Biografi KH. Muhammad Amnan, Pendiri Pesantren Pesulukan Ngawi

 
Biografi KH. Muhammad Amnan, Pendiri Pesantren Pesulukan Ngawi

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
1.3  Riwayat Keluarga

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1  Mengembara Menuntut Ilmu
2.2  Guru-Guru Beliau
2.3  Mendirikan Pondok Pesantren

3.    Penerus Beliau
3.1  Anak-anak Beliau

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Karier Beliau
4.2  Karya-karya Beliau

5.    Referensi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga 

1.1 Lahir
KH. Muhammad Amnan lahir di Trenggalek dan dibesarkan dari kalangan keluarga yang agamis. Sejak kecil ia diasuh dan dididik agama langsung oleh kakeknya yang merupakan seorang ulama. Di usianya yang baru tujuh tahun, Kiai Amnan diajak ibunya pindah ke Pacitan dan di sana ia belajar di Pondok Pesantren Termas asuhan KH. Dimyati.

1.2 Wafat
KH. Muhammad Amnan wafat pada tahun 1948 M di Pesulukan Talok. Sebelum wafat, ia mengangkat putranya, KH. Askirom Amnan untuk menjadi penerusnya, kemudian dilanjutkan oleh Agus Mustajib Ahmad hingga saat ini.

1.3 Riwayat Keluarga
Sebelum melakukan perjalanan tersebut, Kyai Amnan menikah dengan Ning Siti Muti’ah putri dari KH. Imam Mustofa Kertosono, Nganjuk pada tahun 1908 M. Pada tahun 1911 M, beliau memboyong Nyai Muti’ah bersama ibunya Nyai Masinah untuk tinggal dan menetap di Ngawi di tanah peninggalan ayahnya.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

Selain memperdalam ilmu agama, di pondok tersebut Kiai Amnan juga diberi pemahanan terkait jalur nasab keluarga ayahnya yang masih terlahir dari keturanan seorang kyai masyhur sehingga banyak keturunanya yang menjadi kiai besar di Indonesia. Kyai Amnan menjadi santri KH. Khasan Minhaj selama kurang lebih tujuh tahun hingga usia beliau sekitar dua puluh empat tahun. Selama itu beliau terus menimba ilmu dan ngasor kepada KH. Khasan Minhaj hingga ia dibaiat menjadi seorang mursyid.

Tidak hanya di dua pesantren tersebut, Kyai Amnan juga belajar dibeberapa guru yang membekalinya berbagai ilmu pengetahuan seperti kepada Kyai Imam Mustofa Kertosono Nganjuk (w. 1938 M) di Pondok Pesantren Tegal Arum, juga menjadi santri khilatan atau nyantri secara tabarukan kepada banyak ulama seperti Syeikh Kholil di Bangkalan Madura, Syaikh Mudowali Labuan Haji Aceh, KH. Imam Mustofa Kertosono Nganjuk, KH. Muhammad Amman dan lain-lain.

Selain itu Kyai Amnan tidak hanya belajar kepada kyai-kyai lokal atau nusantara, tetapi juga pernah nyantri di Arab Saudi tepatnya di Jabal Qubais, Mekkah. Di sana ia belajar thariqah kepada para ulama Thariqah Naqsyabandiyah Khalidiyah di antaranya Syekh Muhammad Asrif Bin Abdurahman al khalidy, Syekh Abdullah Syatari al khalidy, dan Syekh Muhammad Ali Ridha al khalidy.

Dari para gurunya ini, Kyai Amnan memiliki dua jalur sanad keilmuan dalam ilmu thariqah, yaitu secara jalur Jawa atau Nusantara dan Jalur Arab. Dari jalur Jawa, Kyai Amnan dibaiat oleh guru mursyidnya yaitu KH. Khasan Minhaj Trenggalek pada tahun 1908 M. Kemudian atas perintah mursyidnya itu, Kyai Amnan pergi ke Jabal Qubais Mekah berguru pada Syaikh Ali Ridho dan diangkat sebagai mursyid pada tahun 1345H/1923 M.

2.2 Guru-Guru Beliau

  1. KH. Hasan Minhaj
  2. KH. Imam Mustofa
  3. Syaikh Kholil Bangkalan Madura
  4. Syaikh Mutawali Labuan Haji Aceh
  5. Syaikh Muhammad Asrif Bin Abdurahman al khalidy
  6. Syaikh Abdullah Syatari al khalidy
  7. Syaikh Muhammad Ali Ridha al khalidy.
     

2.3 Mendirikan Pondok Pesantren
Kedatangan Kyai Amnan ke Talok bukan tanpa sebab yang jelas atau hanya sekedar perintah dari gurunya untuk melakukan perjalanan atau rihlah thariqah. Tetapi kedatangan Kiai Aman ke Talok atas dasar ajakan ibunya yang bercerita bahwa ayahnya memiliki sedikit tanah di ngawi. Tanah tersebut ialah tanah hibah dari seorang pemuka desa yang diberikan sebagai hadiah kepada ayahnya yang bernama Kyai Ibrahim. Pada tahun 1898 M, Kyai Amnan bersama ibunya Nyai Masinah pergi ke Ngawi untuk mencari keberadaan tanah warisan ayahnya tersebut.

Sesampainya di Ngawi, tanah peninggalan ayahnya ini hanya berupa tanah sepetak dengan bangunan mushala atau langgar kecil yang tidak terawat. Nyai Masinah menjelaskan asal muasal tanah tersebut kepada Kiai Amnan karena dirasa sudah waktunya untuk Kyai Amnan mengetahui warisan ayahnya ini.

Setelah menemukan tanah itu, Kyai Amnan bersama ibunya kembali ke Trenggalek. Sesampainya di Trenggalek, Kyai Amnan berpikir dan berencana untuk menempati tanah warisan orang tuanya tersebut. Bersamaan dengan itu beliau juga mendapat perintah gurunya KH. Khasan Minhaj untuk melakukan rihlah atau perjalanan sufi untuk menyempurnakan kemursyidannya.

3. Penerus Beliau

3.1 Anak Beliau

  1. KH. Askirom Amnan 
  2. Agus Mustajib Ahmad

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah

Sebelum memulai kehidupan barunya di Ngawi, hal pertama kali yang dilakukan oleh Kiai Amnan ketika sampai di Ngawi adalah melantukan doa untuk mendapat keberkahan di wilayah ini. Doa yang dilantukan oleh Kiai Amnan kurang lebih berbunyi seperti ini,

“Bumiku Talok Arum adheg-adheg langit pitu dadi oncatku, sewu sumur dadi wudhuku, wit-witan dadi pengayomku, Laillahaillallah Muhammada Rasulullah, dan seterusnya.”

Menjalani awal hidup rumah tangga yang baru dan di daerah baru, Kiai Amnan dan istri tidak serta merta mendapat penerimaan oleh masyarakat sekitar. Terlebih lagi masyarakat sekitar yang memiliki kepercayaan kejawen yang sangat kental, sangat sulit memberikan pemahaman baru bagi mereka. Akan tetapi berkat kesabaran dan ketabahan Kyai Amnan beserta keluarganya, akhirnya mereka dapat diterima di sana.

Meski secara personal masyarakat sekitar mau menerimanya, tetapi masyarakat masih menolak ajaran Islam yang dibawa Kyai Amnan. Namun beliau tidak kehabisan cara untuk memasukan pemahaman dan ajaran islam kepada masyarakat. Mulai dari melakukan pendekatan secara personal, pendekatan secara kultural, melalui tradisi-tradisi yang telah ada di masyarakat seperti tradisi penyambutan musim panen dan lain-lain.

Untuk menyebarkan Islam, Kyai Amnan berpenampilan tidak seperti seorang kiai pada umumnya. Kiai Amnan terkadang berpenampilan seperti warga biasa yang berkumpul di warung-warung kopi. Demikianlah, usaha Kyai Amnan menyelami kehidupan masyarakat demi tujuan mengubah kebiasaan buruk masyarakat meskipun sulit mengubah cara berpikir masyarakat yang jauh dari kata baik.

Lambat laun, Kyai Amnan tetap mampu mengedukasi masyarakat dengan mengajari mereka doa-doa keseharian yang bisa membuat mereka sedikit berubah. Meskipun tidak mampu mengubah pola hidup masyarakat tetapi mampu mengubah pola pikir masyarakat dengan terlihatnya toleransi antar masyarakat yang sangat tinggi. Meskipun tidak mau menerima ajaran Islam dengan baik, masyarakat tetap mau menerima dan menghormati Kyai Amnan sebagai seorang kiai dan memiliki kedudukan yang perlu di hormati keberadaanya.

4.1 Karier Beliau

  1. Pengasuh
  2. Mursid

5. Referensi

https://jatman.or.id

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya