Ismail Fajrie Alatas: Imajinasi Warisan Para Nabi

 
Ismail Fajrie Alatas: Imajinasi Warisan Para Nabi
Sumber Gambar: lakpesdam

Laduni.ID, Jakarta - Ismail Fajrie Alatas, dosen Middle East & Islamic Studies yang menjadi salah satu pembicara dalam acara Imagining the Future Society di Muktamar Pemikiran Ke-2 PBNU menjelaskan bahwa imajinasi merupakan hal urgen yang mampu mengubah diri manusia sendiri dan bahkan orang lain. Ia menyebutkan bahwa imajinasi adalah bagian yang tidak terpisah dengan agama. Ia memberikan salah satu ilmuwan besar yang bernama Al-Farabi yang mengklaim bahwa imajinasi adalah ranah agama. Jika filsafat menggunakan akal dan pikiran dalam demonstrasi rasional, sedangkan agama menggunakan takhyil (bayangan).

Tentu saja, imajinasi di sini adalah  dalam konteks yang mendorong kemajuan untuk manusia itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), imajinasi adalah daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dan sebagainya) kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang. Al-Qur’an sendiri mengajak dan mengajari manusia melakukan imajinasi, sebagaimana yang terdapat dalam Surah Ar-Rad ayat 35:

۞ مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِيْ وُعِدَ الْمُتَّقُوْنَۗ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۗ اُكُلُهَا دَاۤىِٕمٌ وَّظِلُّهَاۗ تِلْكَ عُقْبَى الَّذِيْنَ اتَّقَوْا ۖوَّعُقْبَى الْكٰفِرِيْنَ النَّارُ ٣٥

“Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa (ialah seperti taman), mengalir di bawahnya sungai-sungai; senantiasa berbuah dan teduh. Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa. Sedangkan tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka.”

Ayat ini hendak menjelaskan bagaimana Al-Qur’an membayangkan balasan bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah. Ia akan dibalas dengan kenikmatan yang luar biasa, yang tempat itu dibayangkan dengan sungai-sungai dan pohon yang menjanjikan kenyamanan bagi siapapun yang memperolehnya. Kalau kita teropong lebih jauh, hal ini adalah nikmat yang luar biasa bagi mereka yang tinggal di Arab, di mana sedikit sekali sungai-sungai dan pohon-pohon ditemukan di lingkungan mereka yang tandus dan tidak semua tumbuhan bisa hidup.

Hal ini tidak terkecuali juga terjadi kepada Nabi Ibrahim yang mencoba menggunakan daya imajinatifnya untuk mengoreksi apa yang terjadi waktu itu di lingkungannya. Ia terus berimajinasi tentang sebuah hakikat kebeneran, tentang Tuhan Yang Sejati, yang dari pengembaraan itu kemudian ia menemukan Tuhan yang bukan bulan atapun matahari.

Nabi Muhammad SAW juga demikian, beliau mengembangkan imajinasinya di gua Hira’, ketika budaya Arab Jahiliyah yang kacau, membunuh bayi yang tidak berdosa, menempatkan perempuan sebagai benda yang tidak berguna. Imajinasi itu membawanya kepada bagaimana mewujukan rekontruksi moral yang kacau itu kepada moralitas yang lebih manusiawi. Tidak hanya dua nabi ini, bahkan semua nabi pun memiliki imajinasi bagaimana nasib umatnya mendapat hal yang terbaik di mata Tuhannya.

Hal itulah yang ingin tokoh-tokoh NU hendak canangkan, menyiapkan kader yang tidak hanya melihat kuantitas, melainkan kualitas dalam menghadapi masa depan NU secara khusus, dan secara umum untuk bangsa ini.

 

________________________
Penulis: Kholaf Al Muntadar

Editor: Rozikin