bahwa fenomena umat dan era globalisasi terus mengancam dekadensi moral dan akidah. Akhirnya keresahan Abu MUDI menjawab apa yang terjadi dewasa ini dan lahirnya solusi terhadap kekhawatiran itu dengan mendirikan perguruan tinggi di lingkungan dayah, ide itu muncul dan dibuktikan pada tahun 2003 dengan mendirikan pendidikan formal bernama Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Aziziyah pada tahun 2003.

Penabalan “Al-Aziziyah” itu sebagai tafaulan (sempena) kepada sosok pemimpin dayah sebelumnya yakni Abon Abdul Aziz Samalanga (Teungku Syiek Di Samalanga-III) dan beliau dikenal sebagai sosok “Reformis” (Mujaddid) dalam dunia pendidikan dayah.