Muhasabah Jalan Introspeksi untuk Maju

 
Muhasabah Jalan Introspeksi untuk Maju

LADUNI.ID, Jakarta - Menapaki jalan hidup tidak selalu berjalan mulus. Banyak rintangan plus tantangan yang dihadapi, meskipun terkadang rintangan itu sejatinya disebabkan karena kita kurang perhatian atau kesembronoan yang kita lakukan sendiri.
Artinya tidak semua rintangan semata - mata faktor alam.

Karenanya, rintangan hidup harus tetap disikapi dengan menjadinya sebagai pemicu untuk menumbuhkan kedewasaan dengan taktik kehidupan menghalaunya melului kerja-kerja kebaikan dalam bertindak sepanjang pagi hingga ketemu pagi kembali. Pastinya, kesadaran ini tidak datang tiba-tiba, tapi harus melalui proses evaluasi dan introspeksi tanpa lelah agar setiap tantangan mudah terurai, dan tidak jatuh pada lubang kesalahan yang sama.

Jadi, melakukan introspeksi atau muhasabah dalam istilah agama bertujuan untuk menilai capaian yang telah dilakukan. Apakah sesuai dengan harapan atau tidak?. Jika tidak, lantas apa yang harus dilakukan agar ada peningkatan kebaikan?. Jika sudah sesuai, bagaimana agar terus mengalami peningkatan?.

Satu misal, penjual jamu keliling berangkat pagi dan pulang tengah siang, bahkan bisa jelang sore. Ada yang berjalan kaki dan ada juga yang naik sepeda "pancal". Ia selalu melakukan evaluasi dan introspeksi setelah sampai di rumah. Berapa rupiah keuntungan yang telah diperoleh? dan bagaimana terus menjaga ritme keuntungan dengan baik?. Harapannya, dengan keuntungan yang melimpah, ia akan dengan mudah membiayai kebutuhan; dari sekedar bayar kos-kosan hingga membiayai pendidikan anak atau niatan untuk naik haji.

Begitu juga, menapaki jalan menuju ketaatan kepada Allah SWT, dibutuhkan melakukan introspeksi setiap saat. Alasannya, sebab kita sebagai manusia sering teledor, meremehkan atau bahkan sengaja lalai mengerjakan perintahNya, sembari bermaksiat setiap saat. Bermaksiat dengan makna yang lebih luas juga menyakiti sesama.

Maka introspeksi diri bertujuan dalam rangka agar target atau capaian yang semestinya diraih terus mengalami perbaikan. Dan jauh dari kerugian atau jatuh dalam kegagalan yang berkali-kali dalam setiap kegiatan. Satu misal lagi, Ketika lembaga pendidikan mendapat akreditasi B, yang semestinya berharap A. Tidak perlu risau, lakukan keberanian evaluasi dan inrospeksi diri kelembagaan, dimana titik kelemahan yang harus dirubah dan ditingkatkan menjadi baik sehingga proses akreditasi kembali benar-benar A. Lantas, bagaimana bisa kita tidak melakukan introspeksi kaitan dengan kehidupan akhirat yang abadi.

Kaitan introspeksi ini, Syaikh Muhammad Jamil Jaho memberikan beberapa contoh -dalam kitabnya Tazkirat al-Qulub fi Muraqabat 'Alam al-Ghuyub- bagaimana tokoh-tokoh terdahulu sering -bahkan mewajibkan dirinya- melakukan introspeksi (lihat photo), demi terwujudnya kehidupan agar lebih berkualitas, sebagai berikut:

وعن عمر رضي الله عنه أنه كان يضرب قدميه بالدرة إذا جنه الليل. ويقول لنفسه: ما عملت اليوم

"Diriwayatkan dari Umar ibn Khattab, sesungguhnya dia selalu memukul kakinya dengan cemeti, ketika malam telah menyelimutinya. Dia berkata pada dirinya: apa yang telah aku perbuat hari ini?.

Menurut Syaikh Jamil, riwayat di atas menunjukkan bahwa intinya apa yang dilakukan Sayyidina Umar Ibn Khattab adalah bentuk introspeksi diri dengan mengevaluasi terhadap setiap gerak dan langkah kaki -termasuk anggota tubuh lainnya-, apakah sudah untuk hal-hal positif? Ataukah sebaliknya untuk negatif penuh kerusakan, baik di dunia maupun akhirat.

Syakh Jamil juga meriwayatkan cerita yang lain bagaimana potret ulama terdahulu melakukan introspeksi sebagai berikut:

فقد روي عن منصور بن ابراهيم رحمه الله تعالى أن رجلا من العباد كلم امرأة أجنبية فلم يزل حتى وضع يده على فخذها ثم ندم على ما صنع فوضع يده على النار حتى فشت أي يبست

"Diriwayatkan dari Manshur ibn Ibrahim Ra: Ada seorang laki-laki berbicara dengan perempuan lain. Ia tidak berhenti bicara dengannya hingga tak terasa tangannya berada di atas paha perempuan itu. Karenanya, ia menyesal dengan apa yang dilakukan. Lantas ia meletakkan tangannya di atas bara api hingga tangan lemas, tak berdaya"

Menariknya lagi, Syaikh Jamil diakhir bahasan tentangan muhasabah atau introspeksi mencontohkan bagaimana Nabi Muhammad Saw, sosok panutan yang maksum atau terjaga dari segala kesalahan, dengan kesadaran diri beliau membaca istighfar sebanyak 70 kali hingga 100 kali, setelah melakukan introspeksi. Lantas, bagaimana kita sebagai umatnya yang berlumuran dosa, layakkah tidak terus melakukan introspeksi agar terus tergerak melakukan pertaubatan.

Akhirnya, dari cerita-cerita terdahulu kita bisa tahu bahwa introspeksi diri dapat membangkitkan kita maju dalam kebaikan. Maju dengan arti tidak mau gagal atau berada dalam lumuran dosa yang terlalu lama. Tapi bersegera melakukan perbaikan, sekaligus peningkatan menuju yang terbaik, tanpa ada lelah. Semoga kita senantiasa dapat hidayah-Nya.

Syekh Muhammad Jamil Jaho atau dikenal dengan sebutan Angku Jaho (lahir di Jaho, Tambangan, Padang Panjang, Hindia Belanda, 1875 - meninggal 1945 pada umur 70) adalah seorang ulama masyhur dari Minangkabau.

 

Oleh: Dr. Wasid Mansyur