Jangan Meremehkan Perkara Mubah, Selalu Ada Celah Kebaikan di Dalamnya

 
Jangan Meremehkan Perkara Mubah, Selalu Ada Celah Kebaikan di Dalamnya
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam kajian fiqih, umat Islam lazim mengenal lima kategori hukum: wajib, haram, sunah, makruh, dan mubah. Kelima istilah ini menjadi dasar dalam menilai setiap tindakan manusia, apakah berpahala, berdosa, atau netral. Yang menarik, kategori terakhir—mubah—sering dianggap sebagai wilayah “bebas nilai”, artinya tidak berpahala jika dilakukan, tidak berdosa jika ditinggalkan. Tapi benarkah demikian?

Sebagian ulama ternyata memiliki pandangan berbeda. Mereka menilai bahwa tidak ada perbuatan yang benar-benar mubah dalam arti kosong dari nilai pahala atau dosa. Alasannya sederhana namun mendalam, yakni “bahwa setiap perbuatan yang dilakukan, jika itu berarti meninggalkan maksiat, maka tentu bisa menjadi berpahala”. Maka, jika seseorang memilih perbuatan mubah, pada saat yang sama bisa jadi ia sedang menjauh dari perbuatan haram—dan itu dinilai sebagai amal baik di sisi Allah.

Dalam perspektif ini, mubah bisa dilihat sebagai bentuk dari tarkul ma’shiyah, atau meninggalkan maksiat. Dan meninggalkan maksiat, seperti diketahui, adalah tindakan yang wajib. Maka secara tidak langsung, saat seseorang melakukan sesuatu yang tampak biasa saja, tapi itu membuatnya tidak jatuh ke dalam dosa, maka sejatinya ia sedang melakukan hal yang berpahala. Pandangan ini sering kali juga disampaikan oleh Gus Baha.

Gus Baha menekankan bahwa perbuatan mubah tidak selalu netral. Menurutnya, melakukan hal-hal mubah bisa menjadi sarana untuk meninggalkan maksiat, yang pada gilirannya mendatangkan pahala. Dalam sebuah kesempatan, beliau menyatakan:

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN