Prof M Nuh: Wakaf Itu Bukan Hanya Memberi, Tapi Berdampak Produktif

 
Prof M Nuh: Wakaf Itu Bukan Hanya Memberi, Tapi Berdampak Produktif

LADUNI.ID, Bogor - Wakaf itu bukan hanya memberikan, tapi bisa berdampak pada pola pikir yang dibangun secara produktif. Hal ini akan terjadi jika wakaf itu harus diolah yang hasil olahnya dengan mewakilkan kepentingan si pewakaf.

Pernyataan ini diungkapkan oleh Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI) Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh, DEA saat menggelar konferensi pers usai mengisi Seminar Internasional Wakaf Goes to Campus bertema: Menyiapkan Generasi Millenial untuk Menyongsong Kebangkitan Wakif 2045 (100 Tahun Indonesia Emas), yang diselenggarakan di Auditorium Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institute Pertanian Bogor (IPB), Kamis (26/9).

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini juga mengatakan bahwa dalam konteks produktivitas wakaf tersebut, lanjutnya, wakaf secara variatif tidak hanya berupa tanah tapi bisa berupa saham, uang, dan properti.

“Variasi wakaf itu luar biasa. Kami di sini bertugas untuk menyebarkan desimilisi tentang wakaf. Kalau sosialiasi itu menjadi penting, maka sosialiasi dengan menggandeng media bisa maksimal. Untuk sama sama mensosialisakan tentang kewakafan,” ungkap M. Nuh, sapaan akrabnya, kepada tim Laduni.id dan beberapa wartawan yang hadir dalam konferensi pers tersebut.

Oleh karena wakaf sangat penting, lanjut M. Nuh, sosialisasi menjadi sangat penting dilakukan. Terutama karena masih banyak kalangan masyarakat yang belum mengetahui secara komprehensif mengenai hal ihwal perwakafan.

“Karena di beberapa generasi gak tahu itu wakaf. Oleh karena itu kami dari Badan Wakaf Indonesia yang didasarkan atas Undang-Undang tahun 2004, salah satu aktivitas kita adalah sosialisasi dalam rangka meningkatkan tentang kewakafan,” ungkapnya.

“Sasarannya adalah generasi milineal. Karena mereka jumlahnya dahsyat terutama di tingkat perguruan tinggi. Karena ini masuk kalangan menengah, 35 persen yang bisa kuliah. Mereka lebih berpeluang mempraktikkan sekligus dimotori oleh rektorat. Membuat passion baru,” lanjut Prof. M. Nuh.

Jadi sosioliasi, lanjutnya, literasi tertang perwakafan tidak akan berhenti. Oleh karena itu, pihaknya juga memasukkan dalam bagian kurikulum. Sejak SD, SMP sudah ada materi praktik tentang perwakafan. Bahkan dalam rumah tangga ada tradisi baru tentang ini. Karena ini sangat manfaatnya dahsyat betul.

“Semisal, kalau anda nerima 10 ekor ayam dipotong saat itu juga ya habis dimakan saat itu juga. Selesai. Berbeda dengan saat kita punya ayam 10 ekor ayam yang tidak boleh dipotong, tapi diternak dulu, baru bertelor, telornya kita makan, bahkan sebagian itu kita ternakkan dan menjadi ayam, yang ayamnya itu boleh dimakan. Maka kalian akan punya save produksi yang luar biasa. Kalau bangsa ini mempraktekknya, maka APBD dan APBN bisa terjamin. Andaikan setiap APBD bisa menyisihkan 1-2% sebagai dana abadi, setiap pemrintah 5 tahun akan turun berapa itu? Semisal LPDP itu untuk dana pendidikan, sudah terkumpul 16triliun,” terangnya.

Melalui wakaf itulah, harta yang dimiliki diharapkan tidak hanya dihabiskan. Melainkan menjadi dana abadi yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat banyak.

“Ini yang kita mau dorong. Tidak menghabiskan harta yang kita miliki tapi kita jadikan dana abadi atau wakaf dan dikelola. Sehingga bisa dibayangkan untuk dana abadi setiap tahunnya. Hasilnya misal bisa jadi program bedah rumah setiap tahun, pengayoman anak yatim, dll. Mengalir terus. Wakaf ini bukan sekedar memberikan sesuatu tapi memberikan ssuatu yang lebih dahsyat tujuannya perubahan pola pikir yang konsumtif ke produktif,” jelasnya.

Wakaf kontemporer yang dilakukan BWI sudah bersinergi dengan beberapa lembaga, seperti departemen keuangan, yang sekarang sudah mendirikan rumah sakit di Semarang dan pasiennya dari kalangan duafa.

“Wakaf kontemporer lebih menarik sekarang. Yang merasa tertarik bisa menghubungi saya dan devisi humas,” pungkas Ketua Divisi Humas BWI, yang saat itu mendampingi Prof M. Nuh.