Biografi KH. M. Syafi`i Hadzami, Ulama Kharismatik dari Betawi

 
Biografi KH. M. Syafi`i Hadzami, Ulama Kharismatik dari Betawi

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga
1.3  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.    Karir Beliau
5.    Karya-Karya
4.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. M. Syafi`i Hadzami lahir pada tanggal 31 Januari 1931 M, anak pertama dari pasangan bapak Muhammad Saleh Raid dan Ibu Mini ini di Kawasan Rawa Belong. Beliau sejak kecil diasuh langsung oleh kakeknya.

1.2 Riwayat Keluarga
Sebagaimana kebiasaan masyarakat Betawi pada waktu itu, bahkan masyarakat Indonesia pada umumnya, maka KH. Syafi’i juga menikah di usia muda, yakni tujuh belas tahun.

KH. Syafi’i menikahi gadis teman sepermainannya di Batu Tulis, seorang gadis bernama Nyai Nonon. Ketika menikah KH. Syafi’i telah mengikuti neneknya pindah ke kawasan Kemayoran sepeninggal kakeknya.

1.3 Wafat
KH. Syafi’i Hadzami wafat pada hari Minggu, 7 Mei 2006 dalam usia 75 tahun. Banyak muridnya yang terkejut mendengar berita kewafatan KH. Syafi’i Hadzami. Tak henti-hentinya orang berdatangan untuk menshalati dan mendoakan kepergian beliau. Bahkan disebutkan shalat jenazah dilakukan tak putus dari siang hingga malam saking banyaknya yang datang.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
KH. M. Syafi`i Hadzami kecil, sering sekali diajak kakeknya untuk mengaji dan membaca dzikir di kediamannya KH. Abdul Fattah (1884-1947), seorang ulama kelahiran Cidahu, Tasikmalaya yang membawa Tarekat Idrisiah ke Indonesia.

Selain itu, beliau juga mengaji Al-Qur`an, dasar-dasar ilmu nahwu dan shorof kepada Pak Sholihin. Dari tahun 1948 sampai dengan tahun 1953 atau selama 5 tahun. Setelah selesai, kemudian beliau melanjutkan dengan belajar kepada KH. Sa`idan di Kemayoran.

Kepadanya, Kyai Syafi`i belajar ilmu tajwid, ilmu nahwu (dengan kitab pegangan berjudul Mulhatul-I`rab) dan ilmu fiqih (dengan kitab pegangan berjudul Ats-Tsimar Al-Yani`ah yang merupakan sarah dari kitab Ar-Riyadh Al-Badi`ah).

Selain belajar ilmu-ilmu agama, Kyai Syafi`i juga belajar ilmu silat kepadanya. KH. Sa`idan juga menyuruhnya untuk belajar kepada guru-guru yang lain, misalnya kepada Guru Ya`kub Sa`idi (Kebon Sirih), Guru Khalid (Gondangdia), Guru Abdul Majid (Pekojan), dan lain-lain. Dari KH. Mahmud Romli yang tinggal di daerah Menteng, Jakarta Pusat ini, Kyai Syafi`i menimba ilmu fiqih dan ilmu tasawuf. Kitab fiqih yang digunakan dalam belajar adalah Bujairimi, sedangkan kitab tasawufnya adalah Ihya `Ulumiddin.

Biasanya, yang membaca kitab-kitab tersebut adalah Guru Mahmud sendiri. Lebih dari 6 tahun (1950-1956), Kyai Syafi`i menimba ilmu darinya. Juga berguru kepada KH. Ya`kub Saidi yang bermukim di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, seorang alim lulusan Makkah.

Kepada gurunya ini, Kyai Syafi`i mengaji banyak kitab yang dibacanya dihadapan Guru Ya`kub sampai khatam; terutama kitab-kitab dalam ilmu ushuluddin dan mantiq. Diantara kitab-kitab yang dikhatamkan padanya adalah Idhahul Mubham, Darwis Quwaysinin dan lain-lain.

Kyai Syafi’i juga berguru kepada KH. Muhammad Ali Hanafiyyah masih tergolong kakeknya Kyai Syafi`i. Kitab-kitab yang dipelajari Kyai Syafi`i dari beliau adalah Kafrawi, Mulhatul`Irab, dan Asymawi. Kurang lebih 5 tahun, yaitu sejak tahun1953 sampai tahun 1958, Kyai Syafi`i belajar kepada KH. Mukhtar Muhammad di Kebon Sirih. Beliau ini masih terhitung mertuanya sendiri dan juga murid dari Guru Ya`kub. Diantara kitab yang dibaca oleh Kyai Syafi`i kepada beliau adalah kitab Kafrawi.

Selain itu, beliau juga mengaji kepada beberapa habib terkemuka di Betawi, yaitu Habib Ali bin Husein Al-Attas, Bungur (Habib Ali Bungur) dan Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, Kwitang (Habib Ali Kwitang). Dengan Habib Ali Bungur, Syafi`i “dewasa” mengaji sejak sekitar tahun 1958 sampai dengan gurunya ini wafat pada tahun 1976.  

Banyak kitab-kitab yang dipelajarinya dari Habib Ali Bungur yang lahir di Huraidhah, Hadramaut, Yaman pada tanggal1 Muharram 1309 dan selama 5 tahun menuntut ilmu di Makkah kemudian ke Jakarta sampai beliau wafat. Kyai Syafi`i merupakan murid kesayangannya yang mendapatkan ijazah langsung darinya seminggu sebelum wafat. Beliau juga rajin mengikuti pengajian umum yang diasuh oleh Habib Ali Kwitang.

2.1 Guru-Guru

  1. Ustadz Sholihin,
  2. KH. Sa`idan di Kemayoran,
  3. Guru Ya`kub Sa`idi (Kebon Sirih),
  4. Guru Khalid (Gondangdia),
  5. Guru Abdul Majid (Pekojan),
  6. KH. Mahmud Romli,
  7. KH. Muhammad Ali Hanafiyyah,
  8. KH. Muhammad Sholeh Mushonnif,
  9. KH. Zahruddin Utsman,
  10. KH. Muhammad Mansyur,
  11. Syekh Yasin bin Isa Al-Fadani,
  12. KH. Muhammad Thoha.
  13. Habib Ali bin Husein Al-Attas, Bungur (Habib Ali Bungur),
  14. Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, Kwitang (Habib Ali Kwitang).

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
KH. Syafi’i Hadzami juga diketahui mengajar Majlis Ta’lim di beberapa wilayah. Diketahui bahwa jadwal KH. Syafi’i Hadzami mencapai 39 majlis taklim se-Jakarta. Beliau mendedikasikan hidupnya untuk ilmu. Dan mengajar dijadikan sebagai pilihan hidup. Keputusan itu sesuai dengan panggilan jiwanya. Maka, pantas orang-orang memanggilnya mu’allim.

Pernah suatu ketika beliau kabur dari rumah sakit hanya karena merindukan kehadirannya untuk mengajar di majlis. Mengajar dianggapnya obat. Setelah mengajar beliau balik lagi ke rumah sakit.

4. Karir
Selama masa hidupnya, KH. M. Syafi`i pernah menjabat Ketua Umum MUI DKI Jakarta selama dua periode dan rajin mengeluarkan fatwa.

5. Karya-Karya
KH. M. Syafi`i merupakan sedikit ulama yang cukup produktif menulis di bidang qira`at, ushul fiqih, dan fiqih dimana karya-karya beliau diakui kualitasnya sampai ke negeri tetangga. Ada tujuh karya tulis beliau, diantaranya:

Pertama, Sullamul`Arsy fi Qira`at Warsy. Risalah ini selesai disusunnya pada tanggal 24 Dzulqa`dah tahun 1376 H (1956 M) pada saat beliau berusia 25 tahun. Risalah setebal 40 halaman ini berisi tentang kaidah-kaidah khusus pembacaan Al-Qur`an menurut Syekh Warasy yang terdiri atas satu mukadimah, sepuluh mathlab (pokok pembicaraan), dan satu khatimah (penutup).  

Kedua, Qiyas Adalah Hujjah Syar`iyyah. Di dalam risalah ini dikemukakan dalil-dalil dari Al-Qur`an, Al-Hadis, dan ijma` ulama yang menunjukkan bahwa qiyas merupakan salah satu dari hujjah syari`ah. Risalah ini selesai disusun pada tanggal 13 Shafar 1389 H bertepatan dengan tanggal 1 Mei 1969 M.

Ketiga, berjudul Qabliyah Jum`at. Risalah ini membahas tentang sunnahnya shalat Qabliyyah Jum`at dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Di dalam risalah ini dikemukakan nash-nash Al-Qur`an, Al-Hadis, dan pendapat para fuqaha.

Keempat, berjudul Shalat Tarawih. Risalah ini disusun untuk memberikan penjelasan shalat tarawih yang sering menjadi persoalan di kalangan kaum muslimin. Di dalamnya dikemukakan dan dijelaskan dalil-dalil dari hadis dan keterangan para ulama yang berkaitan dengan  shalat tarawih. mulai dari pengertiannya, ikhtilaf tentang jumlah raka`atnya, cara pelaksanaannya, dan lain-lain;

Kelima, berjudul `Ujalah Fidyah Shalat. Risalah yang ditulis pada tahun 1977 ini membahas khilaf tentang membayarkan fidyah (mengeluarkan bahan makanan pokok) untuk seorang muslim yang telah meninggal dunia yang di masa hidupnya pernah meninggalkan beberapa waktu shalat fardhu. Risalah ini disusun karena adanya pertanyaan tentang masalah tersebut yang diajukan oleh salah seorang jama`ah pengajiannya.

Keenam, berjudul Mathmah Ar-Ruba fi Ma`rifah Ar-Riba. Di dalam risalah ini dibahas beberapa persoalan yang berkaitan dengan riba, seperti hukum riba, benda-benda yang ribawi, jenis-jenis riba, bank simpan pinjam, deposito, dan sebagainya. Risalah ini selesai ditulis pada tanggal 7 Muharram 1397 H (1976 M).

Ketujuh, berjudul Al-Hujajul Bayyinah. Risalah ini dalam bahasa Indonesia memiliki arti argumentasi-argumentasi yang jelas, yang selesai beliau tulis sekitar tahun 1960. Risalah ini mendapat pujian dari gurunya, Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi. Bahkan dari gurunya ini, beliau mendapatkan rekomendasi (seperti kata pengantar) untuk  bukunya ini. 

Selain itu, ada satu kitab yang diberi judul Taudhih Al-Adillah yang artinya menjelaskan dalil dalil. Kitab ini disebut-sebut sebagai masterpiece beliau, sebab sampai hari ini masih menjadi salah satu rujukan umat Islam untuk menjawab persoalan-persoalan fiqih kontemporer.

Kitab ini merupakan kompilasi dari tanya jawab beliau sebagai narasumber dengan para pendengar di Radio Cendrawasih Kitab yang terdiri atas 7 jilid  ini, selain dicetak di Indonesia juga pernahdicetak di Malaysia.

6. Referensi

  1. NU Online Jakarta,
  2. Gerbang Betawi.
 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya