Kala Ayah Rohani Mengharamkan Rokok, Tidak “Teumeurka” kah Kita Merokok?

 
Kala Ayah Rohani Mengharamkan Rokok, Tidak “Teumeurka” kah Kita Merokok?

LADUNI.ID, SEJARAH -SOSOK Abu Muhammad Zamzami merupakan merupakan tokoh ulama Aceh yang sangat keras dan ketat dalam memegang ru’yatul hilal sebagai penentukan awal Ramadhan.

Dalam banyak kesempatan, baik waktu mengajar santrinya maupun kuliah umum di tengah masyarakat, beliau sering menekankan kewajiban umat Islam untuk menjadikan ru’yatul hilal sebagai pedoman dalam menentukan awal Ramadhan.

Bukan hanya itu, Abu mengecam amalan sebagian ulama lain yang menyepelekan kewajiban ini dengan mengambil ilmu hisab sebagai pengganti ru’yatul hilal.

Tidak heran sikap keras beliau ini menjadi kontraversial di tengah masyarakat Aceh, mengingat banyak juga ulama Aceh yang tidak sependapat dengan pendapat beliau ini, bahkan sikap beliau ini terkadang mendapat kecaman balik dan serangan tidak sedap dari pihak yang merasa terganggu dengan fatwa beliau ini.

Apalagi konsekwensi berpegang dengan ru’’yatul hilal ini, kadang-kadang mengakibatkan terjadi perbedaan dengan pengumuman pemerintah dalam menentukan awal Ramadhan.

Haram  Hukum Merokok

Rokok atau tembakau merupakan sesuatu yang baru dikenal dalam sejarah Islam. Muhammad bin Sulaiman al-Kurdy al-Madny mengatakan pembicaraan tentang tembakau terjadi setelah seribu tahun  atau abad kesepuluh Hijrah.

Beranjak dari itu, tidak heran telah terjadi khilaf ulama tentang keharaman dan kehalalan tembakau. Telah banyak karangan-karangan tentang tembakau ini dan dibahas panjang lebar dengan dalil-dalil pendukung pendapat masing-masing.

Khilaf  tentang tembakau ini terjadi diantara ulama mutaakhirin dari pengikut imam yang yang empat. (Bughyatul Mustarsyidin/260).

Konon kabarnya, pada waktu menimba ilmu pengetahuan agama di Dayah Darussalam Labuhan Haji, almarhum Abu merupakan seorang perokok berat.

Namun setelah beliau melakukan kajian dan mengikuti argumentasi-argumentasi sekitar masalah rokok, pendapat beliau tentang rokok berubah total. Awalnya beliau lebih cendurung rokok itu halal, kemudian menjadi seorang ulama yang sangat gigih mempertahankan fatwa rokok itu haram.

Tarjih pendapat haram ini, beliau kemukakan dalam banyak kesempatan secara terbuka, sehingga tidak heran pernyataan-pernyataan beliau tentang keharaman merokok ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat Aceh pada masa itu.

Pro dan kontra ini muncul mengingat mayoritas ulama Aceh pada masa beliau tidak mengharamkan rokok, meskipun banyak juga ulama Aceh tidak merokok.  Kalaupun ada sebagian kecil ulama mengharamkannya tapi tidak berani memfatwakan secara terbuka kepada masyarakat.

Suul Khatimah akan Menimpa Perokok, Benarkah?

Rokok dalam hukum Islam berdasarkan kajian para ulama ada beberapa pendapat, sebagian membolehkannya, makruh bahkan ada pula yang mengharamkannya.

Kajian ini akan membahas dalam konteks keharamanannya. Apabila kita telusuri dari berbagai literatur fiqh, kita menemukan beberapa  argumentasi atas keharaman rokok, antara lain :

Merokok merupakan sikap menjatuhkan diri dalam kebinasaan. Larangan menjatuhkan diri dalam kebinasaan ini dijelaskan antara lain dalam firman Allah Ta’ala berbunyi :

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. (QS. Al-Baqarah: 195).

Penjelasan lain dapat dipahami dari hadits Nabi SAW berbunyi :”Tidak boleh memudharatkan diri sendiri dan juga memudharatkan orang lain.(HR. Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, al-Baihaqi dan al-Hakim)

Diantara ulama yang mengharamkan rokok karena termasuk benda yang memudharatkan tubuh adalah Qalyubi, pengarang kitab Hasyiah Qalyubi ‘ala Syarh al-Minhaj.(Qalyubi, Hasyiah Qalyubi ‘ala Syarh al-Minhaj, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Juz. I, Hal. 69)

Rokok termasuk benda yang memabukkan. Kalau ada yang mengatakan jarang sekali terdapat orang mabuk karena menghisap rokok, maka jawabannya disaat seseorang merokok sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupannya, maka rokok sudah seperti makanan kebutuhan baginya.

Walhasil, sehingga tidak heran rokok tidak berpengaruh mabuk baginya sebagaimana halnya orang yang sudah terbiasa mengkonsumsi minum keras yang memabukkan.

Hadits Nabi SAW yang secara khusus mengindikasikan keharaman rokok, berbunyi :

Berkata al-Hasawi  dalam Tatsbitul Fuad min Kalami al-Quthub al-Hadad : Aku berkata: aku telah melihat Mu’ziwan litafsir al-Muqna’ al-Kabir berkata Nabi SAW :

Hai Abu Hurairah, akan datang suatu kaum pada akhir zaman yang selalu berkekalan dengan ini dukhan (asap), mereka berkata : “kami adalah umat Muhammad”, padahal mereka tidak termasuk umatku dan tidak akan aku katakan pada mereka sebagai umat, tetapi mereka adalah golongan binatang yang makan rumput di tempat gembalaan.

Abu Hurairah berkata : “Aku tanyai Nabi SAW: bagaimana dia tumbuh?”, Nabi SAW menjawab : “ Dukhan itu tumbuh dari dari kencing iblis, maka adakah sama iman dalam hati orang-orang yang meminum kencing syaithan, padahal telah dilaknat orang-orang yang menanam, memindah dan menjualnya”. Bersabda Nabi SAW : : Allah akan memasukkan mereka dalam api neraka dan sesungguhnya dia (dukhan) itu tumbuhan yang keji (Bughyatul Mustarsyidin/260).

Berkata Sayyed Abdurrahman bin Muhammad A’lawy, tembakau itu dikenal sebagai seburuk-buruk dari yang keji karena padanya menghilangkan marwah dan harta dan  orang-orang yang mempunyai marwah tidak akan memilih menggunakan tembakau, baik untuk dimakan, dimasukkan dalam rongga hidung ataupun dihisap.

Sesungguhnya para imam yang sudah sampai tingkat kesempurnaan telah mengifta’ dengan haramnya seperti al-Quthub Sayyidina Abdullah al-Hadad  dan Alamah Ahmad al-Hadwaan sebagaimana telah menyebut oleh al-Quthub Ahmad bin Umar bin Samith dari keduanya dan dari lainnya ulama-ulama yang setingkat mereka.

Al-Habib al-Imam al-Husain ibnu asy-Syaikh Abi Bakar bin Salim telah membahas dengan panjang lebar terhadap pelarangannya, beliau berkata :

“Aku kuatir atas orang-orang yang yang tidak taubat dari tembakau sebelum matinya bahwa dia mati dengan su-i khatimah, mudah-mudahan perlindungan Allah darinya”.

Alamah Abdullah Basudan telah membahas dengan rinci dengan melakukan mengutip riwayat-riwayat tentang tembakau dalam kitab Faidhul Asrar dan Syarah al-Khutbah dan beliau menyebut ulama-ulama yang mengarang tentang pengharaman tembakau seperti al-Qalyubi dan Ibnu ‘Alan. Beliau juga mendatang hadits tentangnya. (Bughyatul Mustarsyidin/260). 

Beranjak dari penjelasan diatas Keharaman rokok ini oleh Almarhum Abu juga diberlakukan dalam peraturan dayah pimpinan beliau, Dayah Darul Muarrif. Misalnya larangan merokok bagi santri, persyaratan menjadi imam shalat di dayah harus seorang yang bebas dari merokok, perokok dianggap fasiq. Ketika ini sebuah petuah dan larangan, lantas kita sebagai anak rohani Abu yang masih tetap merokok apakah ini tidak masuk dalam jurang nestapa yang bernama “Teumeurka”?

****Helmi Abu Bakar El-Langkawi Penggiat Literasi Asal Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, dihimpun dari sumber tepercaya