Hidup Itu Harus Bahagia, walaupun Tanpa Maksiat

 
Hidup Itu Harus Bahagia, walaupun Tanpa Maksiat
Sumber Gambar: nu.or.id, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Hidup bahagia tanpa harus bermaksiat adalah pilihan hidup yang sangat mulia. Hal ini pernah disampaikan oleh KH. Bahauddin Nursalim, atau yang akrab disapa Gus Baha, dalam salah satu ceramahnya. Menurut beliau, menjalani aktivitas mubah (yang dibolehkan) pun bisa bernilai ibadah jika di saat yang sama kita sedang meninggalkan perbuatan maksiat.

“Pokoknya hidup bahagia, tidak maksiat, itu bagus. Nggak ada mubah yang kita lakukan kecuali saat itu kita meninggalkan haram,” tutur Gus Baha.

Sebagai contoh, Gus Baha menyinggung kebiasaan sebagian keturunan orang-orang sholeh yang gemar ngopi dan cangkrukan (nongkrong santai). Aktivitas ini, meski tampak sepele, justru positif apabila pada saat itu seseorang terhindar dari perbuatan haram.

“Jadi jangan dihitung cangkruk-nya, tapi banyak hal (haram dan maksiat) yang ditinggalkan,” jelasnya.

Dalam guyonannya, Gus Baha bahkan membayangkan Raqib dan Atid, malaikat pencatat amal, sebagai ahli ushul fiqih. Jika demikian, maka aktivitas mubah yang dilakukan seorang Muslim bisa dianggap sebagai bentuk meninggalkan maksiat, yang nilainya mendekati ibadah. Namun, kata beliau sambil tertawa, lain halnya jika para malaikat itu memakai pendekatan thariqoh yang lebih kaku.

“Doakan saja malaikat tersebut cara pandangnya pakai ushul fiqih,” selorohnya.

Islam memang sangat menghargai aktivitas yang mubah jika dilakukan dalam koridor kebaikan. Bahkan Rasulullah SAW menyukai suasana hati yang gembira selama tidak melanggar batas syariat.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN