Biografi KH. Ma’mun Bakri, Muasis Pesantren Qiroatussab'ah Kudang, Garut

 
Biografi KH. Ma’mun Bakri, Muasis Pesantren Qiroatussab'ah Kudang, Garut

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2 Wafat
1.3 Riwayat Keluarga

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Mengembara Menuntut Ilmu
2.2  Guru-Guru

3.    Penerus
3.1  Anak-anak
3.2  Murid-murid

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Mendirikam Pesantren
4.2  Karier Beliau
 


6.    Referensi

 

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Ma’mun Bakri dikenal dengan sebutan Mama Kudang, Beliau lahir pada 1898. Mama Kudang (selanjutnya ditulis Mama) terlahir dari pasangan KH. Bakri asal Cianjur dan Eyang Emi asal Garut.
 

1.2 Wafat
KH. Ma’mun Bakri berpulang ke Rahmatullahi pada 31 Januari 1980 M / 13 Rabiul Awal 1400 H Hari Kamis (09:15 WIB) Ketika hendak di makamkan pada halaman masjid yang berada di lingkungan pesantren, tetapi terjadi keanehan pada lubang makam yang digali.

Lubang tersebut selalu mengeluarkan air, sehingga tidak bisa dipakai untuk pemakaman. Setelah melakukan musyawarah bersama keluarga, akhirnya beliau dimakamkan pada pemakaman umum.

1.3 Riwayat Keluarga
KH. Ma’mun Bakri menikah pada tahun 1926 dengan seorang wanita sholehah bernama Hj. Romlah (Garut), dari pernikahan itu dikaruniai beberapa anak.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu

Sejak kecil hingga remaja, KH. Ma’mun Bakri sudah terlihat memiliki kecenderungan yang sangat besar terhadap Al-Quran. Pada usia 12 tahun, beliau dibawa ibundanya, Eyang Emi untuk menunaikan haji dan bermukim di Makkah.

Di sana beliau mendalami ilmu agama. Minat KH. Ma’mun Bakri tidak hanya terbatas untuk mempelajari Al-Quran saja, tetapi beliau juga rajin menggali ilmu fikih, tasawuf, nahu saraf, dan ilmu keislaman lainnya. Beliau berguru kepada ulama Mekkah, di antaranya ialah Syekh Siraj, Sayyid Amin, Sayyid Malik, dan Sayyid Alawi.

Dalam bidang Al-Quran, beliau tidak hanya berhasil menghafal Al-Quran secara sempurna, akan tetapi beliau juga mampu menguasai Qiraat sab’ah dengan begitu prima. Penguasaan yang sempurna itu pun akhirnya menghasilkan pencapaian yang manis. Beliau akhirnya dipercaya untuk mendapatkan sanad mutawatir yang bersambung kepada Rasulullah Saw.

KH. Ma’mun Bakri tidak begitu saja puas setelah memperoleh sanad Qiraat Sab’ah yang bersambung sanadnya kepada Rasulullah Saw. Karena bukan sanad tersebut yang menjadi target utamanya dalam belajar Al-Quran. Tujuan utamanya dalam belajar Al-Qur'an tentunya tidak lain ialah untuk menggapai ridha Allah Swt.

2.2 Guru-Guru:

  1. KH. Bakri
  2. Syekh Siraj
  3. Sayyid Amin
  4. Sayyid Malik
  5. Sayyid Alawi

3. Penerus Perjuangan

3.1  Anak-anak

  1. KH. Alawi Ma'Mun
  2. KH. Amin Ma'mun

3.2 Murid-murid

  1. KH. Ahmad Syahid (Cicalengka)
  2. KH. Qomarudin ZA (Garut)
  3. KH. Hasanuddin (Cicalengka)
  4. KH. Idris (Cigedug, Limbangan)
  5. KH. Amin (Cicalengka)
  6. KH. San’an
  7. KH. Adang
  8. KH. Arsyad (Bandung)
  9. KH. Bashir

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah

4.1 Mendirikan Pesantren
Sepulangnya dari Mekkah, KH. Ma’mun Bakri mengembangkan keilmuannya di sebuah pesantren yang telah didirikannya atas prakarsa mertuanya H. Syamsudin yang diberi nama “Pondok Pesantren Al-Qur'an Qiraatussabah”.

Menjelang kepulangannya ke Tanah Air, KH. Ma’mun Bakri berpamitan dan meminta doa kepada salah seorang gurunya. Ada kisah menarik yang terjadi pada saat berpamitan, yaitu bahwa gurunya tersebut enggan untuk mendoakannya. Mengingat begitu berat ditinggalkan seorang murid yang sangat dicintainya. Namun, ada ungkapan dari gurunya tersebut yang menjadi buah pikiran Mama Kudang,

    “Seandainya kamu di sana (Indonesia) sudah memiliki murid, itu pertanda bahwa aku mendoakanmu”

Setelah tiba di Tanah Air, betapa beliau terkejut karena mertuanya, H. Syamsudin — sudah menyiapkan sebuah lembaga pesantren sebagai bekal dirinya dalam mengembangkan keilmuan yang dimilikinya. Pada tahun 1938 M, pesantren tersebut berdiri dan Mama mulai mengembangkan keilmuan yang dimilikinya, teristimewa studi tentang Al-Quran.

Dalam mengawali pembelajaran di pesantren, beliau memilih mengajarkan Al-Quran. Kendati keilmuannya begitu kompleks, KH. Ma’mun Bakri memilih untuk mengajarkan Al-Qur'an. Karena berdasarkan pengamatannya di lapangan, bahwa lembaga pendidikan khususnya pesantren yang ada di wilayah Garut dan sekitarny sudah banyak yang mengkaji kitab-kitab turas. Untuk menghindari berbagai persoalan yang muncul kemudian hari, KH. Ma’mun Bakri mengambil keputusan bahwa yang akan dipelajari ialah Al-Quran.

Adapun Al-Quran yang diajarkan oleh KH. Ma’mun Bakri beragam bacaan atau yang dikenal dengan istilah qiraat sab’ah. Dari situlah Al-Quran dengan corak qiraat sab’ah menjadi sebuah icon pesantren. Metode yang digunakan Mama dalam mengajarkan Al-Quran ialah sorogan dan bandongan.

Keseriusan Mama dalam mengembangkan studi Al-Qur'an di Jawa Barat, khususnya disiplin ilmu qiraat akhirnya menuai hasil yang manis. Selama beliau mengasuh pesantren tersebut, puluhan santri berhasil dicetak sebagai tokoh-tokoh yang siap melanjutkan mata rantai sanad qiraat yang dimilikinya.

Murid-murid KH. Ma’mun Bakri banyak yang mendirikan pondok pesantren yang bernuansa Al-Qur'an. Tidak berlebihan kiranya untuk mengatakan sebagian besar pondok pesantren yang mengambil bidang spesialisasi Al-Qur'an di Jawa Barat merupakan kader-kader handal Mama.

4.2 Karier
Pengasuh pesantren  Qiraatussabah Kudang, Limbangan, Garut.

6. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs:

  1. https://medium.com
  2. https://www.youtube.com

 

 

 

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya