Mengingat Kembali Gagasan Fiqih Lingkungan KH. M. Ali Yafie
Laduni.ID, Jakarta - Dalam beberapa minggu terakhir, Aceh dan sejumlah wilayah di Sumatra kembali diterjang banjir bandang dan longsor. Situasinya sampai saat ini masih belum kondusif. Rumah-rumah hilang tersapu arus, ribuan warga mengungsi, dan korban jiwa berjatuhan. Sungai-sungai meluap tak tertahankan, membawa lumpur serta gelondongan kayu yang berserakan di sepanjang daerah terdampak. Bahkan akses untuk menyalurkan bantuan terhambat cukup lama.
Sementara para pakar lingkungan mengingatkan bahwa bencana ini bukan semata akibat curah hujan ekstrem, tetapi buah dari kerusakan hulu sungai yang telah berlangsung lama. Deforestasi yang brutal selama puluhan tahun, baik untuk pembukaan lahan, ekspansi perkebunan, maupun aktivitas tambang. Semua ini membuat kawasan tangkapan air kehilangan daya serapnya. Hutan yang dahulu menjadi “penyangga air” kini menyusut, tanah menjadi rapuh, dan hujan sedikit saja mampu memicu bencana besar.
Dalam melihat situasi ini, pemikiran fiqih lingkungan KH. M. Ali Yafie menjadi sangat relevan untuk dibahas. Beliau adalah salah satu ulama Indonesia yang paling tekun meletakkan landasan normatif tentang kewajiban menjaga kelestarian alam. Menurutnya, lingkungan bukan sekadar ruang hidup, tetapi bagian dari amanah Allah kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi. Dalam berbagai kesempatan, KH. Ali Yafie menegaskan bahwa merawat bumi adalah bagian dari hifdhul bi’ah, satu aspek penting yang menurutnya perlu ditambahkan dalam maqashidus syari‘ah, karena hal ini berkaitan langsung dengan penjagaan jiwa manusia, keberlangsungan hidup, dan kemaslahatan bersama.
UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN
Masuk dengan GoogleDan dapatkan fitur-fitur menarik lainnya.
Support kami dengan berbelanja di sini:
Rp330.000
Rp200.000
Rp0
Rp111.945
Memuat Komentar ...