Kisah Anak Kecil Yang Menumbangkan Ulama' Sombong Dan Tersesat

 
Kisah Anak Kecil Yang Menumbangkan Ulama' Sombong Dan Tersesat
Sumber Gambar: bincangsyariah.com

Laduni.ID, Jakarta – Alkisah ada anak kecil sekitar umur 7 tahun, dan seorang ulama yang memiliki Ilmu luas dan tiada bandingannya, beliau bernama Dahriyah.

Seluruh Ulama pada waktu itu tidak ada yang mampu menandinginya di saat berdebat, terutama dalam bab Tauhid.

Maka muncullah sifat kesombongannya, bahkan akhirnya ia berani mengatakan bahwa Allah itu tidak ada.

Sayangnya belum ada Ulama yang mampu mengalahkan dia dalam berdebat, sampai tiba pada suatu pagi ketika para Ulama dikumpulkan di suatu Majlis milik Syaikh Himad, guru Imam Abu Hanifah, yang pada hari itu Imam Abu Hanifah kecil hadir juga di majlis itu.

Maka Dahriyah naik ke mimbar lalu berkata dengan sombong dan congkaknya, “Siapakah di antara kalian hai para Ulama yang akan sanggup menjawab pertanyaanku?”

Sejenak suasana hening, para Ulama semua diam, namun tiba-tiba berdirilah Abu Hanifah dan berkata, "Abu Hanifah."

Dahriyah berkata, " Siapa kamu, hai anak ingusan, berani kamu bicara denganku? Tidakkah kamu tahu, bahwa banyak yang berumur tua, bersorban besar, para pejabat, dan para pemilik jubah kebesaran, mereka semua kalah dan diam dari pertanyaanku, kamu masih ingusan dan kecil berani menantangku!”

Abu Hanifah kecil menjawab, "Allah tidak menyimpan kemuliaan dan keagungan kepada pemilik sorban yang besar dan para pejabat dan para pembesar, tetapi kemuliaan hanya diberikan kepada Al-Ulama."

Dahriyah kembali bertanya, "Apakah kamu akan menjawab pertanyanku?”

Abu Hanifah menjawab,"Ya aku akan menjawab pertanyaanmu dengan taufiq Allah."

Lalu Dahriyyah melemparkan sebuah pertanyaan, "Apakah Allah itu ada?”

Abu Hanifah menjawab," Ya, ada."

Dahriyah bertanya," Dimana Dia?”

Abu Hanifah menjawab,"Dia, tiada tempat bagi Dia."

Dahriyyah bertanya, "Bagaimana bisa disebut ada bila Dia tak punya tempat?”

Abu Hanifah menjawab, "Dalilnya ada di badan kamu, yaitu Ruh. Saya tanya, kalau kamu yakin Ruh itu ada, maka di mana tempatnya? Di kepalamu, di perutmu atau di kakimu?"

Dahriyah diam seribu bahasa dengan muka malu.

Lalu Abu Hanifah minta air susu pada Gurunya, Syaikh Himad, lalu bertanya kepada Dahriyah, "Apakah kamu yakin di dalam susu ini ada manis, Dahriyah?"

Dahriyah menjawab," Ya saya yakin di susu itu ada manis."

Abu Hanifah bertanya, "Kalau kamu yakin ada manisnya, saya tanya apakah manisnya ada di bawah, atau di tengah, atau di atas?"

Lagi-lagi Dahriyah diam dengan rasa malu.

Abu Hanifah menjelaskan," Seperti Ruh atau manis yang tidak memiliki tempat, maka seperti itu pula tidak akan ditemukan bagi Allah tempat di Alam ini baik di Arsy atau Dunia ini.”

Dahriyah bertanya lagi, "Sebelum Allah itu apa dan setelah Allah itu apa?”

Abu Hanifah menjawab, "Tidak ada apa-apa sebelum Allah dan sesudahnya tidak ada apa-apa."

Dahriyah bertanya, "Bagaimana bisa dijelaskan bila sebelum dan sesudahnya tak ada apa-apa?"

Abu Hanifah menjawab, ''Dalilnya ada di jari tangan kamu. Apakah sebelum jempol dan apakah setelah kelingking? Dan apakah kamu bisa menerangkan jempol duluan atau kelingking duluan?"

Demikianlah sifat Allah, ada sebelum semuanya ada dan tetap ada bila semua tiada. Itulah makna kalimat Ada bagi Hak Allah.

Lagi-lagi Dahriyah dipermalukan oleh abu hanifah.

Dahriyah berkata, "Satu lagi pertanyaanku untukmu, Abu Hanifah, apa perbuatan Allah sekarang?”

Abu Hanifah menjawab,"Anda telah membalikkan fakta, seharusnya yang bertanya itu di bawah mimbar dan yang ditanya di atas mimbar."

Akhirnya Dahriyah turun dari mimbar dan Abu Hanifah naik ke atas mimbar.

Dahriyah mengulang pertanyaannya dari bawah mimbar, "Apa perbuatan Allah sekarang?"

Abu Hanifah menjawab, "Perbuatan ALLAH sekarang adalah menjatuhkan orang yang tersesat seperti kamu ke bawah jurang Neraka dan menaikkan yang benar seperti aku ke atas mimbar keagungan."

Maha Suci Allah yang telah menyelamatkan keyakinan Islam melalui seorang anak kecil.

Mudah-mudahan kita semua dijauhkan dari sifat-sifat sok, tinggi hati, angkuh, meremehkan/merendahkan orang, buruk sangka, takabbur, dzalim, dan sombong.

والله اعلم

Dikutip dari Kitab Fathul Majid, Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi Asy-Syafi’i