Negosiator AS Bertemu Rusia dan China Guna Bahas Afghanistan

 
Negosiator AS Bertemu Rusia dan China Guna Bahas Afghanistan

LADUNI.ID, Zalmay Khalilzad, Negosiator perdamaian Amerika Serikat akan berkonsultasi dengan Rusia, China dan sekutu Eropa guna membahas negosiasi damai di Afghanistan.

Donald Trump menghentikan Perundingan perdamaian antara AS dengan kelompok Taliban secara sepihak pada September lalu.

Kementerian Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan, Khalilzad hari Minggu berangkat menuju Brussel, Paris dan Moskow.

"Dia mencari "cara terbaik untuk mendukung upaya mempercepat perdamaian di Afghanistan," kata Kementerian Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan. Di Moskow, Khalilzad akan bertemu perwakilan Rusia dan China.

Seperti yang dilansir dalam situs berita CNN Indonesia, Khalilzad merupakan diplomat veteran AS yang lahir di Afghanistan. Selama satu tahun ini dia memimpin perundingan dengan Taliban untuk mencari kesepakatan damai.

Presiden Trump pada September lalu telah mengundang para pemimpin Taliban untuk bertemu. Namun dia menarik undangan itu dan mengakhiri pembicaraan setelah serangan Taliban di Kabul menewaskan seorang tentara AS. Sejak saat itu proses negosiasi mandek.

AS menyatakan hanya akan menyisakan 8000 serdadu di Afghanistan, sebelum ditarik secara keseluruhan, Dalam persyaratan perundingan damai. Sebagai gantinya Taliban berjanji tidak akan memberikan tempat persembunyian bagi kelompok teroris.

Walau tak mencapai kesepakatan, Jenderal Scott Miller, yang memimpin pasukan AS dan NATO di Afghanistan, mengatakan bahwa Amerika Serikat telah menarik 2.000 tentara dari wilayah itu selama setahun terakhir.

AS memang memiliki hubungan buruk dengan Rusia dan China, namun Khalilzad telah berulang kali berkonsultasi dengan dua negara tersebut karena sama-sama memiliki kepentingan di Afghanistan.

Pada tahun 1980-an, Uni Soviet berperang melawan gerilyawan Islam yang saat itu didukung AS sewaktu menginvasi di Afghanistan. Sementara China ingin mencegah penyebaran ekstremisme.

Perseteruan di Afghanistan merupakan intervensi militer luar negeri terpanjang bagi AS. Mereka telah menghabiskan hampir US$1 triliun (sekitar Rp14 ribu triliun) dan menewaskan puluhan ribu orang.