Buletin Jumat Laduni.ID Edisi 83: Bagaimana Ilmu itu Hilang dari Muka Bumi?

 
Buletin Jumat Laduni.ID Edisi 83: Bagaimana Ilmu itu Hilang dari Muka Bumi?
Sumber Gambar: Laduni.ID

Buletin Jumat Laduni.ID resmi untuk dicetak jarak jauh
Laduni.ID, Jakarta -Seiring dengan wafatnya para ulama yang menjadi pewaris Nabi. Senada dengan ini Rasulullah s.a.w. bersabda yang artinya: Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabut ilmu itu secara sebenarnya dari dada manusia, tetapi Allah mencabutnya dengan mencabut para ulama, sehingga apabila Allah sudah tidak meninggalkan seorang alim, maka manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Lalu mereka dimintai fatwa. Karena kebodohannya mereka berfatwa tanpa ilmu. Akibatnya mereka sesat dan menyesatkan orang lain. (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadis ini, Rasulullah menjelaskan bahwa hilangnya ilmu pengetahuan di muka bumi tidak dengan cara ilmu itu hilang begitu saja, tetapi hilangnya ilmu itu terjadi dengan wafatnya para ulama dan ilmuwan. Perlu diketahui, ilmu itu tidak dapat diwariskan seperti harta, tanah, atau yang lainnya. Ilmu harus dikaji, diamalkan, dan diajarkan kepada generasi berikutnya. Karena itu, apabila seorang ulama meninggal, maka otomatis ilmunya hilang, kecuali ilmu yang telah diajarkan pada murid-muridnya. Kita harus memperhatikan betul masalah ini, karena termasuk urusan yang sangat penting dan menentukan masa depan umat.

Setidaknya, ada dua hal dalam melihat hadis di atas dengan realitas wafatnya para ulama. Pertama adalah bahwa hilangnya ilmu itu dengan wafatnya para ulama dan ilmuwan. Begitu ulama dan ilmuwan wafat, maka segala ilmu yang dimilikinya hilang, kecuali yang telah diajarkan kepada murid-muridnya atau ilmu yang sudah mereka tulis dalam kitab-kitab, lalu dipelajari oleh generasi penerusnya. Kalau tidak dengan cara seperti itu, maka ilmu tersebut hilang bersama pemiliknya. Kedua adalah jika kita melihat pada konteks ungkapan metaforis, bahwa ilmu tersebut masih ada, tetapi orang-orang tidak lagi memperhatikan kaidah-kaidah ilmu, sehingga tidak membuatnya khusyu' lagi dalam beribadah dan kegiatan-kegiatan agama lainnya.

Jika ditarik lagi kepada hal yang lebih kongkret, maksud dari ungkapan metaforis di atas adalah bahwa ilmu itu akan tetap dan masih ada. Al-Qur’an masih ada di tengah-tengah kita, begitu juga sunnah-sunnah Rasulullah sudah dikodifikasikan dengan rapih dalam khazanah kita, tetapi isi kandungan yang terdapat di dalamnya tidak lagi kita amalkan. Atau kita hanya mengamalkan beberapa materi saja, sedangkan materi-materi yang lainnya kita tinggalkan. Maka ilmu dan ajaran al-Qur’an atau al-Sunnah yang tidak diamalkan tersebut dianggap telah hilang. Dan hal ini bisa kita kembangkan lebih jauh lagi. Oleh karena itu, kita harus sadar betul bahwa tugas setiap muslim itu adalah menjaga ilmu yang dimilikinya, lalu mengajarkannya kepada orang lain sehingga ilmu tersebut bisa langgeng dan lestari.

Tentu saja, banyaknya ulama yang wafat belakangan ini banyak memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap eksistensi umat Islam. Mengapa demikian? Karena ulama adalah sandaran umat yang mengajarkan kepada mereka ayat-ayat Allah di dalam al-Qur’an maupun ayat-ayat-Nya yang berbentuk ciptaan alam semesta. Bahkan penggambaran ulama ini disebutkan di dalam al-Qur’an dengan diksi hanyalah ulama yang takut kepada Allah.

 

Semoga bermanfaat

_______________________________________________________

Buletin Jum’at  laduni.ID edisi 83  file PDF bisa dibaca dan DOWNLOAD DI SINI
Simak Biografi KH. Hasan Bisri Syafi'i Karawang
Simak juga inovasi Laduni.ID dalam menampilkan grafis chart silsilah guru beliau Di SINI