Wartawan, Setia Pada Fakta (2)

 
Wartawan, Setia Pada Fakta (2)

LADUNI.id - Wartawan sebagai bagian dari media, harus setia pada fakta. Media akan setia pada fakta ketika penulis berita atau wartawan, setia juga terhadap fakta. Jujur dengan fakta dan mengeksplor fakta dalam bentuk tulisan.

Berita yang ditulis oleh para perawi berita (pencari berita dan editor.red) harus berdasarkan tanggapan panca indera. Berita yang disampaikan itu, didapatkan langsung dari pendengaran ataupun penglihatan perawi itu sendiri. Perawi berita pun harus jujur. Jika perawi jujur, maka editor di meja redaksi pun tidak akan kesulitan ketika menyelaraskan berita dengan karakter media.

Setia pada fakta kadang memang hanya menjadi teori dalam kertas. Saya teringat dengan kejadian tahun 2008 silam. Waktu itu, saya masih baru pertama dipercaya redaksi untuk menjadi perawi berita. 

Ketika melakukan peliputan, langsung dihadang dan dicecar sejumlah pertanyaan oleh orang tak dikenal. Mereka tidak mempedulikan UU Pers bahwa tidak boleh menghalang-halangi tugas jurnalistik. Wartawan dilindungi oleh undang-undang.

Mereka tidak mempedulikan semua itu. Yang penting berita tentang kejadian tersebut tidak boleh ditulis. Sebab jika ditulis akan mencemarkan nama baik dia sebagai pimpinan atau pejabat. Dia tidak mau disebut koruptor raskin di tingkat desa. Jika ditulis di media, kata dia, sama saja saya dengan membuka aib seseorang. Dalam Islam, tidak boleh membuka aib seseorang ke khalayak umum.

Argumentasi ini, seakan manjur. Saya sudah mengurungkan niat untuk menulis berita kejadian sesuai dengan fakta itu. Prinsip setia pada fakta mulai lemah. Apalagi, pelajaran di Pesantren dulu terus terngiang di telinga. 

Pada dasarnya, tidak boleh mengungkapkan aib saudara se muslim karena ini termasuk perbuatan ghibah. Ghibah adalah mengungkapkan aib saudaranya sesama muslim pada saat orang itu tidak ada dihadapannya.

Namun, kemudian saya menemukan sebuah tulisan bahwa kemungkaran harus dihentikan. Tindakan berbuat korupsi atau ngemplang uang rakyat harus dihentikan. Raskin adalah hak rakyat miskin. Tak boleh dipotong apalagi diselewengkan. 

Dengan ditulis di media dan ditanggapi oleh penegak hukum, maka si koruptor akan ditangkap dan setidak-tidaknya akan penjara. Ini bukan untuk membuka aib. Tetapi mempertimbangkan orang lain yang lebih banyak (masyarakat). Dalam hati, tetap berkomitmen, kejadian ini harus saya tulis. Saya harus setia pada fakta.

Setelah tidak mempan melarang saya menggunakan dalil Agama, lalu dia berusaha dengan cara lain. Dia beralasan mau membayar ganti rugi. Bukan sok suci, tetapi saya tolak dengan halus dan dengan penyampaian dan pejelasan logis. Katanya, bukan sogokan tetapi ganti rugi. Sebab, kalau menyogok tidak boleh. 

Dalam kitab Sunan at-Tirmidzi, dari Abu Hurairah, ia berkata, ”Rasulullah telah melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap dalam masalah hukum”. (HR. at-Tirmidzi). Orang yang menyogok dan orang disogok finnar. Wartawan yang disogok dan mau menerima sogokan agar tidak menulis sebuah fakta maka akan masuk di dalamnya. (*)