Mengenali Metode Intuitif (Manhaj Zawqi) Dalam Islam

 
Mengenali Metode Intuitif (Manhaj Zawqi) Dalam Islam

LADUNI.ID, KOLOM- Metode intuitif merupakan metode yang khas bagi ilmuan yang menjadikan tradisi ilmiah Barat sebagai landasan berfikir mengingat metode tersebut tidak pernah diperlukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Sebaliknya dikalangan Muslim seakan-akan ada kesepakatan untuk menyetujui intuisi sebagai satu metode yang sah dalam mengembangkan pengetahuan, sehingga mereka telah terbiasa menggunakan metode ini dalam menangkap pengembangan pengetahuan. Muhammad Iqbal  menyebut intuisi ini dengan peristilahan “cinta” atau kadang-kadang disebut pengalaman kalbu.

Dalam pendidikan Islam, pengetahuan intuitif ditempatkan pada posisi yang layak. Pendidikan Islam sekarang menjadikan manusia sebagai objek material, sedang objek formalnya adalah kemampuan manusia. Pendidikan Islam sebenarnya secara spesifik terfokus untuk mempelajari kemampuan manusia itu, baik berdasarkan wahyu, pemberdayaan akal maupun pengamatan langsung.

Di kalangan pemikir Islam, intuisi tidak hanya disederajatkan dengan akal maupun indera, tetapi bahkan lebih diistimewakan daripada keduanya. Bagi Imam Al-Gazhali, bahwa al-zawaq (intuisi) lebih tinggi dan lebih dipercaya, daripada akal untuk menangkap pengetahuan yang betul-betul diyakini kebenarannya. Sumber pengetahuan tersebut dinamakan al-nubuwwat, yang pada nabi-nabi berbentuk wahyu dan pada manusia biasa berbentuk Ilham.

Sebagai suatu metode epistemologi, intuisi itu bersifat netral.  Artinya ia bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan berbagai macam pengetahuan. Hakekat intuisi menurut Al-Tahawuny, bisa bertambah dan berkurang. Bila kita mengamati pengalaman kita sehari-hari tampaknya ada perbedaan frekuensi intuisi muncul dalam rentang waktu tertentu. Adakalanya dalam waktu yang berututan muncul beberapa kali, tetapi terkadang dalam waktu yang lama juga tidak kunjung tiba.

Akal adalah suatu substansi ruhaniah  yang melihat pemahaman yang kita sebut hati atau kalbu, yang merupakan tempat terjadinya intuisi. Penggunaan akal dan intuisi secara integral dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pengembangan metode-metode yang dipakai menggali pengetahuan. Metode interpretasi misalnya, ia diyakini akan tumbuh dan berkembang melalui pemanfaatkan metode-metode yang menggunakan akal dan intuisi.

Intuisi itu bisa didatangkan untuk memberikan pencerahan konsentrasi, kontemplasi, dan imajinasi. Sebaiknya kita memiliki tradisi ketiganya ini dalam mengembangkan atau menyusun konsep pendidikan Islam yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah di hadapan kriteria ilmu pengetahuan dan secara normatif di hadapan wahyu.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi Penggiat Literasi Asal Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga

Sumber : Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam, Erlangga, Jakarta, 2008,